Tanyakan Kasus AWK, Tim Hukum KRB Datangi Polda Bali
BK DPD RI Masih Dalami Laporan Terkait AWK
DENPASAR, NusaBali
Tim hukum dari Komponen Rakyat Bali (KRB) mendatangi Polda Bali, pada Senin (16/11) pukul 11.00 Wita.
Kedatangan mereka untuk membawa surat dan sekaligus hendak berdialog terkait perkembangan penanganan dugaan tindak pidana penganiayaan oleh terlapor, Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna Mahendradatta Wedasteraputra Suyasa alias AWK terhadap mantan ajudannya, I Putu Merta Diantara.
Para praktisi hukum yang datang dan diikuti oleh beberapa pentolan KRB itu mau bertemu Kapolda Irjen Pol Petrus Reinhard Golose. Namun mereka tidak bisa bertemu orang nomor satu di Polda Bali itu. Akhirnya mereka hanya bisa bertemu dengan Kasubdit I Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Bali, AKBP Imam Ismail.
Koordinator tim hukum KRB, Anak Agung Ngurah Mayun Wahyudi, mengatakan kedatangan mereka menanyakan perkembangan penanganan dugaan tindak pidana yang dilakukan AWK terhadap mantan ajudannya, I Putu Merta Diantara. Mereka mempertanyakan perkembangan kasus tersebut karena sudah delapan bulan setelah dilaporkan ke Dit Reskrimum Polda Bali tidak tahu perkembangannya.
"Sebenarnya ini kasus pidana biasa. Bahkan kalau dilihat kasus ini bisa diselesaikan di tingkat Polsek. Sampai saat ini kami dari tim hukum KRB yang menangani kasus tersebut tidak mengetahui sejauh mana proses penanganan perkara itu," ungkap AA Ngurah Mayun Wahyudi.
Dia mengaku memiliki beban moral kepada masyarakat. Dikatakan banyak yang menanyakan perkembangan penanganan perkaranya. Banyak yang bertanya, karena sebelumnya mereka adalah kuasa hukum dari korban atau pelapor. "Meski pelapor sudah cabut kuasa tapi hingga kini kami masih sebagai kuasa hukum dari saksi dalam kasus tersebut,” katanya.
Sayangnya mereka tidak bisa bertemu Kapolda dan hanya bisa bertemu Kasubdit I AKBP Imam Ismail. Itupun mereka tidak mendapatkan jawaban apapun terkait perkembangan penanganan kasus tersebut. "Padahal kami tidak menanyakan proses penyidikan dan penyelidikan. Yang kami tanyakan apakah sudah ada SPDP? Apa sudah gelar perkara ? Tujuannya agar ada gambaran perkara ini ditutup atau seperti apa ?," tutur AA Ngurah Mayun.
Dari saksi-saksi yang dipanggil sudah jelas mengatakan peristiwa (penganiayaan) itu terjadi. Selain itu ada hasil visum bahwa korban mengalami luka pada pelipis dan leher bekas cekikan. Jika dilihat dari bukti-bukti semua sudah memenuhi dua alat bukti yang cukup. Artinya seharusnya sudah ada penetapan tersangka.
"Terkait kasus tersebut kami sebagai tim hukum dan sebagai masyarakat buat surat tembusan untuk Direskrimum Polda Bali, Irwasda Polda Bali, Kepala Kepolisian Republik, Presiden Joko Widodo, Ketua Badan Kehormatan DPD RI, dan sejumlah lembaga negara lainnya. Kami berharap agar Polda Bali menegakkan hukum seadil-adilnya," tandasnya.
Kasus dugaan penganiayaan terhadap I Putu Merta Diantara terjadi 5 Maret 2020 sekitar pukul 12.00 di ruangan Tesis Universitas Mahendradata, Jalan Ken Arok Nomor 12 Peguyangan, Kecamatan Denpasar Utara. Kasus ini dilaporkan ke Polda Bali pada 8 Maret 2020 dengan tanda bukti lapor nomor: TBL/135/III/2020/SPKT POLDA BALI.
Terpisah Tim Kerja (Timja) BK DPD RI masih mendalami laporan dari berbagai elemen masyarakat terkait potongan video ucapan anggota Komite I DPD RI, Arya Wedakarna yang dikatakan membolehkan kalangan muda melakukan seks bebas asal menggunakan kondom dan dugaan penistaan agama Hindu. Setelah didalami, nantinya akan mereka rapatkan kembali untuk menentukan langkah selanjutnya.
"Saat ini, kami masih mendalami data-data dan informasi yang disampaikan pelapor. Data-data dan informasi tersebut diklasifikasikan serta diverifikasi. Baru nantinya menjadi dasar pembicaraan kita untuk bagaimana selanjutnya," ujar salah satu anggota Timja BK DPD RI, Muhammad Nuh, saat dihubungi NusaBali, Senin kemarin.
Menurut Nuh, dari laporan berbagai elemen masyarakat itu perlu didalami dan dipelajari lantaran ada tiga hal yang diungkapkan yaitu masalah hukum, etik dan keagamaan. Masalah keagamaan, mereka akan meminta pendapat dan pandangan dari ahli agama.
Pendapat dari ahli agama akan mereka peroleh dari Ditjen Bimas Hindu Kementerian Agama. "Untuk keterangan ahli agama, paling tidak dari bagian agama Hindu di Kementerian Agama RI. Namun waktunya belum kami tentukan," ucap Nuh. Ketika ditanya apakah akan mendatangkan langsung ahli agama dari Bali, anggota DPD RI dari Dapil Sumatera Utara ini menyatakan, akan membicarakan kembali dengan Timja BK DPD RI.
Tercatat elemen masyarakat yang telah mengadukan Arya Wedakarna ke BK DPD RI adalah Gerakan Kearifan Hindu se Nusantara, Forum Komunikasi Taksu Bali dan MDA Bali pada, Selasa (10/11). Kemudian Pusat Koordinasi Hindu Indonesia (Puskor Hindunesia) pada Kamis (12/11). Rata-rata mereka ingin Arya Wedakarna diberhentikan sebagai anggota DPD RI. *pol, k22
Para praktisi hukum yang datang dan diikuti oleh beberapa pentolan KRB itu mau bertemu Kapolda Irjen Pol Petrus Reinhard Golose. Namun mereka tidak bisa bertemu orang nomor satu di Polda Bali itu. Akhirnya mereka hanya bisa bertemu dengan Kasubdit I Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Bali, AKBP Imam Ismail.
Koordinator tim hukum KRB, Anak Agung Ngurah Mayun Wahyudi, mengatakan kedatangan mereka menanyakan perkembangan penanganan dugaan tindak pidana yang dilakukan AWK terhadap mantan ajudannya, I Putu Merta Diantara. Mereka mempertanyakan perkembangan kasus tersebut karena sudah delapan bulan setelah dilaporkan ke Dit Reskrimum Polda Bali tidak tahu perkembangannya.
"Sebenarnya ini kasus pidana biasa. Bahkan kalau dilihat kasus ini bisa diselesaikan di tingkat Polsek. Sampai saat ini kami dari tim hukum KRB yang menangani kasus tersebut tidak mengetahui sejauh mana proses penanganan perkara itu," ungkap AA Ngurah Mayun Wahyudi.
Dia mengaku memiliki beban moral kepada masyarakat. Dikatakan banyak yang menanyakan perkembangan penanganan perkaranya. Banyak yang bertanya, karena sebelumnya mereka adalah kuasa hukum dari korban atau pelapor. "Meski pelapor sudah cabut kuasa tapi hingga kini kami masih sebagai kuasa hukum dari saksi dalam kasus tersebut,” katanya.
Sayangnya mereka tidak bisa bertemu Kapolda dan hanya bisa bertemu Kasubdit I AKBP Imam Ismail. Itupun mereka tidak mendapatkan jawaban apapun terkait perkembangan penanganan kasus tersebut. "Padahal kami tidak menanyakan proses penyidikan dan penyelidikan. Yang kami tanyakan apakah sudah ada SPDP? Apa sudah gelar perkara ? Tujuannya agar ada gambaran perkara ini ditutup atau seperti apa ?," tutur AA Ngurah Mayun.
Dari saksi-saksi yang dipanggil sudah jelas mengatakan peristiwa (penganiayaan) itu terjadi. Selain itu ada hasil visum bahwa korban mengalami luka pada pelipis dan leher bekas cekikan. Jika dilihat dari bukti-bukti semua sudah memenuhi dua alat bukti yang cukup. Artinya seharusnya sudah ada penetapan tersangka.
"Terkait kasus tersebut kami sebagai tim hukum dan sebagai masyarakat buat surat tembusan untuk Direskrimum Polda Bali, Irwasda Polda Bali, Kepala Kepolisian Republik, Presiden Joko Widodo, Ketua Badan Kehormatan DPD RI, dan sejumlah lembaga negara lainnya. Kami berharap agar Polda Bali menegakkan hukum seadil-adilnya," tandasnya.
Kasus dugaan penganiayaan terhadap I Putu Merta Diantara terjadi 5 Maret 2020 sekitar pukul 12.00 di ruangan Tesis Universitas Mahendradata, Jalan Ken Arok Nomor 12 Peguyangan, Kecamatan Denpasar Utara. Kasus ini dilaporkan ke Polda Bali pada 8 Maret 2020 dengan tanda bukti lapor nomor: TBL/135/III/2020/SPKT POLDA BALI.
Terpisah Tim Kerja (Timja) BK DPD RI masih mendalami laporan dari berbagai elemen masyarakat terkait potongan video ucapan anggota Komite I DPD RI, Arya Wedakarna yang dikatakan membolehkan kalangan muda melakukan seks bebas asal menggunakan kondom dan dugaan penistaan agama Hindu. Setelah didalami, nantinya akan mereka rapatkan kembali untuk menentukan langkah selanjutnya.
"Saat ini, kami masih mendalami data-data dan informasi yang disampaikan pelapor. Data-data dan informasi tersebut diklasifikasikan serta diverifikasi. Baru nantinya menjadi dasar pembicaraan kita untuk bagaimana selanjutnya," ujar salah satu anggota Timja BK DPD RI, Muhammad Nuh, saat dihubungi NusaBali, Senin kemarin.
Menurut Nuh, dari laporan berbagai elemen masyarakat itu perlu didalami dan dipelajari lantaran ada tiga hal yang diungkapkan yaitu masalah hukum, etik dan keagamaan. Masalah keagamaan, mereka akan meminta pendapat dan pandangan dari ahli agama.
Pendapat dari ahli agama akan mereka peroleh dari Ditjen Bimas Hindu Kementerian Agama. "Untuk keterangan ahli agama, paling tidak dari bagian agama Hindu di Kementerian Agama RI. Namun waktunya belum kami tentukan," ucap Nuh. Ketika ditanya apakah akan mendatangkan langsung ahli agama dari Bali, anggota DPD RI dari Dapil Sumatera Utara ini menyatakan, akan membicarakan kembali dengan Timja BK DPD RI.
Tercatat elemen masyarakat yang telah mengadukan Arya Wedakarna ke BK DPD RI adalah Gerakan Kearifan Hindu se Nusantara, Forum Komunikasi Taksu Bali dan MDA Bali pada, Selasa (10/11). Kemudian Pusat Koordinasi Hindu Indonesia (Puskor Hindunesia) pada Kamis (12/11). Rata-rata mereka ingin Arya Wedakarna diberhentikan sebagai anggota DPD RI. *pol, k22
1
Komentar