Ekspor Sayur Bali ke Timteng Mandek
Permintaan ekportir tetap tinggi, namun terganjal jalur penerbangan yang belum dibuka
DENPASAR,NusaBali
Negara-negara di kawasan Timur Tengah, salah satunya Saudi Arabia merupakan pangsa pasar produk sayur-mayur Bali. Permintaan ekspor tinggi namun para eksportir tidak bisa memenuhinya. Belum dibukanya penerbangan langsung ke kawasan Timur Tengah, mengganjal ekspor sayur-sayuran Bali tersebut.
Ketua Asosiasi Pelaku Usaha Hortikultura Indonesia (Aspehorti) Bali I Wayan Sugiarta menyatakan tidak adanya penerbangan menjadi masalah bagi eksportir. Termasuk eksportir produk hortikultura, buah-buahan dan sayur-sayuran.
“Sudah hampir 9 bulan kita seperti ini,” ucap Sugiarta, Jumat (13/11). Dia menunjuk kondisi pariwisata Bali yang terpuruk yang menyebabkan ekonomi Bali terkontraksi dalam. Semua sektor usaha, salah satunya perdagangan luar negeri atau ekspor ikut terganggu.
Padahal lanjut Sugiarta, permintaan ekspor produk dari luar negeri cukup banyak. Antara lain komoditas sayur-mayur seperti kubis, buncis dan jenis lainnya dari Arab Saudi. Juga beberapa permintaan ekspor negara lain di kawasan Eropa dan Rusia.
Demikian juga permintaan manggis dari China masih tetap banyak. Disusul permintaan ekspor buah naga, salak gula pasir dan alpukat.
“Namun karena keadaan seperti ini (pandemi) teman- teman tak berani ambil risiko,” ujar Sugiarta, pria asal Desa Blahkiuh, Kecamatan Abiansemal, Badung.
Karenanya peluang pemasukkan devisa itu ‘hangus’, karena ekspotir tidak bisa mengirim barang, karena terganjal penerbangan.
“Kalaupun ada penerbangan jadwalnya bisa tidak pas dengan waktu pengiriman,” lanjutnya. Di pihak lain karena eskpor sayur maupun produk lainnya mesti cepat sampai di tujuan dalam keadaan fresh atau segar.
Walau demikian para eksportir mengaku optimistis dengan langkah-langkah pemulihan ekonomi yang sedang dan telah dilakukan Pemerintah. Tahun 2021 depan mereka optimistis kondisi perekonomian membaik. “Yakin ekspor produk horti semakin banyak,” kata Sugiarta. Saat ini lanjutnya, pelaku usaha sedang bersiap-siap memasuki tatanan new normal pasca Covid-19.
Sebelumnya Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali mencatat, nilai ekspor Bali pada Januari-September 2020 adalah 332.152.266 dollar atau minus (-23,775 persen) dari periode sama 2019 yakni sebesar 435.732.787 dollar. BPS juga mencatat khusus untuk ekspor produk pertanian pada periode Januari-September turun -28,54 persen. Dari 50.518.971 dollar pada Januari-September 2019, menjadi 36.100.275 dollar pada Januari-September 2020. *k17
Negara-negara di kawasan Timur Tengah, salah satunya Saudi Arabia merupakan pangsa pasar produk sayur-mayur Bali. Permintaan ekspor tinggi namun para eksportir tidak bisa memenuhinya. Belum dibukanya penerbangan langsung ke kawasan Timur Tengah, mengganjal ekspor sayur-sayuran Bali tersebut.
Ketua Asosiasi Pelaku Usaha Hortikultura Indonesia (Aspehorti) Bali I Wayan Sugiarta menyatakan tidak adanya penerbangan menjadi masalah bagi eksportir. Termasuk eksportir produk hortikultura, buah-buahan dan sayur-sayuran.
“Sudah hampir 9 bulan kita seperti ini,” ucap Sugiarta, Jumat (13/11). Dia menunjuk kondisi pariwisata Bali yang terpuruk yang menyebabkan ekonomi Bali terkontraksi dalam. Semua sektor usaha, salah satunya perdagangan luar negeri atau ekspor ikut terganggu.
Padahal lanjut Sugiarta, permintaan ekspor produk dari luar negeri cukup banyak. Antara lain komoditas sayur-mayur seperti kubis, buncis dan jenis lainnya dari Arab Saudi. Juga beberapa permintaan ekspor negara lain di kawasan Eropa dan Rusia.
Demikian juga permintaan manggis dari China masih tetap banyak. Disusul permintaan ekspor buah naga, salak gula pasir dan alpukat.
“Namun karena keadaan seperti ini (pandemi) teman- teman tak berani ambil risiko,” ujar Sugiarta, pria asal Desa Blahkiuh, Kecamatan Abiansemal, Badung.
Karenanya peluang pemasukkan devisa itu ‘hangus’, karena ekspotir tidak bisa mengirim barang, karena terganjal penerbangan.
“Kalaupun ada penerbangan jadwalnya bisa tidak pas dengan waktu pengiriman,” lanjutnya. Di pihak lain karena eskpor sayur maupun produk lainnya mesti cepat sampai di tujuan dalam keadaan fresh atau segar.
Walau demikian para eksportir mengaku optimistis dengan langkah-langkah pemulihan ekonomi yang sedang dan telah dilakukan Pemerintah. Tahun 2021 depan mereka optimistis kondisi perekonomian membaik. “Yakin ekspor produk horti semakin banyak,” kata Sugiarta. Saat ini lanjutnya, pelaku usaha sedang bersiap-siap memasuki tatanan new normal pasca Covid-19.
Sebelumnya Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali mencatat, nilai ekspor Bali pada Januari-September 2020 adalah 332.152.266 dollar atau minus (-23,775 persen) dari periode sama 2019 yakni sebesar 435.732.787 dollar. BPS juga mencatat khusus untuk ekspor produk pertanian pada periode Januari-September turun -28,54 persen. Dari 50.518.971 dollar pada Januari-September 2019, menjadi 36.100.275 dollar pada Januari-September 2020. *k17
Komentar