Tanah Sumberkelampok Ditarget Tuntas 2021
Komisi I DPRD Bali Merasa Belum Perlu Bentuk Pansus
Informasinya, 30 persen dari 514 hektare tanah kosong di Desa Sumberkelampok akan diminta pemerintah sebagai lahan pembangunan bandara
DENPASAR, NusaBali
Komisi I DPRD Bali (yang antara lain membidangi agraria dan aset daerah), targetkan penyelesaian masalah lahan di Desa Sumber-kelampok, Kecamatan Gerokgak, Buleleng (Barat) bisa tuntas tahun 2021. Sejauh ini, Komisi I DPRD Bali belum merasa perlu membentuk panitia khusus (Pansus) penyelesaian lahan di Desa Sumberkelampok yang sudah jadi masalah sejak 32 tahun silam.
Ketua Komisi I DPRD Bali, I Nyoman Adnyana, mengatakan pihaknya akan kawal penyelesaian masalah konflik agraria di Desa Sumberkelampok. Komisi I DPRD Bali pun sudah sempat terjun ke Desa Sumberkelampok bersama jajaran Pemprov Bali dan Pemkab Buleleng, untuk bertemu masyarakat setempat. “Komunikasi sudah jalan. Nanti prosesnya akan dilakukan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Kami Komisi I DPRD Bali akan kawal proses ini supaya tuntas tahun depan," tandas Adnyana, Minggu (8/11).
Menurut Adnyana, sejauh ini belum mendesak dibentuk Pansus DPRD Bali untuk penyelesaian persoalan agraria di Desa Sumberkelampok. Pasalnya, kawasan itu pada dasarnya adalah tanah negara. Beda dengan kasus-kasus tanah yang pernah ditangani Komisi I DPRD Bali, yang melibatkan banyak pihak.
“Kalau lahan di Desa Sumberkelampok itu kan tanah negara. Persoalannya ya antara pemerintah dan masyarakat setepat saja," papar politisi senior PDIP asal Desa Sekaan, Kecamatan Kintamani, Bangli ini.
Adnyana menegaskan, paling tidak untuk sertifikasi lahan warga supaya punya kekuatan hukum yang diatur dalam Undang-undang, bisa selesai tahun 2021 mendatang. "Proses ini kami kawal. Yang terpenting sekarang, situasi kondusif dan masyarakat juga sudah mengerti kondisi dan perkembangan. Karena kita sudah jajaki dengan pertemuan dan komunikasi beberapa kali," katanya.
Disebutkan, sempat ada miskomunikasi dan isu akan dilakukan relokasi terhadap warga Desa Sumberkelampok. Adnyana menegaskan isu tersebut tidak benar dan masyarakat Desa Sumberkelampok pun sudah memahaminya. “Ada komunikasi yang belum tersampaikan kepada masyarakat setempat terkait masalah rencana pembangunan bandara," tegas Adnyana.
Sementara, informasi yang dihimpun NusaBali, dari luas lahan sekitar 615 hektare di Desa Sumberkelampok, sebanyak 65,5 hektare di antaranya sudah dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk pekarangan rumah (pemukiman). Lahan seluas 65,5 hektare itu rencananya tetap akan diberikan kepada masyarakat, ditandai dengan penerbitan sertifikat hak milik (SHM). Begitu juga dengan fasilitas umum yang ada, seperti jalan, pura, hingga setra (kuburan), sudah dihitung.
Sedangkan sisanya 514 hektare lahan kosong yang tidak ditempati masyarakat, di mana 30 persennya atau sekitar 154,2 hektare akan diminta pemerintah sebagai lahan pembangunan bandara. Sementara 70 persen dari 514 hektare atau sekitar 359,8 hektare akan diberikan kepada masyarakat yang sudah mengelola lahan tersebut selama puluhan tahun.
Sementara itu, Ketua DPRD Bali. Nyoman Adi Wiryatama, mengatakan kalau bisa penyelesaian masalah lahan di Desa Sumberkelampok harus dilakukan lebih cepat. "Kita akan selesaikan secepatnya, karena numpuk-numpuk terus ini. Bertahun-tahun masalah ini ditumpuk tanpa ada kejelasan untuk masyarakat. Jadi, semakin cepat, kian baguslah," ujar Adi Wiryatama saat dikonfirmasi NusaBali terpisah, Minggu kemarin.
Adi Wiryatama menegaskan, dalam proses penyelesaian sertifikasi tanah yang dimohonkan masyarakat Desa Sumberkelampok ke Komisi I DPRD Bali sebagai leading sektor, akan dikomunikasikan dengan stakeholder seperti Pemprov Bali, Badan Pertanahan Nasional, dan Pemkab Buleleng. Selain itu, komunikasi dengan masyarakat juga terus dilakukan dalam penyelesaian persoalan lahan di Desa Sumberke-lampok.
"Persoalan di Desa Suimberkelampok ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Kasusnya sudah berulang tahun sampai puluhan tahun ini nggak selesai," tegas politisi senior PDIP yang juga mantan Bupati Tabanan dua kali periode (2000-2005, 2005-2010) ini.
Sebelumnya, Pemprov Bali, DPRD Bali, dan Pemkab Buleleng sempat duduk bersama ratusan masyarakat Desa Sumberkelampok dalam kegiatan doa bersama di Pura Perjuangan, Banjar Sumber Batok, Desa Adat Sumberkelampok, Sabtu (7/11) pagi. Pertemuan ini sebagai bagian upaya penyelesaian masalah tanah terkait rencana pembangunan bandara internasional di Desa Sumberkelampok.
Tokoh yang hadir dalam kegiatan tersebut, antara lain, Sekda Provinsi Bali Dewa Made Indra, Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatama, Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana, Wakil Bupati Buleleng I Nyoman Sutjidra, anggota Fraksi PDIP DPRD Bali Dapil Buleleng I Ketut Rochineng, hingga Ketua Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) Bali Ni Made Indrawati.
Sekda Dewa Indra menyebutkan, Pemprov Bali telah berupaya menyelesaikan persoalan pertanahan di Desa Sumberkelampok ini. Pemprov Bali pun sudah berkali-kali duduk bersama melakukan perundingan dengan perwakilan masyarakat Desa Sumberkelampok dan Tim 9 Penyelesaian Tanah Desa Sumberkelampok.
Upaya penyelesaian konflik agraria yang sudah berlarut selama puluhan tahun ini juga dilakukan mengingat rencana penggeseran lokasi pembangunan Bandara Bali Utara dari sebelumnya direncanakan di Desa/Kecamatan Kubutambahan, Buleleng (timur) ke wilayah Desa Sumberklampok.
Sekda Sekda Dewa Indra membeberkan rencana pemerintah pusat membangun bandara bertaraf internasional di wilayah Buleleng kepada masyarakat Desa Sumberkelampok. Menurut Dewa Indra, pembangunan bandara tersebut bertujuan untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.
"Kami meyakini bandara merupakan salah satu titik yang menggerakkan perekonomian. Dengan adanya bandara, maka lapangan pekerjaan akan tercipta dan ekonomi akan berkembang. Jadi, bandara ini penting untuk menggerakkan ekonomi masyarakat, bukan hanya untuk mengangkut orang saja," kata Dewa Indra saat itu. *nat
Komisi I DPRD Bali (yang antara lain membidangi agraria dan aset daerah), targetkan penyelesaian masalah lahan di Desa Sumber-kelampok, Kecamatan Gerokgak, Buleleng (Barat) bisa tuntas tahun 2021. Sejauh ini, Komisi I DPRD Bali belum merasa perlu membentuk panitia khusus (Pansus) penyelesaian lahan di Desa Sumberkelampok yang sudah jadi masalah sejak 32 tahun silam.
Ketua Komisi I DPRD Bali, I Nyoman Adnyana, mengatakan pihaknya akan kawal penyelesaian masalah konflik agraria di Desa Sumberkelampok. Komisi I DPRD Bali pun sudah sempat terjun ke Desa Sumberkelampok bersama jajaran Pemprov Bali dan Pemkab Buleleng, untuk bertemu masyarakat setempat. “Komunikasi sudah jalan. Nanti prosesnya akan dilakukan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Kami Komisi I DPRD Bali akan kawal proses ini supaya tuntas tahun depan," tandas Adnyana, Minggu (8/11).
Menurut Adnyana, sejauh ini belum mendesak dibentuk Pansus DPRD Bali untuk penyelesaian persoalan agraria di Desa Sumberkelampok. Pasalnya, kawasan itu pada dasarnya adalah tanah negara. Beda dengan kasus-kasus tanah yang pernah ditangani Komisi I DPRD Bali, yang melibatkan banyak pihak.
“Kalau lahan di Desa Sumberkelampok itu kan tanah negara. Persoalannya ya antara pemerintah dan masyarakat setepat saja," papar politisi senior PDIP asal Desa Sekaan, Kecamatan Kintamani, Bangli ini.
Adnyana menegaskan, paling tidak untuk sertifikasi lahan warga supaya punya kekuatan hukum yang diatur dalam Undang-undang, bisa selesai tahun 2021 mendatang. "Proses ini kami kawal. Yang terpenting sekarang, situasi kondusif dan masyarakat juga sudah mengerti kondisi dan perkembangan. Karena kita sudah jajaki dengan pertemuan dan komunikasi beberapa kali," katanya.
Disebutkan, sempat ada miskomunikasi dan isu akan dilakukan relokasi terhadap warga Desa Sumberkelampok. Adnyana menegaskan isu tersebut tidak benar dan masyarakat Desa Sumberkelampok pun sudah memahaminya. “Ada komunikasi yang belum tersampaikan kepada masyarakat setempat terkait masalah rencana pembangunan bandara," tegas Adnyana.
Sementara, informasi yang dihimpun NusaBali, dari luas lahan sekitar 615 hektare di Desa Sumberkelampok, sebanyak 65,5 hektare di antaranya sudah dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk pekarangan rumah (pemukiman). Lahan seluas 65,5 hektare itu rencananya tetap akan diberikan kepada masyarakat, ditandai dengan penerbitan sertifikat hak milik (SHM). Begitu juga dengan fasilitas umum yang ada, seperti jalan, pura, hingga setra (kuburan), sudah dihitung.
Sedangkan sisanya 514 hektare lahan kosong yang tidak ditempati masyarakat, di mana 30 persennya atau sekitar 154,2 hektare akan diminta pemerintah sebagai lahan pembangunan bandara. Sementara 70 persen dari 514 hektare atau sekitar 359,8 hektare akan diberikan kepada masyarakat yang sudah mengelola lahan tersebut selama puluhan tahun.
Sementara itu, Ketua DPRD Bali. Nyoman Adi Wiryatama, mengatakan kalau bisa penyelesaian masalah lahan di Desa Sumberkelampok harus dilakukan lebih cepat. "Kita akan selesaikan secepatnya, karena numpuk-numpuk terus ini. Bertahun-tahun masalah ini ditumpuk tanpa ada kejelasan untuk masyarakat. Jadi, semakin cepat, kian baguslah," ujar Adi Wiryatama saat dikonfirmasi NusaBali terpisah, Minggu kemarin.
Adi Wiryatama menegaskan, dalam proses penyelesaian sertifikasi tanah yang dimohonkan masyarakat Desa Sumberkelampok ke Komisi I DPRD Bali sebagai leading sektor, akan dikomunikasikan dengan stakeholder seperti Pemprov Bali, Badan Pertanahan Nasional, dan Pemkab Buleleng. Selain itu, komunikasi dengan masyarakat juga terus dilakukan dalam penyelesaian persoalan lahan di Desa Sumberke-lampok.
"Persoalan di Desa Suimberkelampok ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Kasusnya sudah berulang tahun sampai puluhan tahun ini nggak selesai," tegas politisi senior PDIP yang juga mantan Bupati Tabanan dua kali periode (2000-2005, 2005-2010) ini.
Sebelumnya, Pemprov Bali, DPRD Bali, dan Pemkab Buleleng sempat duduk bersama ratusan masyarakat Desa Sumberkelampok dalam kegiatan doa bersama di Pura Perjuangan, Banjar Sumber Batok, Desa Adat Sumberkelampok, Sabtu (7/11) pagi. Pertemuan ini sebagai bagian upaya penyelesaian masalah tanah terkait rencana pembangunan bandara internasional di Desa Sumberkelampok.
Tokoh yang hadir dalam kegiatan tersebut, antara lain, Sekda Provinsi Bali Dewa Made Indra, Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatama, Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana, Wakil Bupati Buleleng I Nyoman Sutjidra, anggota Fraksi PDIP DPRD Bali Dapil Buleleng I Ketut Rochineng, hingga Ketua Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) Bali Ni Made Indrawati.
Sekda Dewa Indra menyebutkan, Pemprov Bali telah berupaya menyelesaikan persoalan pertanahan di Desa Sumberkelampok ini. Pemprov Bali pun sudah berkali-kali duduk bersama melakukan perundingan dengan perwakilan masyarakat Desa Sumberkelampok dan Tim 9 Penyelesaian Tanah Desa Sumberkelampok.
Upaya penyelesaian konflik agraria yang sudah berlarut selama puluhan tahun ini juga dilakukan mengingat rencana penggeseran lokasi pembangunan Bandara Bali Utara dari sebelumnya direncanakan di Desa/Kecamatan Kubutambahan, Buleleng (timur) ke wilayah Desa Sumberklampok.
Sekda Sekda Dewa Indra membeberkan rencana pemerintah pusat membangun bandara bertaraf internasional di wilayah Buleleng kepada masyarakat Desa Sumberkelampok. Menurut Dewa Indra, pembangunan bandara tersebut bertujuan untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.
"Kami meyakini bandara merupakan salah satu titik yang menggerakkan perekonomian. Dengan adanya bandara, maka lapangan pekerjaan akan tercipta dan ekonomi akan berkembang. Jadi, bandara ini penting untuk menggerakkan ekonomi masyarakat, bukan hanya untuk mengangkut orang saja," kata Dewa Indra saat itu. *nat
Komentar