Retribusi Persampahan Rangsang Masyarakat Peduli Lingkungan
GIANYAR, NusaBali
DPRD Gianyar kini mendalami draf Ranperda tentang Perubahan Atas Perda Nomor 7 Tahun 2011 tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan (RPPK).
Semangat utama dari retribusi tersebut agar masyarakat peduli terhadap kebersihan lingkungan. Hal itu diungkapkan Plt Kepala DLH (Dinas Lingkungan Hidup) Gianyar I Wayan Kujus Pawitra kepada NusaBali, Kamis (12/11). Jelas dia, Ranperda itu telah dibahas oleh Pansus D DPRD Gianyar di DPRD Gianyar, Senin (9/10). Rapat dihadiri unsur DLH dan DLH Gianyar, dipimpin Ketua Komisi IV DPRD Gianyar Ni Made Ratnadi.
Kujus Pawitra mengakui, Ranperda RPPK setelah jadi Perda dan diterapkan nanti, pasti akan meningkatkan Pendapatan Asil Daerah (PAD) dari sub retribusi sampah. Sebagaimana penerapan Perda Nomor 7 Tahun 2011 tentang RPPK itu, Pemkab Gianyar menargetkan PAD dari sub RPPK tahun 2020 Rp 280 juta. Hingga awal Nopember 2020 realisasinya melampaui target yakni Rp 302 juta. Namun dirinya menilai semangat dari pengenaan retribusi sampah ini bukan semat-mata uang. Namun retribusi sampah merupakan bagian dari wujud tanggungjawab masyarakat terhadap kebersihan dan kesehatan lingkungan. ‘’Sebab untuk mewujudkan kebersihan itu, selain peran pemerintah, tentu juga menjadi tanggungjawab masyarakat selaku produksen sampah. Karena roh sebuah pelayanan pubik itu bukan benefit,’’ jelas pejabat asal Banjar Kesian, Desa Lebih, Gianyar ini.
Jelas dia, dalam pembahasan itu terungkap retribusi sampah naik rata-rata 100 persen. Namun retribusi sampah rumah tangga (RT) masih tetap Rp 5.000/bulan. Kenaikan retribusi yakni sampah yang dihasilkan warung, toko, pedagang pasar, rumah toko, rumah kos, penginapan, hotel, hingga pabrik skala besar. Misal, hotel melati atau penginaan kelas 1 yang kini Rp 50.000/bulan, akan naik jadi Rp 100.000/bulan. Toko berisi rumah tinggal dari Rp 10.000 naik jadi Rp 13.000, gudang dari Rp 25.000 jadi Rp 30.000/bulan, dan lain sebagainya.
Kujus Pawitra yang juga Sekretaris DPRD Gianyar ini menjelaskan, pengenaan retribusi sampah ini baru berlaku di perkotaan Gianyar, dalam hal ini di Kelurahan Gianyar. Sedangkan di desa desa, sampah dikelola oleh desa dinas, desa adat, bahkan banjar dinas/adat. Hal ini sesuai kebijakan Pemkab Gianyar agar desa mengelola sampah secara mandiri, melalui bank sampah dan TPS-3R atau Tempat Pengelolaan Sampah Reuse, Reduce, dan Recycle (mengurangi – menggunakan – daur ulang). ‘’Di Gianyar kini sudah ada enam desa punya TPS-3R dengan 38 bank sampah. Seiring edukasi kita, masyarakat makin memahami kata kunci pengelolaan sampah itu dari sumbernya,’’ jelasnya.
Ketua Pansus D Ni Made Ratnadi menyarankan agar semua perbekel diajak duduk bersama untuk mewujudkan TPS3R secara keseluruhan. ‘’Apalagi Gianyar punya contoh yang bagus dalam mengelola sampah melalui TPS3R ini,’’ jelas politisi PDIP asal Desa Buruan, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar ini.
Terkait saran itu, Kujus Pawitra mengatakan pada tahun 2019, DLH sudah mengumpulkan seluruh kades terkait program pembangunan TPS3R. Program DLH ini seiring dengan Surat Edaran Bupati Gianyar, Januari 2019. Intinya, agar desa mengalokasikan anggaran untuk pengelolaan sampah. ‘’Hanya saja, kebanyakan desa belum memprioritaskan anggaran untuk pengelolaan sampah,’’ jelasnya.*lsa
Kujus Pawitra mengakui, Ranperda RPPK setelah jadi Perda dan diterapkan nanti, pasti akan meningkatkan Pendapatan Asil Daerah (PAD) dari sub retribusi sampah. Sebagaimana penerapan Perda Nomor 7 Tahun 2011 tentang RPPK itu, Pemkab Gianyar menargetkan PAD dari sub RPPK tahun 2020 Rp 280 juta. Hingga awal Nopember 2020 realisasinya melampaui target yakni Rp 302 juta. Namun dirinya menilai semangat dari pengenaan retribusi sampah ini bukan semat-mata uang. Namun retribusi sampah merupakan bagian dari wujud tanggungjawab masyarakat terhadap kebersihan dan kesehatan lingkungan. ‘’Sebab untuk mewujudkan kebersihan itu, selain peran pemerintah, tentu juga menjadi tanggungjawab masyarakat selaku produksen sampah. Karena roh sebuah pelayanan pubik itu bukan benefit,’’ jelas pejabat asal Banjar Kesian, Desa Lebih, Gianyar ini.
Jelas dia, dalam pembahasan itu terungkap retribusi sampah naik rata-rata 100 persen. Namun retribusi sampah rumah tangga (RT) masih tetap Rp 5.000/bulan. Kenaikan retribusi yakni sampah yang dihasilkan warung, toko, pedagang pasar, rumah toko, rumah kos, penginapan, hotel, hingga pabrik skala besar. Misal, hotel melati atau penginaan kelas 1 yang kini Rp 50.000/bulan, akan naik jadi Rp 100.000/bulan. Toko berisi rumah tinggal dari Rp 10.000 naik jadi Rp 13.000, gudang dari Rp 25.000 jadi Rp 30.000/bulan, dan lain sebagainya.
Kujus Pawitra yang juga Sekretaris DPRD Gianyar ini menjelaskan, pengenaan retribusi sampah ini baru berlaku di perkotaan Gianyar, dalam hal ini di Kelurahan Gianyar. Sedangkan di desa desa, sampah dikelola oleh desa dinas, desa adat, bahkan banjar dinas/adat. Hal ini sesuai kebijakan Pemkab Gianyar agar desa mengelola sampah secara mandiri, melalui bank sampah dan TPS-3R atau Tempat Pengelolaan Sampah Reuse, Reduce, dan Recycle (mengurangi – menggunakan – daur ulang). ‘’Di Gianyar kini sudah ada enam desa punya TPS-3R dengan 38 bank sampah. Seiring edukasi kita, masyarakat makin memahami kata kunci pengelolaan sampah itu dari sumbernya,’’ jelasnya.
Ketua Pansus D Ni Made Ratnadi menyarankan agar semua perbekel diajak duduk bersama untuk mewujudkan TPS3R secara keseluruhan. ‘’Apalagi Gianyar punya contoh yang bagus dalam mengelola sampah melalui TPS3R ini,’’ jelas politisi PDIP asal Desa Buruan, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar ini.
Terkait saran itu, Kujus Pawitra mengatakan pada tahun 2019, DLH sudah mengumpulkan seluruh kades terkait program pembangunan TPS3R. Program DLH ini seiring dengan Surat Edaran Bupati Gianyar, Januari 2019. Intinya, agar desa mengalokasikan anggaran untuk pengelolaan sampah. ‘’Hanya saja, kebanyakan desa belum memprioritaskan anggaran untuk pengelolaan sampah,’’ jelasnya.*lsa
Komentar