Gubernur Koster Dukung Reformasi Perizinan Berbasis RDTR
Didaulat Menjadi Narasumber dalam Acara Talkshow Tata Ruang Pasca UU Cipta Kerja
DENPASAR, NusaBali
Gubernur Bali Wayan Koster dukung reformasi perizinan berbasis Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang diatur dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja (Ciptaker).
Reformasi ini diharapkan dapat menyederhanakan proses perizinan, sehingga segala bentuk izin bisa diperoleh lebih cepat, mudah, murah, dan berpihak kepada rakyat kecil. Penegasan ini disampaikan Gubernur Koster saat didaulat menjadi narasumber dalam acara Talkshow Tata Ruang Pasca UU Ciptaker dengan tema ‘Kupas Tuntas Reformasi Perizinan Berbasis RDTR’, yang dilaksanakan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Kamis (5/11) siang. Talkshow tersebut dilaksanakan dengan dua pola: sebagian narasumber dan peserta hadir langsung di Aula Prona Lantai 7 Gedung Kementerian ATR/BPN di Jakarta, sementara Gubernur Koster mengikutinya secara virtual dari Rumah Jabatan Komplek Jaya Sabha Denpasar.
Gubernur Koster mengapresiasi dan memuji langkah pemerintah mengeluarkan UU Ciptaker. Apresiasi dan pujian ini bukannya tanpa alasan. Koster menyebutkan, sebelum menyampaikan pendapat tentang sebuah undang-undang, dirinya terlebih dulu harus memahami secara utuh, detail, hingga titik dan komanya.
“Saya tiga periode duduk di DPR RI. Ada 20 undang-undang yang dirancang. Tapi, belum pernah ada undang-undang yang kontennya komprehensif seperti UU Cipta Kerja ini,” jelas politisi senior asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng mantan anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PDIP Dapil Bali tiga periode (2004-2009, 2009-2014, 2014-2018) ini.
Selain komprehensif, kata Koster, apa yang dimuat dalam UU Ciptaker juga dimaksudkan untuk menghilangkan ego sektoral yang selama ini menjadi hambatan dalam proses perizinan. Menurut Koster, UU Ciptaker ini merupakan terobosan luar biasa yang dilakukan pemerintah untuk mengharmoniskan antar-sektor.
Koster berharap implementasi UU Ciptaker ini dapat mengubah perilaku di bidang perizinan yang cenderung bikin susah, birokrasinya panjang, berbelit-belit, dan tidak ada kejelasan standar. Koster lantas mencontohkan proses pengeluaran izin hotel dan restoran di daerah Bali.
“Ada yang sampai bertahun-tahun tunggu izin, ada juga yang bisa cepat, ada yang bayar, ada yang gratis. Tidak ada standar yang sama antar kabupaten/kota di Bali. Padahal, jenis izinnya sama,” tegas Koster yang juga sempat lama bertugas di Badan Anggaran (Banggar) DPR RI.
Koster menilai UU Ciptaker merupakan satu langkah strategis pemerintah untuk mewujudkan standarisasi bidang perizinan, sehingga tidak ada lagi perbedaan yang terlalu jauh terkait waktu dan biaya pengurusan izin antar kabupaten/kota. “Saya harapkan kita akan memiliki proses perizinan yang sederhana, murah, cepat, dan berpihak kepada rakyat,” harapnya.
Menurut Koster, Bali juga sangat berkepentingan dengan reformasi perizinan, karena saat ini tengah fokus pada pengembangan Koperasi dan UMKM. Dengan penyederhanaan proses perizinan, Koster ingin pelaku UMKM di Bali bisa lebih mudah mengembangkan usaha. Oleh sebab itu, ia sangat berharap pemerintah segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) sehingga undang-undang ini dapat segera dilaksanakan. “Kami menunggu tindaklanjut dari undang-undang ini dan siap me-laksanakannya,” pungkasnya.
Sementara itu, Menteri ATR/BPN, Sofyan Djalil, dalam paparannya menguraikan bahwa salah satu tujuan dikeluarkannya UU Ciptaker adalah untuk menyederhanakan proses perizinan. Menurut Sofyan, regulasi sebelumnya dinilai menghambat dan tidak berpihak pada UMKM. “Undang-undang Cipta Kerja ini mengusung semangat perubahan. Kita ingin UMKM berkembang dan menciptakan lebih banyak lagi lapangan kerja,” terang Sofyan.
Khusus untuk bidang ATR/BPN, kata Sofyan, sistem perizinan nantinya akan berbasis Geopasial Tata Ruang (Gistaru). “Kita harapkan akan jauh lebih baik. Mau investasi apa, cukup lihat di Gistaru,” katanya.
Paparan senada juga disampaikan Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki. Menurut Teten, selama ini rumitnya proses dan banyaknya syarat yang harus dipenuhi, sehingga kebanyakan UMKM tidak mengantongi izin usaha dan pada akhirnya tetap masuk dalam kelompok sektor informal. “Kita berharap UU Cipta Kerja menjadi angin segar bagi pelaku UMKM, agar ke depan dapat berkembang dan memiliki daya saing,” tandas aktivis antikorupsi ini. *nat
Gubernur Koster mengapresiasi dan memuji langkah pemerintah mengeluarkan UU Ciptaker. Apresiasi dan pujian ini bukannya tanpa alasan. Koster menyebutkan, sebelum menyampaikan pendapat tentang sebuah undang-undang, dirinya terlebih dulu harus memahami secara utuh, detail, hingga titik dan komanya.
“Saya tiga periode duduk di DPR RI. Ada 20 undang-undang yang dirancang. Tapi, belum pernah ada undang-undang yang kontennya komprehensif seperti UU Cipta Kerja ini,” jelas politisi senior asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng mantan anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PDIP Dapil Bali tiga periode (2004-2009, 2009-2014, 2014-2018) ini.
Selain komprehensif, kata Koster, apa yang dimuat dalam UU Ciptaker juga dimaksudkan untuk menghilangkan ego sektoral yang selama ini menjadi hambatan dalam proses perizinan. Menurut Koster, UU Ciptaker ini merupakan terobosan luar biasa yang dilakukan pemerintah untuk mengharmoniskan antar-sektor.
Koster berharap implementasi UU Ciptaker ini dapat mengubah perilaku di bidang perizinan yang cenderung bikin susah, birokrasinya panjang, berbelit-belit, dan tidak ada kejelasan standar. Koster lantas mencontohkan proses pengeluaran izin hotel dan restoran di daerah Bali.
“Ada yang sampai bertahun-tahun tunggu izin, ada juga yang bisa cepat, ada yang bayar, ada yang gratis. Tidak ada standar yang sama antar kabupaten/kota di Bali. Padahal, jenis izinnya sama,” tegas Koster yang juga sempat lama bertugas di Badan Anggaran (Banggar) DPR RI.
Koster menilai UU Ciptaker merupakan satu langkah strategis pemerintah untuk mewujudkan standarisasi bidang perizinan, sehingga tidak ada lagi perbedaan yang terlalu jauh terkait waktu dan biaya pengurusan izin antar kabupaten/kota. “Saya harapkan kita akan memiliki proses perizinan yang sederhana, murah, cepat, dan berpihak kepada rakyat,” harapnya.
Menurut Koster, Bali juga sangat berkepentingan dengan reformasi perizinan, karena saat ini tengah fokus pada pengembangan Koperasi dan UMKM. Dengan penyederhanaan proses perizinan, Koster ingin pelaku UMKM di Bali bisa lebih mudah mengembangkan usaha. Oleh sebab itu, ia sangat berharap pemerintah segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) sehingga undang-undang ini dapat segera dilaksanakan. “Kami menunggu tindaklanjut dari undang-undang ini dan siap me-laksanakannya,” pungkasnya.
Sementara itu, Menteri ATR/BPN, Sofyan Djalil, dalam paparannya menguraikan bahwa salah satu tujuan dikeluarkannya UU Ciptaker adalah untuk menyederhanakan proses perizinan. Menurut Sofyan, regulasi sebelumnya dinilai menghambat dan tidak berpihak pada UMKM. “Undang-undang Cipta Kerja ini mengusung semangat perubahan. Kita ingin UMKM berkembang dan menciptakan lebih banyak lagi lapangan kerja,” terang Sofyan.
Khusus untuk bidang ATR/BPN, kata Sofyan, sistem perizinan nantinya akan berbasis Geopasial Tata Ruang (Gistaru). “Kita harapkan akan jauh lebih baik. Mau investasi apa, cukup lihat di Gistaru,” katanya.
Paparan senada juga disampaikan Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki. Menurut Teten, selama ini rumitnya proses dan banyaknya syarat yang harus dipenuhi, sehingga kebanyakan UMKM tidak mengantongi izin usaha dan pada akhirnya tetap masuk dalam kelompok sektor informal. “Kita berharap UU Cipta Kerja menjadi angin segar bagi pelaku UMKM, agar ke depan dapat berkembang dan memiliki daya saing,” tandas aktivis antikorupsi ini. *nat
Komentar