MDA Bali Pun Surati DPD RI Terkait AWK
Hindunesia Buleleng Minta Tindak AWK
DENPASAR, NusaBali
Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali akan surati Badan Kehormatan DPD RI, agar masalah Senator Shri I Gusti Ngureah Arya Wedakarna alias AWK mendapatkan perhatian sungguh-sungguh.
Sementara, Dewan Koordinator Daerah Pusat Koordinasi Hindu Indonesia (Dekorda Puskor Hindunesia) Buleleng menuntut AWK ditindak tegas atas ucapannya yang dinilai menistakan agama.
Informasi yang dihimpun NusaBali, Rabu (4/11), MDA Provinsi Bali mengeluarkan pernyataan sikap atas aspirasi krama Bali belakangan yang marak unjuk rasa terkait statemen AWK. Surat pernyataan sikap yang ditandatangani Bendesa Agung MDA Provinsi Bali, Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet, dan Penyarikan Agung MDA Provinsi Bali I Ketut Sumarta berisikan 7 poin.
Pertama, MDA Provinsi Bali mendukung penuh terhadap aspirasi dan persoalan krusial yang disampaikan masyarakat. Kedua, MDA Provinsi Bali telah melarang seluruh aktivitas Hare Krishna termasuk di dalamnya lembaga pendidikan yang nyata-nyata mengembangkan ajaran Hare Krishna di wilayah desa adat se-Bali. Ketiga, ucapan AWK telah melecehkan, menghina, dan menistakan Agama Hindu di Bali.
Keempat, MDA Provinsi Bali sangat menyesalkan dan tidak mentoleransi pernyataan AWK tentang seks bebas dibolehkan asalkan memakai kondom, karena bertentangan dengan ajaran agama, termasuk Agama Hindu. Kelima, MDA Provinsi Bali tidak akan memediasi dan menyediakan diri menjadi mediator terhadap masalah krusial yang diduga adalah ranah pidana. MDA Provinsi Bali mendorong agar proses hukum ditegakkan dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Keenam, MDA Provinsi Bali segera akan mengirim surat kepada Badan Kehormatan DPD RI di Jakarta, agar perilaku oknum DPD RI atas nama AWK yang sangat tidak patut sesuai dengan kode etik DPD RI ini, mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh dan sebagaimana mestinya. Ketujuh, MDA Provinsi Bali meminta seluruh desa adat di Bali dan krama adat se-Bali untuk selalu bersatu padu dalam usaha dan perjuangan membela adat, agama, tradisi, seni, budaya, dan kearifan lokal Bali.
Sementara, Dekorda Puskor Hindunesia Buleleng menyampaikan 7 poin pernyataan sikap terkait kasus AWK. Intinya, AWK harus ditindak tegas atas statemennya yang menuai kontroversi. Pernyataan sikap yang ditandatangani Ketua Dekorda Puskor Hindunesia Buleleng, Jro Budi Hartawan, dan Sekertaris I Gede Armada Yasa tersebut disampaikan ke-pada Majelis Desa Adat (MDA) Kabupaten Buleleng untuk diteruskan ke MDA Provinsi Bali, Rabu kemarin.
Dalam surat pernyataan tersebut, Dekorda Puskor Hindunesia Buleleng meminta agar Dewan Kehormatan DPD RI segera mengambil langkah hukum dan memanggil AWK. Mereka menilai apa yang dilakukan AWK tidak sesuai kode etik DPD RI. AWK juga dianggap telah menyakiti hati masyarakat Bali, dengan ucapannya yang tertuang dalam video yang menuai kontroversi. "Penistaan terhadap simbol-simbol agama ini agar disikapi secara hukum, sehingga tidak menimbulkan kekacauan," ujar Jro Hartawan dalam keterangan persnya di Singaraja kemarin.
"Kami sudah sampaikan sebelumnya ke Dewan Kehormatan DPD RI dan besok (hari ini) kami akan sampaikan ke Kantor DPD RI Perwakilan Bali terkait pernyataan sikap kami terhadap AWK. Kami tegaskan bahwa penistaan terhadap Agama Hindu oleh siapa pun, tentu harus diproses dengan hukum yang berlaku dan tidak pandang bulu," tegas Jro Hartawan.
Jro Hartawan mengaku akan terus mengawal dan berharap tuntutannya akan diindahkan oleh Dewan Kehormatan DPD RI, sehingga tidak perlu melakukan cara-cara atau gerakan yang akan berdampak pada situasi dan ekonomi Bali. Jika tidak diindahkan, maka Dekorda Puskor Hindunesia Buleleng akan meneruskan tuntutan tersebut kepada Presiden Jowi.
Sedangkan Ketua MDA Kabupaten Buleleng, Dewa Putu Budarsa, mendukung penuh tuntutan Dekorda Puskor Hindunesia Buleleng atas AWK. Dewa Budarsa pun segera akan mengirimkan surat pernyataan sikap tersebut ke Dewan Kehormatan DPD RI, agar nantinya ada tindakan tegas terhadap AWK.
Menurut Dewa Budarsa, MDA Provinsi Bali juga sudah memberikan pernyataan yang poinnya sangat menyesalkan ucapan AWK. "MDA Provinsi Bali memang sangat menyesalkan pernyataan AWK yang menimbulkan polemik hingga serentetan unjuk rasa. Memang ada penyataan AWK sangat merusak tatanan Hindu kita. AWK menyatakan bahwa yang melinggih di Pura Dalem Ped dan Tohlangkir adalah makhluk, bukan Ida Bhatara. Ini sangat disayangkan oleh krama Hindu di Bali," sesal Dewa Budarsa.
Sementara itu, AWK balik menuding MDA Provinsi Bali salah sasaran. Sebab, MDA seharusnya mengurusi adat saja. "Kalau benar MDA mengirim surat ke DPD RI, itu suratnya salah sasaran, tidak tepat. Karena sesuai dengan Perda Nomor 4 Tahun 2019, MDA itu hanya mengurusi tentang adat, bukan mengurusi politik. Itu rentan digugat atau dimasalahkan. Saya pertimbangkan itu," warning AWK saat dikon-firmasi NusaBali per telepon, tadi malam.
AWK meminta MDA Provinsi Bali harusnya menenangkan masyarakat dan memediasi ketika ada persoalan di Bali. "Tidak mengeluarkan surat secara sepihak," kritiknya.
AWK menyebutkan, MDA belum pernah bertemu dan ada klarifikasi dengan dirinya sebagai anggota DPD RI Dapil Bali. "Kalau mau dibawa ke DPD RI, ingat DPD RI sangat solid. Buat kami, justru ini bisa dituntut balik karena mencermarkan nama baik," ancam AWK.
Menurut AWK, saat terjadi kasus pemukulan dirinya di Kantor DPD RI, kawasan Niti Mandala Denpasar sepekan lalu, justru mendapatkan perhatian dari Ketua DPD RI La Nyalla Mattalitti. "Bapak Ketua DPD RI yang menelepon saya langsung agar kasus pemukulan itu diproses secara hukum. Apalagi, AWK sedang bertugas di Dapil. Penganiayaan itu terjadi di Kantor DPD RI yang merupakan aset pemerintah," terang AWK. "Jadi, surat MDA itu bagi saya biasa saja. Tidak ada kekhawatiran buat saya. Dan, saya tegaskan MDA jangan jadi alat kekuasaan," lanjutnya. *nat,cr75,k22
Informasi yang dihimpun NusaBali, Rabu (4/11), MDA Provinsi Bali mengeluarkan pernyataan sikap atas aspirasi krama Bali belakangan yang marak unjuk rasa terkait statemen AWK. Surat pernyataan sikap yang ditandatangani Bendesa Agung MDA Provinsi Bali, Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet, dan Penyarikan Agung MDA Provinsi Bali I Ketut Sumarta berisikan 7 poin.
Pertama, MDA Provinsi Bali mendukung penuh terhadap aspirasi dan persoalan krusial yang disampaikan masyarakat. Kedua, MDA Provinsi Bali telah melarang seluruh aktivitas Hare Krishna termasuk di dalamnya lembaga pendidikan yang nyata-nyata mengembangkan ajaran Hare Krishna di wilayah desa adat se-Bali. Ketiga, ucapan AWK telah melecehkan, menghina, dan menistakan Agama Hindu di Bali.
Keempat, MDA Provinsi Bali sangat menyesalkan dan tidak mentoleransi pernyataan AWK tentang seks bebas dibolehkan asalkan memakai kondom, karena bertentangan dengan ajaran agama, termasuk Agama Hindu. Kelima, MDA Provinsi Bali tidak akan memediasi dan menyediakan diri menjadi mediator terhadap masalah krusial yang diduga adalah ranah pidana. MDA Provinsi Bali mendorong agar proses hukum ditegakkan dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Keenam, MDA Provinsi Bali segera akan mengirim surat kepada Badan Kehormatan DPD RI di Jakarta, agar perilaku oknum DPD RI atas nama AWK yang sangat tidak patut sesuai dengan kode etik DPD RI ini, mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh dan sebagaimana mestinya. Ketujuh, MDA Provinsi Bali meminta seluruh desa adat di Bali dan krama adat se-Bali untuk selalu bersatu padu dalam usaha dan perjuangan membela adat, agama, tradisi, seni, budaya, dan kearifan lokal Bali.
Sementara, Dekorda Puskor Hindunesia Buleleng menyampaikan 7 poin pernyataan sikap terkait kasus AWK. Intinya, AWK harus ditindak tegas atas statemennya yang menuai kontroversi. Pernyataan sikap yang ditandatangani Ketua Dekorda Puskor Hindunesia Buleleng, Jro Budi Hartawan, dan Sekertaris I Gede Armada Yasa tersebut disampaikan ke-pada Majelis Desa Adat (MDA) Kabupaten Buleleng untuk diteruskan ke MDA Provinsi Bali, Rabu kemarin.
Dalam surat pernyataan tersebut, Dekorda Puskor Hindunesia Buleleng meminta agar Dewan Kehormatan DPD RI segera mengambil langkah hukum dan memanggil AWK. Mereka menilai apa yang dilakukan AWK tidak sesuai kode etik DPD RI. AWK juga dianggap telah menyakiti hati masyarakat Bali, dengan ucapannya yang tertuang dalam video yang menuai kontroversi. "Penistaan terhadap simbol-simbol agama ini agar disikapi secara hukum, sehingga tidak menimbulkan kekacauan," ujar Jro Hartawan dalam keterangan persnya di Singaraja kemarin.
"Kami sudah sampaikan sebelumnya ke Dewan Kehormatan DPD RI dan besok (hari ini) kami akan sampaikan ke Kantor DPD RI Perwakilan Bali terkait pernyataan sikap kami terhadap AWK. Kami tegaskan bahwa penistaan terhadap Agama Hindu oleh siapa pun, tentu harus diproses dengan hukum yang berlaku dan tidak pandang bulu," tegas Jro Hartawan.
Jro Hartawan mengaku akan terus mengawal dan berharap tuntutannya akan diindahkan oleh Dewan Kehormatan DPD RI, sehingga tidak perlu melakukan cara-cara atau gerakan yang akan berdampak pada situasi dan ekonomi Bali. Jika tidak diindahkan, maka Dekorda Puskor Hindunesia Buleleng akan meneruskan tuntutan tersebut kepada Presiden Jowi.
Sedangkan Ketua MDA Kabupaten Buleleng, Dewa Putu Budarsa, mendukung penuh tuntutan Dekorda Puskor Hindunesia Buleleng atas AWK. Dewa Budarsa pun segera akan mengirimkan surat pernyataan sikap tersebut ke Dewan Kehormatan DPD RI, agar nantinya ada tindakan tegas terhadap AWK.
Menurut Dewa Budarsa, MDA Provinsi Bali juga sudah memberikan pernyataan yang poinnya sangat menyesalkan ucapan AWK. "MDA Provinsi Bali memang sangat menyesalkan pernyataan AWK yang menimbulkan polemik hingga serentetan unjuk rasa. Memang ada penyataan AWK sangat merusak tatanan Hindu kita. AWK menyatakan bahwa yang melinggih di Pura Dalem Ped dan Tohlangkir adalah makhluk, bukan Ida Bhatara. Ini sangat disayangkan oleh krama Hindu di Bali," sesal Dewa Budarsa.
Sementara itu, AWK balik menuding MDA Provinsi Bali salah sasaran. Sebab, MDA seharusnya mengurusi adat saja. "Kalau benar MDA mengirim surat ke DPD RI, itu suratnya salah sasaran, tidak tepat. Karena sesuai dengan Perda Nomor 4 Tahun 2019, MDA itu hanya mengurusi tentang adat, bukan mengurusi politik. Itu rentan digugat atau dimasalahkan. Saya pertimbangkan itu," warning AWK saat dikon-firmasi NusaBali per telepon, tadi malam.
AWK meminta MDA Provinsi Bali harusnya menenangkan masyarakat dan memediasi ketika ada persoalan di Bali. "Tidak mengeluarkan surat secara sepihak," kritiknya.
AWK menyebutkan, MDA belum pernah bertemu dan ada klarifikasi dengan dirinya sebagai anggota DPD RI Dapil Bali. "Kalau mau dibawa ke DPD RI, ingat DPD RI sangat solid. Buat kami, justru ini bisa dituntut balik karena mencermarkan nama baik," ancam AWK.
Menurut AWK, saat terjadi kasus pemukulan dirinya di Kantor DPD RI, kawasan Niti Mandala Denpasar sepekan lalu, justru mendapatkan perhatian dari Ketua DPD RI La Nyalla Mattalitti. "Bapak Ketua DPD RI yang menelepon saya langsung agar kasus pemukulan itu diproses secara hukum. Apalagi, AWK sedang bertugas di Dapil. Penganiayaan itu terjadi di Kantor DPD RI yang merupakan aset pemerintah," terang AWK. "Jadi, surat MDA itu bagi saya biasa saja. Tidak ada kekhawatiran buat saya. Dan, saya tegaskan MDA jangan jadi alat kekuasaan," lanjutnya. *nat,cr75,k22
1
Komentar