Forum Taksu Bali Minta Keluarkan Hare Krishna
Kemarin Temui Pimpinan Dewan di Wantilan DPRD Bali
Ketua Umum Forum Komunikasi Taksu Bali Dwipa, Tjokorda Bagus Oka, sebut ada tokoh politik di Bali jadi bakta Hare Krishna
DENPASAR, NusaBali
Forum Komunikasi Taksu Bali Dwipa datangi Kantor DPRD Bali di kawasan Niti Mandala Denpasar, Senin (9/11) siang. Forum komunikasi yang terdiri dari berbagai elemen ini temui Pimpinan DPRD Bali untuk meminta agar Hare Krishna dikeluarkan dari pengayom Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat.
Forum Komunikasi Taksu Bali yang mendatanmgi DPRD Bali, Senin kemarin, terdiri dari Amukti Palapa, Satria Bintang Danu, Wahyu Amerta, Sameton Banjarangkan, Sameton Asak, Jaga Baya Kesambi, Paguyuban Puseh Denpasar, Siwa Murti, Poros Muda Kemanusiaan. Mereka dikoordinasikan langsung Ketua Umum Forum Komunikasi Taksu Bali Dwipa, Tjokorda Bagus Oka.
Rombongan Forum Komunikasi Taksi Bali Dwipa yang berjumlah 50 orang diterima langsung Ketua DPRD Bali I Nyoman Adi Wiryatama (dari Fraksi PDIP) dan Wakil Ketua DPRD Bali, I Nyoman Sugawa Korry (dari Fraksi Golkar). Mereka diterima berdialog di Wantilan DPRD Bali.
Ketua Umum Taksu Bali Dwipa, Tjokorda Bagus Oka, menegaskan pihaknya berjuang menegakkan adat dan budaya Bali dari rongrongan aliran Hare Krishna, yang jelas-jelas mengancam dan merusak adat, budaya, dan Agama Hindu Bali. "Kami tidak dalam konteks kepentingan politik datang ke DPRD Bali. Namun, kami berharap Bapak-bapak di DPRD Bali, dengan kekuatan politiknya, membantu kami dalam menghadapi rongrongan aliran yang merusak Agama Hindu Bali dan Adat Budaya Bali," jelas Tjok Bagus Oka di hadapan Pimpinan DPRD Bali.
Tjok Bagus Oka juga menyebutkan, ada tokoh politik di Bali yang menjadi bakta Hare Krishna. "Untuk itu, kami akan berjuang sampai ke Jakarta buat mengawal supaya pemerintah ambil sikap terhadap persoalan Hare Krishna ini," tegas tokoh dari Puri Agung Klungkung yang notabene mantan Calon Bupati Klungkung dari PDIP di Pilkada 2018 ini.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Amukti Palapa, I Ketut Sugiarta, mengatakan adat dan budaya Bali sebagai warisan leluhur kini dalam kondisi lampu kuning, karena dirongrong ajaran Hare Krishna dengan teologi Ketuhanan mereka yang menyimpang dari Agama Hindu, adat, dan budaya Bali sebagai warisan Mpu Kuturan dan kitab suci Weda.
"Kami meminta Gubernur Bali, DPRD Bali, dan Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali agar Hare Krishna segera dikeluarkan dari pengayom PHDI. Hare Krishna tidak percaya Panca Yadnya dan Panca Srada, yang diajarkan dalam Hindu," papar Ketut Sugiarta.
Rombongan Forum Komunikasi Taksu Bali Dwipa sekalian menyerahkan pernyataan sikap secara tertulis dan desakan untuk keluarkan Hare Krishna dari pengayoman PHDI, kepada Ketua DPRD Bali Adi Wiryatama. Pernyataan sikap ini nantinya akan dikawal sampai dieksekusi.
Sementara itu, Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatama kembali menegaskan sikap lembaga legislatif terhadap ajaran Hare Krishna. Menurut Adi Wiryatama, DPRD Bali sudah final dan selesai mengurusi Hare Krishna, dengan mengeluarkan surat rekomendasi kepada Gubernur Bali agar segera dilaksanakan pembubaran Hare Krishna.
"Rekomendasi kami jelas kepada Gubernur Bali supaya Hare Krishna dibubarkan, karena menimbulkan kegaduhan dan ketidaktertiban umat di Bali," tandas Adi Wiryatama.
Adi Wiryatama juga mengungkapkan sempat beberapa kali pengikut dan tokoh Hare Krishna di Bali menyurati DPRD Bali. Intinya, mereka meminta bertemu Pimpinan Dewan.
"Tapi, kami tidak pernah menggubris dan tidak mau menemui mereka, apalagi membalas suratnya. Sebab, kami sudah selesai di DPRD Bali melalui seluruh unsur pimpinan di lembaga legislatif. Kami sepakat membubarkan Hare Krishna," terang politisi senior asal Desa Angseri, Kecamatan Baturiti, Tabanan yang juga menjabat Ketua Dewan Pertimbangan Daerah (Deperda) PDIP Bali ini.
Sekarang, kata Adi Wiryatama, bolanya ada di Gubernur Bali Wayan Koster. "Bolanya sekarang ada di Gubernur Bali. Saya tegaskan Bali jangan lagi ribut dan tidak kondusif gara-gara Hare Krishna ini. Apalagi, dalam kondisi gering agung Covid-19 ini," tegas Adi Wiryatama yang juga mantan Bupati Tabanan dua kali periode (2000-2005, 2005-2010).
Sementara itu, Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali sebelumnya telah menginstruksikan seluruh 1.493 desa adat di Bali untuk tidak mengizinkan alias melarang Hare Krishna dan Sampradaya lainnya melakukan kegiatan ritualnya di setiap pura, fasilitas pedruwen desa adat, dan atau fasilitas umum yang ada di wewidangan desa adat. Keputusan ini diambil MDA Provinsi Bali dalam pesangkepan (rapat) yang diperluas bersama seluruh MDA Kabupaten/Kota Se-Bali, di Sekretariat Majelis Desa Adat Provinsi Bali, Niti Mandala Denpasar, 5 Agustus 2020 lalu.
Selain menginstrusikan seluruh 1.493 desa adat, MDA Provinsi Bali juga mengirim surat kepada PHDI Pusat dengan Nomor 166/MDA-Prov Bali/VIII/2020 perihal usulan pencabutan pengoyaman terhadap ISKCON dan Hare Krishna. Adapun usulan yang disampaikan kepada PHDI Pusat, antara lain, menyatakan bahwa Sampradaya ISKCON melalui Hare Krishna memiliki teologi keagamaan yang sangat berbeda dengan agama Hindu, sehingga tidak dapat disamakan dan/atau menjadi bagian dari agama Hindu.
Karena itu, Sampradaya termasuk Hare Krishna diusulkan untuk tidak lagi mendapatkan pengayoman dari PHDI, serta menarik buku-buku buku pelajaran dan/atau materi soal agama Hindu, berikut media publikasi lainnya yang di dalamnya terdapat materi yang bertentangan dengan ajaran Agama Hindu.
Di lain sisi, PHDI Bali juga sudah melayangkan surat Nomor 076/PHDI/Bali/VIII/2020 kepada PHDI Kabupaten/Kota se-Bali, agar berkoordinasi dengan Majelis Desa Adat (MDA) Kabupaten/Kota hingga MDA Kecamatan, untuk mengawasi kegiatan Hare Krishna. Yang diawasi adalah kegiatan Hare Krishna di luar Ashram, seperti pura dan wewidanhannya, serta tempat umum semisal pantai, lapangan, jalan raya. Bila ditemukan kegiatan Hare Krishna di luar Ashram atau tempat umum, PHDI Bali minta agar dihentikan dengan pola persuasif.
Selain itu, PHDI Bali juga sudah bersurat kepada PHDI Pusat pada 1 Agustus 2020. Dalam surat dengan Nomor 066/PHDI-Bali/VIII/2020 tersebut, PHDI Bali mengusulkan pencabutan Hare Krishna dari pengayoman PHDI Pusat. Juga dicantumkan PHDI Bali melarang kegiatan Hare Krishna di luar Ashram, seperti pura-pura di seluruh Bali. "Jadi, sikap PHDI Bali sudah tegas soal Hare Krishna ini. Kami hari ini (kemarin) menyampaikan seluruh sikap PHDI Bali kepada DPD RI," tandas Ketua PHDI Bali, I Gusti Ngurah Sudiana, beberapa waktu lalu. *nat
Forum Komunikasi Taksu Bali Dwipa datangi Kantor DPRD Bali di kawasan Niti Mandala Denpasar, Senin (9/11) siang. Forum komunikasi yang terdiri dari berbagai elemen ini temui Pimpinan DPRD Bali untuk meminta agar Hare Krishna dikeluarkan dari pengayom Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat.
Forum Komunikasi Taksu Bali yang mendatanmgi DPRD Bali, Senin kemarin, terdiri dari Amukti Palapa, Satria Bintang Danu, Wahyu Amerta, Sameton Banjarangkan, Sameton Asak, Jaga Baya Kesambi, Paguyuban Puseh Denpasar, Siwa Murti, Poros Muda Kemanusiaan. Mereka dikoordinasikan langsung Ketua Umum Forum Komunikasi Taksu Bali Dwipa, Tjokorda Bagus Oka.
Rombongan Forum Komunikasi Taksi Bali Dwipa yang berjumlah 50 orang diterima langsung Ketua DPRD Bali I Nyoman Adi Wiryatama (dari Fraksi PDIP) dan Wakil Ketua DPRD Bali, I Nyoman Sugawa Korry (dari Fraksi Golkar). Mereka diterima berdialog di Wantilan DPRD Bali.
Ketua Umum Taksu Bali Dwipa, Tjokorda Bagus Oka, menegaskan pihaknya berjuang menegakkan adat dan budaya Bali dari rongrongan aliran Hare Krishna, yang jelas-jelas mengancam dan merusak adat, budaya, dan Agama Hindu Bali. "Kami tidak dalam konteks kepentingan politik datang ke DPRD Bali. Namun, kami berharap Bapak-bapak di DPRD Bali, dengan kekuatan politiknya, membantu kami dalam menghadapi rongrongan aliran yang merusak Agama Hindu Bali dan Adat Budaya Bali," jelas Tjok Bagus Oka di hadapan Pimpinan DPRD Bali.
Tjok Bagus Oka juga menyebutkan, ada tokoh politik di Bali yang menjadi bakta Hare Krishna. "Untuk itu, kami akan berjuang sampai ke Jakarta buat mengawal supaya pemerintah ambil sikap terhadap persoalan Hare Krishna ini," tegas tokoh dari Puri Agung Klungkung yang notabene mantan Calon Bupati Klungkung dari PDIP di Pilkada 2018 ini.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Amukti Palapa, I Ketut Sugiarta, mengatakan adat dan budaya Bali sebagai warisan leluhur kini dalam kondisi lampu kuning, karena dirongrong ajaran Hare Krishna dengan teologi Ketuhanan mereka yang menyimpang dari Agama Hindu, adat, dan budaya Bali sebagai warisan Mpu Kuturan dan kitab suci Weda.
"Kami meminta Gubernur Bali, DPRD Bali, dan Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali agar Hare Krishna segera dikeluarkan dari pengayom PHDI. Hare Krishna tidak percaya Panca Yadnya dan Panca Srada, yang diajarkan dalam Hindu," papar Ketut Sugiarta.
Rombongan Forum Komunikasi Taksu Bali Dwipa sekalian menyerahkan pernyataan sikap secara tertulis dan desakan untuk keluarkan Hare Krishna dari pengayoman PHDI, kepada Ketua DPRD Bali Adi Wiryatama. Pernyataan sikap ini nantinya akan dikawal sampai dieksekusi.
Sementara itu, Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatama kembali menegaskan sikap lembaga legislatif terhadap ajaran Hare Krishna. Menurut Adi Wiryatama, DPRD Bali sudah final dan selesai mengurusi Hare Krishna, dengan mengeluarkan surat rekomendasi kepada Gubernur Bali agar segera dilaksanakan pembubaran Hare Krishna.
"Rekomendasi kami jelas kepada Gubernur Bali supaya Hare Krishna dibubarkan, karena menimbulkan kegaduhan dan ketidaktertiban umat di Bali," tandas Adi Wiryatama.
Adi Wiryatama juga mengungkapkan sempat beberapa kali pengikut dan tokoh Hare Krishna di Bali menyurati DPRD Bali. Intinya, mereka meminta bertemu Pimpinan Dewan.
"Tapi, kami tidak pernah menggubris dan tidak mau menemui mereka, apalagi membalas suratnya. Sebab, kami sudah selesai di DPRD Bali melalui seluruh unsur pimpinan di lembaga legislatif. Kami sepakat membubarkan Hare Krishna," terang politisi senior asal Desa Angseri, Kecamatan Baturiti, Tabanan yang juga menjabat Ketua Dewan Pertimbangan Daerah (Deperda) PDIP Bali ini.
Sekarang, kata Adi Wiryatama, bolanya ada di Gubernur Bali Wayan Koster. "Bolanya sekarang ada di Gubernur Bali. Saya tegaskan Bali jangan lagi ribut dan tidak kondusif gara-gara Hare Krishna ini. Apalagi, dalam kondisi gering agung Covid-19 ini," tegas Adi Wiryatama yang juga mantan Bupati Tabanan dua kali periode (2000-2005, 2005-2010).
Sementara itu, Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali sebelumnya telah menginstruksikan seluruh 1.493 desa adat di Bali untuk tidak mengizinkan alias melarang Hare Krishna dan Sampradaya lainnya melakukan kegiatan ritualnya di setiap pura, fasilitas pedruwen desa adat, dan atau fasilitas umum yang ada di wewidangan desa adat. Keputusan ini diambil MDA Provinsi Bali dalam pesangkepan (rapat) yang diperluas bersama seluruh MDA Kabupaten/Kota Se-Bali, di Sekretariat Majelis Desa Adat Provinsi Bali, Niti Mandala Denpasar, 5 Agustus 2020 lalu.
Selain menginstrusikan seluruh 1.493 desa adat, MDA Provinsi Bali juga mengirim surat kepada PHDI Pusat dengan Nomor 166/MDA-Prov Bali/VIII/2020 perihal usulan pencabutan pengoyaman terhadap ISKCON dan Hare Krishna. Adapun usulan yang disampaikan kepada PHDI Pusat, antara lain, menyatakan bahwa Sampradaya ISKCON melalui Hare Krishna memiliki teologi keagamaan yang sangat berbeda dengan agama Hindu, sehingga tidak dapat disamakan dan/atau menjadi bagian dari agama Hindu.
Karena itu, Sampradaya termasuk Hare Krishna diusulkan untuk tidak lagi mendapatkan pengayoman dari PHDI, serta menarik buku-buku buku pelajaran dan/atau materi soal agama Hindu, berikut media publikasi lainnya yang di dalamnya terdapat materi yang bertentangan dengan ajaran Agama Hindu.
Di lain sisi, PHDI Bali juga sudah melayangkan surat Nomor 076/PHDI/Bali/VIII/2020 kepada PHDI Kabupaten/Kota se-Bali, agar berkoordinasi dengan Majelis Desa Adat (MDA) Kabupaten/Kota hingga MDA Kecamatan, untuk mengawasi kegiatan Hare Krishna. Yang diawasi adalah kegiatan Hare Krishna di luar Ashram, seperti pura dan wewidanhannya, serta tempat umum semisal pantai, lapangan, jalan raya. Bila ditemukan kegiatan Hare Krishna di luar Ashram atau tempat umum, PHDI Bali minta agar dihentikan dengan pola persuasif.
Selain itu, PHDI Bali juga sudah bersurat kepada PHDI Pusat pada 1 Agustus 2020. Dalam surat dengan Nomor 066/PHDI-Bali/VIII/2020 tersebut, PHDI Bali mengusulkan pencabutan Hare Krishna dari pengayoman PHDI Pusat. Juga dicantumkan PHDI Bali melarang kegiatan Hare Krishna di luar Ashram, seperti pura-pura di seluruh Bali. "Jadi, sikap PHDI Bali sudah tegas soal Hare Krishna ini. Kami hari ini (kemarin) menyampaikan seluruh sikap PHDI Bali kepada DPD RI," tandas Ketua PHDI Bali, I Gusti Ngurah Sudiana, beberapa waktu lalu. *nat
Komentar