Soal AWK, Kadek Arimbawa Janji Kawal Pelaporan Masyarakat ke BK DPD RI
GIANYAR, NusaBali
Setelah memilih diam, akhirnya Kadek Arimbawa tak kuasa ikut menyatakan kekecewaan terkait pernyataan Arya Wedakarna (AWK) terhadap Ida Bhatara Dalem Ped yang berstana di Pura Dalem Ped, Desa Ped, Kecamatan Nusa Penida.
“Saya sebenarnya mau diam saja, istri saya juga menganjurkan saya diam dan tidak menambah kegaduhan yang mungkin bisa terjadi. Tapi saya tidak bisa, saya merasa bersalah jika diam saja,” kata Arimbawa, Kamis (5/11).
Seniman dan politisi kelahiran Desa Kamasan Klungkung ini mengaku bukan semata-mata menghormati Susuhunan Ida Bhatara Dalem Ped. Lebih dari itu Arimbawa mengaku punya ikatan bathin sangat kuat dengan Pura Dalem Ped di Nusa Penida. “Hubungan saya pribadi ring Ida Bhatara Susuhunan Ratu Dalem Ped sangat mendalam. Dulu, sebelum menjadi anggota DPD RI selama 10 tahun, saya seorang pelawak seniman. Titiyang nunas taksu Ida Bhatara Susuhunan ring Nusa Penida, ring Pura Dalem Ped,” kata anggota DPD RI 2009-2014 dan 2014-2019 ini.
Sebagaimana diketahui pada era 2000an, Arimbawa sempat bergabung dengan Paguyuban Lawak Bali. Kariernya kemudian melesat di panggung seni Bali, hingga mengantarkannya sebagai senator DPD RI yang terpilih dua periode beruntun. “Sane mangkin di rumah titiyang masih titiyang sungsung Ida magenah niki ring kamar suci titiyang,” ungkap Arimbawa.
Karena itulah saat AWK memberikan pernyataan soal simbol-simbol yang diyakini oleh krama Hindu di Pulau Dewata, Arimbawa merasa kekecewaan luar biasa. “Tadinya titiyang tidak mau ikut dalam kegaduhan ini, tapi panggilan hati titiyang bahwasanya video yang viral menyebabkan rasa panggilan hati titiyang,” kata sosok yang dulu dikenal dengan nama Lolak ini.
Terkait kegaduhan yang terjadi belakangan ini, lanjut Arimbawa, dirinya memahami bagaimana masyarakat Bali, khususnya Nusa Penida sampai melakukan aksi dalam beberapa hari belakangan ini. Namun diingatkannya bahwa agar aksi yang dilakukan elemen masyarakat tetap berpijak pada konstitusi. “Saya juga menyesalkan jika terjadi aksi anarkis,” ujar Arimbawa menyoal peristiwa yang terjadi di Gedung DPD RI Provinsi Bali pada Jumat (30/10) lalu.
Langkah krama dalam beberapa hari terakhir pun dimaklumi oleh Arimbawa asalkan tidak anarkis dan tetap menjalankan protokol kesehatan lantaran saat ini masih terjadi pandemi Covid-19. “Saya harapkan tetap menempuh sesuai konstitusi berpayung hukum. Silakan saja kepada seluruh umat sedharma untuk menjalankan laporannya, baik di kepolisian maupun Badan Kehormatan DPD RI. Khusus pelaporan ke DPD RI, saya siap turut mengawal bersama-sama secara konstitusional,” kata Arimbawa yang hafal dengan lika-liku DPD RI lantaran pengalaman sebagai anggota selama 10 tahun.
Arimbawa mengingatkan bahwa AWK boleh-boleh saja memiliki pemahaman berbeda tentang sebuah keyakinan. Tapi manakala keyakinan itu diungkapkan di ruang publik, maka menjadi hal yang tidak tepat. “Tupoksinya bukan di bidang agama, jadi tidak tepat jika melakukan penilaian dan pandangan-pandangan soal keyakinan yang sudah dijalankan oleh masyarakat Bali,” sorot Arimbawa.
Arimbawa pun mempertanyakan latar belakang AWK yang menyebut sosok yang sangat disucikan orang Bali dikatakan sebagai makhluk, seperti Ratu Hyang, Bathara Hyang Tohlangkir, Ratu Gede. “Ya jelas membuat ketersingungan umat," ujarnya.
Dukungan pun diberikan Arimbawa terhadap langkah yang dilakukan oleh Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali yang akan berkirim surat kepada BK DPD RI di Jakarta untuk mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh dan sebagaimana mestinya terhadap perilaku anggota DPD RI atas nama AWK. “Saya mendukung langkah-langkah dari MDA,” kata Arimbawa.
Desakan mundur dan pelaporan AWK memang terus berkumandang sejak pekan lalu. Sebelumnya, desakan mundur disuarakan elemen Semeton Nusa Penida saat melakukan Aksi Damai di depan Monumen Puputan Klungkung, pada Selasa (3/11) pagi. Desakan serupa juga terjadi saat aksi massa yang menamakan diri Forum Komunikasi Taksu Bali di depan Kantor DPD RI Jalan Cok Agung Tresna pada Selasa siang.*
Seniman dan politisi kelahiran Desa Kamasan Klungkung ini mengaku bukan semata-mata menghormati Susuhunan Ida Bhatara Dalem Ped. Lebih dari itu Arimbawa mengaku punya ikatan bathin sangat kuat dengan Pura Dalem Ped di Nusa Penida. “Hubungan saya pribadi ring Ida Bhatara Susuhunan Ratu Dalem Ped sangat mendalam. Dulu, sebelum menjadi anggota DPD RI selama 10 tahun, saya seorang pelawak seniman. Titiyang nunas taksu Ida Bhatara Susuhunan ring Nusa Penida, ring Pura Dalem Ped,” kata anggota DPD RI 2009-2014 dan 2014-2019 ini.
Sebagaimana diketahui pada era 2000an, Arimbawa sempat bergabung dengan Paguyuban Lawak Bali. Kariernya kemudian melesat di panggung seni Bali, hingga mengantarkannya sebagai senator DPD RI yang terpilih dua periode beruntun. “Sane mangkin di rumah titiyang masih titiyang sungsung Ida magenah niki ring kamar suci titiyang,” ungkap Arimbawa.
Karena itulah saat AWK memberikan pernyataan soal simbol-simbol yang diyakini oleh krama Hindu di Pulau Dewata, Arimbawa merasa kekecewaan luar biasa. “Tadinya titiyang tidak mau ikut dalam kegaduhan ini, tapi panggilan hati titiyang bahwasanya video yang viral menyebabkan rasa panggilan hati titiyang,” kata sosok yang dulu dikenal dengan nama Lolak ini.
Terkait kegaduhan yang terjadi belakangan ini, lanjut Arimbawa, dirinya memahami bagaimana masyarakat Bali, khususnya Nusa Penida sampai melakukan aksi dalam beberapa hari belakangan ini. Namun diingatkannya bahwa agar aksi yang dilakukan elemen masyarakat tetap berpijak pada konstitusi. “Saya juga menyesalkan jika terjadi aksi anarkis,” ujar Arimbawa menyoal peristiwa yang terjadi di Gedung DPD RI Provinsi Bali pada Jumat (30/10) lalu.
Langkah krama dalam beberapa hari terakhir pun dimaklumi oleh Arimbawa asalkan tidak anarkis dan tetap menjalankan protokol kesehatan lantaran saat ini masih terjadi pandemi Covid-19. “Saya harapkan tetap menempuh sesuai konstitusi berpayung hukum. Silakan saja kepada seluruh umat sedharma untuk menjalankan laporannya, baik di kepolisian maupun Badan Kehormatan DPD RI. Khusus pelaporan ke DPD RI, saya siap turut mengawal bersama-sama secara konstitusional,” kata Arimbawa yang hafal dengan lika-liku DPD RI lantaran pengalaman sebagai anggota selama 10 tahun.
Arimbawa mengingatkan bahwa AWK boleh-boleh saja memiliki pemahaman berbeda tentang sebuah keyakinan. Tapi manakala keyakinan itu diungkapkan di ruang publik, maka menjadi hal yang tidak tepat. “Tupoksinya bukan di bidang agama, jadi tidak tepat jika melakukan penilaian dan pandangan-pandangan soal keyakinan yang sudah dijalankan oleh masyarakat Bali,” sorot Arimbawa.
Arimbawa pun mempertanyakan latar belakang AWK yang menyebut sosok yang sangat disucikan orang Bali dikatakan sebagai makhluk, seperti Ratu Hyang, Bathara Hyang Tohlangkir, Ratu Gede. “Ya jelas membuat ketersingungan umat," ujarnya.
Dukungan pun diberikan Arimbawa terhadap langkah yang dilakukan oleh Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali yang akan berkirim surat kepada BK DPD RI di Jakarta untuk mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh dan sebagaimana mestinya terhadap perilaku anggota DPD RI atas nama AWK. “Saya mendukung langkah-langkah dari MDA,” kata Arimbawa.
Desakan mundur dan pelaporan AWK memang terus berkumandang sejak pekan lalu. Sebelumnya, desakan mundur disuarakan elemen Semeton Nusa Penida saat melakukan Aksi Damai di depan Monumen Puputan Klungkung, pada Selasa (3/11) pagi. Desakan serupa juga terjadi saat aksi massa yang menamakan diri Forum Komunikasi Taksu Bali di depan Kantor DPD RI Jalan Cok Agung Tresna pada Selasa siang.*
1
Komentar