Giliran Sopir Online Nglurug DPRD Bali
Dewan akan memperjuangkan aspirasi para sopir online ini selama sesuai dengan Undang-undang yang berlaku.
DENPASAR,NusaBali
Polemik tentang angkutan online di Bali semakin ‘memanas’. Setelah sebelumnya, ribuan sopir lokal yang tergabung dalam Aliansi Sopir Transport Bali (Alstar-B) nglurug kantor Gubernur dan DPRD Bali di kawasan Niti Mandala, Denpasar. Kali ini, ratusan sopir dari Paguyuban Taksi Online Bali (PTOB) mendatangi tempat yang sama, Rabu (26/10) siang. Kedatangan para sopir taksi online ini untuk mengadukan aksi anarkis yang mereka alami di lapangan.
Kedatangan ratusan sopir angkutan online ini dipimpin Koordinator PTOB, Aryanto dan penanggungjawab I Wayan Suata. Mereka diterima pimpinan dan anggota Komisi III DPRD Bali.
Wayan Suata dihadapan Komisi III yang dipimpin I Nengah Tamba mengatakan, aksi anarkis oleh sekelompok orang terhadap anggota PTOB dialami di Bandara Ngurah Rai, kawasan Wisata Kuta- Legian, kawasan Wisata Canggu-Kuta Utara dan beberapa wilayah di Bali. “Padahal anggota PTOB ini sudah jelas punya izin. Mereka berada dan bernaung dibawah Koperasi ASAPF (Asosiasi Angkutan Pariwisata Freelance) Bali. Jadi mereka resmi izinnya. Operasinya pakai online (aplikasi),” ujar Suata.
Menurut Suata, kalau ada pemaksaaan kehendak dengan aksi anarkis jelas bisa diadukan ke penegak hukum. “Apalagi ada pencabutan kunci dan perampasan ponsel para pengemudi taksi online di lapangan. Ini sudah kekerasan yang bisa dipidanakan. Taksi online ini telah menyerap 100 ribu pekerja,” katanya.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPRD Provinsi Bali, I Nengah Tamba mengatakan bahwa aspirasi yang disampaikan akan diperjuangkan selama sesuai dengan Undang-undang yang berlaku. “Pasti didukung kalau sudah sesuai Undang-Undang. Tapi jika tidak diatur oleh Undang-Undang kita tidak bisa berbuat apa-apa, itu saja. Kita ini lembaga normatif, jadi setiap keputusan yang kita ambil itu legal normatif," ujarnya.
Tamba menambahkan, meski menyatakan menerima dan menampung aspirasi ini, namun pihaknya juga butuh waktu untuk menangani persoalan angkutan aplikasi berbasis online ini. "Kita tidak bisa terburu-buru, yang penting jaga dulu kondisifitas serta situasi keamanan. Kita itu sama-sama cari makan, nggak usah ribut-ribut," tambahnya.
Nengah Tamba berjanji akan mengundang seluruh pihak yang terkait dengan aspirasi PTOB ini. “Sekarang ini sudah semuanya berubah dan maju. Taksi Online kalau dimasalahkan ya semestinya semua urusan online juga dilarang. Tetapi apapun aspirasi teman-teman sopir online kami akan tindaklanjuti. Perlu kita duduk bersama dengan semua pihak. Nanti kami juga panggil Dishub Bali,” ujar politisi Demokrat asal Desa Kaliakah Kecamatan Jembrana ini.
Sedangkan anggota Komisi III DPRD Bali dari Fraksi PDIP I Wayan Disel Astawa, menyatakan akan menelusuri persoalan ini supaya tidak sampai terjadi gangguan keamanan dan ketertiban gara-gara terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat. “Saya melihatnya ini lebih kepada adanya persaingan usaha dan bisnis semata,” kata Disel Astawa.
Sebelumnya pada Rabu (28/9) lalu, ribuan sopir lokal yang tergabung dalam Aliansi Sopir Transport Bali (Alstar-B) juga nglurug kantor Gubernur Bali dan DPRD Bali. Mereka mendukung Surat Keputusan (SK) Gubernur Bali No.551/223/I/2016 tanggal 17 Pebruari 2016 yang melarang angkutan online seperti Uber dan GrabCar beroperasi di Bali serta meminta angkutan online agar memenuhi persyaratan seperti diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek yang menjadi payung hukum untuk usaha angkutan umum berbasis aplikasi atau online. nat
Kedatangan ratusan sopir angkutan online ini dipimpin Koordinator PTOB, Aryanto dan penanggungjawab I Wayan Suata. Mereka diterima pimpinan dan anggota Komisi III DPRD Bali.
Wayan Suata dihadapan Komisi III yang dipimpin I Nengah Tamba mengatakan, aksi anarkis oleh sekelompok orang terhadap anggota PTOB dialami di Bandara Ngurah Rai, kawasan Wisata Kuta- Legian, kawasan Wisata Canggu-Kuta Utara dan beberapa wilayah di Bali. “Padahal anggota PTOB ini sudah jelas punya izin. Mereka berada dan bernaung dibawah Koperasi ASAPF (Asosiasi Angkutan Pariwisata Freelance) Bali. Jadi mereka resmi izinnya. Operasinya pakai online (aplikasi),” ujar Suata.
Menurut Suata, kalau ada pemaksaaan kehendak dengan aksi anarkis jelas bisa diadukan ke penegak hukum. “Apalagi ada pencabutan kunci dan perampasan ponsel para pengemudi taksi online di lapangan. Ini sudah kekerasan yang bisa dipidanakan. Taksi online ini telah menyerap 100 ribu pekerja,” katanya.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPRD Provinsi Bali, I Nengah Tamba mengatakan bahwa aspirasi yang disampaikan akan diperjuangkan selama sesuai dengan Undang-undang yang berlaku. “Pasti didukung kalau sudah sesuai Undang-Undang. Tapi jika tidak diatur oleh Undang-Undang kita tidak bisa berbuat apa-apa, itu saja. Kita ini lembaga normatif, jadi setiap keputusan yang kita ambil itu legal normatif," ujarnya.
Tamba menambahkan, meski menyatakan menerima dan menampung aspirasi ini, namun pihaknya juga butuh waktu untuk menangani persoalan angkutan aplikasi berbasis online ini. "Kita tidak bisa terburu-buru, yang penting jaga dulu kondisifitas serta situasi keamanan. Kita itu sama-sama cari makan, nggak usah ribut-ribut," tambahnya.
Nengah Tamba berjanji akan mengundang seluruh pihak yang terkait dengan aspirasi PTOB ini. “Sekarang ini sudah semuanya berubah dan maju. Taksi Online kalau dimasalahkan ya semestinya semua urusan online juga dilarang. Tetapi apapun aspirasi teman-teman sopir online kami akan tindaklanjuti. Perlu kita duduk bersama dengan semua pihak. Nanti kami juga panggil Dishub Bali,” ujar politisi Demokrat asal Desa Kaliakah Kecamatan Jembrana ini.
Sedangkan anggota Komisi III DPRD Bali dari Fraksi PDIP I Wayan Disel Astawa, menyatakan akan menelusuri persoalan ini supaya tidak sampai terjadi gangguan keamanan dan ketertiban gara-gara terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat. “Saya melihatnya ini lebih kepada adanya persaingan usaha dan bisnis semata,” kata Disel Astawa.
Sebelumnya pada Rabu (28/9) lalu, ribuan sopir lokal yang tergabung dalam Aliansi Sopir Transport Bali (Alstar-B) juga nglurug kantor Gubernur Bali dan DPRD Bali. Mereka mendukung Surat Keputusan (SK) Gubernur Bali No.551/223/I/2016 tanggal 17 Pebruari 2016 yang melarang angkutan online seperti Uber dan GrabCar beroperasi di Bali serta meminta angkutan online agar memenuhi persyaratan seperti diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek yang menjadi payung hukum untuk usaha angkutan umum berbasis aplikasi atau online. nat
Komentar