Pusat Kebudayaan Bali Usung Konsep Tri Mandala dan Sad Kerthi
Wujudkan Padma Bhuwana, Gubernur Koster Matangkan Proyek Pusat Kebudayaan Bali
SEMARAPURA, NusaBali
Gubernur Wayan Koster matangkan rencana pembangunan Pusat Kebudayaan Bali di bekas Galian C Desa Gunaksa (Kecamatan Dawan) dan Desa Tangkas (Kecamatan Klungkung). Megaproyek bernilai Rp 2,5 triliun untuk mewujudkan Bali Padma Bhuwana (Pusat Peradaman Dunia) ini akan mengusung konsep Tri Mandala dan Sat Kerthi.
Acara konsultasi publik rencana pembangunan Pusat Kebudayaan Bali menuju Padma Bhuwana sesuai dengan visi ‘Nangun Sat Kerthi Loka Bali melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru’, telah digelar Gubernur Koster di Balai Budaya Ida I Dewa Agung Istri Kanya di Semarapura, Klungkung, Senin (16/11) pagi.
Hadir dalam konsulasi publik kemarin, antara lain, Wakil Gubernur Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (Cok Ace), Kepala Kejaksaan Tinggi Bali Erbagtyo Rohan, Bupati Klungkung Nyoman Suwirta, Ketua DPRD Klungkung Anak Agung Gde Anom, Pimpinan OPD Pemprov Bali, Para Kelompok Ahli Pembangunan Provinsi Bali, Tim Persiapan Pengadaan Tanah Pembangunan Kawasan Pusat Kebudayaan Bali di Klungkung, Camat Dawan, Camat Klungkung, hingga sejumlah Perbekel dan Bendesa Adat.
Gubernur Koster memaparkan, pembangunan Pusat Kebudayaan Bali bernilai Rp 2,5 triliun merupakan proyek raksasa pertama di Bali, yang bersumber dari dana pinjaman lunak pemerintah pusat dalam bentuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). “Masterplan pembangunan Pusat Kebudayaan Bali ini mengusung konsep Tri Mandala dan Sad Kerthi,” ujar Gubernur Koster dalam arahannya saat konsultasi publik kemarin.
Konsep Tri Mandala meliputi Parahyangan, Pawongan, dan Palemahan. Sementara Sad Kerthi meliputi Wana Kerthi (dengan pembangunan Taman Hutan Raya dan Taman Rekreasi), Danu Kerthi (dengan pembangunan Danau dan Estuary Dam), Atma Kerthi (dengan bangunan Catus Pata), Jagat Kerthi (dengan bangunan Panggung Terbuka dan pertunjukan lainnya), Jana Kerthi yang merupakan Pusat Kebudayaan Bali (dengan memiliki area pendukung apartemen, hotel), dan Segara Kerthi (Laut dan Marina).
"Saya berkeinginan untuk mengangkat martabat kebudayaan Bali, karena dalam sejarah Bali, Klungkung ini adalah tempat masa keemasan kebudayaan Bali yang saat itu terjadi di Era Kerajaan Gelgel dengan Raja Dalem Waturengong," jelas Gubernur yang juga Ketua DPD PDIP Bali ini.
Kawasan inti Pusat Kebudayaan Bali, kata Koster, terdiri dari Catus Pata, Museum dan Galeri, Gedug Film, Panggung Terbuka, Paviliun Kabupaten/Bali/Nusantara, Taman Patung, dan Pusat Promosi Exspor Bali. Sedangkan kawasan penyangga Pusat Kebudayaan Bali terdiri dari Auditorium Bung Karno, Gelanggang Tertutup, Rumah Sakit Internasional, Apartemen dan Kondotel, Pusat Perbelanjaan, Retail, Hotel, Marina, Nusa Penida Hub, Kebu Raya, dan Taman Rekreasi.
Selain itu, dalam konsep pembangunan Pusat Kebudayaan Bali juga terdapat edukasi, konservasi, rekreasi, dan pembangunan ramah lingkungan yang berkelanjutan, dan pembangunan terintegrasi berbasis IT. Kemudian, ada juga konsep infrastruktur terintegrasi dan ramah lingkungan, dengan adanya perhubungan darat, berupa jalan, Kereta Light Rail Transit (LRT), dan Autonomous Rail Rapid Transit (ART), serta perhubungan laut (Pelabuhan Gunaksa dan Marina).
Pusat Kebudayaan Bali itu dibangun di lokasi eks Galian C pesisir Desa Gunaksa (Kecamatan Dawan) dan Desa Tangkas (Kecamatan Klungkung). Luas lahan yang digunakan mencapai 334,62 hektare, yang terdiri dari pemukiman Desa Tangkas eksisting 11,19 hektare, Penlok Tahap I seluas 110,31 hektare, dan Penlok Tahap II seluas 213,12 hektare.
Menurut Koster, semula kawasan ini merupakan wilayah yang rusak, tergenang, dan terbengkalai. Pasalnya, erupsi Gunung Agung tahun 1963 menjadikan lahan yang semula merupakan persawahan yang subur, tertutup aliran lahar dingin. Selama kutun 1963-2002, wilayah pesisir Desa Guinaksa, Desa Tangkas, dan sekitarnya menjadi lokasi penambangan galian C.
Dampak penambangan tersebut menyebabnkan kawasan eks Galian C menjadi rusak, banyak kubangan, sumber penyakit, dan sumber kriminal. Karenanya, Galian C ditutup oleh Pemkab Klungkung tahun 2002. “Periode 2002-2017, kawasan tersebut menjadi lahan kosong dan terbengkalai. Beberapa ide pengelolaan juga gagal,” papar Koster.
Bahkan, erupsi Gunung Agung tahun 2017 yang mengalirkan material lumpur dalam jumlah cukup besar, menyebabkan kawasan eks Galian C ini semakin tidak bisa dimanfaatkan. Akhirnya, wilayah ini ditetapkan menjadi Kawasan Strategis Provinsi dan dimankaankan untuk lokasi pembangunan Pusat Kebudayaan Bali, yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2020.
"Kita harus melakukan upaya pelindungan dan menata, sekaligus mengembangkan wilayah ini menjadi bermanfaat untuk masyarakat Bali, khususnya Klungkung," tegas Koster yang sempat tiga kali periode duduk di Komisi X DPR RI dari Fraksi PDIP Dapil Bali (2004-2009, 2009-2014, 2014-2018). *wan
Gubernur Wayan Koster matangkan rencana pembangunan Pusat Kebudayaan Bali di bekas Galian C Desa Gunaksa (Kecamatan Dawan) dan Desa Tangkas (Kecamatan Klungkung). Megaproyek bernilai Rp 2,5 triliun untuk mewujudkan Bali Padma Bhuwana (Pusat Peradaman Dunia) ini akan mengusung konsep Tri Mandala dan Sat Kerthi.
Acara konsultasi publik rencana pembangunan Pusat Kebudayaan Bali menuju Padma Bhuwana sesuai dengan visi ‘Nangun Sat Kerthi Loka Bali melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru’, telah digelar Gubernur Koster di Balai Budaya Ida I Dewa Agung Istri Kanya di Semarapura, Klungkung, Senin (16/11) pagi.
Hadir dalam konsulasi publik kemarin, antara lain, Wakil Gubernur Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (Cok Ace), Kepala Kejaksaan Tinggi Bali Erbagtyo Rohan, Bupati Klungkung Nyoman Suwirta, Ketua DPRD Klungkung Anak Agung Gde Anom, Pimpinan OPD Pemprov Bali, Para Kelompok Ahli Pembangunan Provinsi Bali, Tim Persiapan Pengadaan Tanah Pembangunan Kawasan Pusat Kebudayaan Bali di Klungkung, Camat Dawan, Camat Klungkung, hingga sejumlah Perbekel dan Bendesa Adat.
Gubernur Koster memaparkan, pembangunan Pusat Kebudayaan Bali bernilai Rp 2,5 triliun merupakan proyek raksasa pertama di Bali, yang bersumber dari dana pinjaman lunak pemerintah pusat dalam bentuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). “Masterplan pembangunan Pusat Kebudayaan Bali ini mengusung konsep Tri Mandala dan Sad Kerthi,” ujar Gubernur Koster dalam arahannya saat konsultasi publik kemarin.
Konsep Tri Mandala meliputi Parahyangan, Pawongan, dan Palemahan. Sementara Sad Kerthi meliputi Wana Kerthi (dengan pembangunan Taman Hutan Raya dan Taman Rekreasi), Danu Kerthi (dengan pembangunan Danau dan Estuary Dam), Atma Kerthi (dengan bangunan Catus Pata), Jagat Kerthi (dengan bangunan Panggung Terbuka dan pertunjukan lainnya), Jana Kerthi yang merupakan Pusat Kebudayaan Bali (dengan memiliki area pendukung apartemen, hotel), dan Segara Kerthi (Laut dan Marina).
"Saya berkeinginan untuk mengangkat martabat kebudayaan Bali, karena dalam sejarah Bali, Klungkung ini adalah tempat masa keemasan kebudayaan Bali yang saat itu terjadi di Era Kerajaan Gelgel dengan Raja Dalem Waturengong," jelas Gubernur yang juga Ketua DPD PDIP Bali ini.
Kawasan inti Pusat Kebudayaan Bali, kata Koster, terdiri dari Catus Pata, Museum dan Galeri, Gedug Film, Panggung Terbuka, Paviliun Kabupaten/Bali/Nusantara, Taman Patung, dan Pusat Promosi Exspor Bali. Sedangkan kawasan penyangga Pusat Kebudayaan Bali terdiri dari Auditorium Bung Karno, Gelanggang Tertutup, Rumah Sakit Internasional, Apartemen dan Kondotel, Pusat Perbelanjaan, Retail, Hotel, Marina, Nusa Penida Hub, Kebu Raya, dan Taman Rekreasi.
Selain itu, dalam konsep pembangunan Pusat Kebudayaan Bali juga terdapat edukasi, konservasi, rekreasi, dan pembangunan ramah lingkungan yang berkelanjutan, dan pembangunan terintegrasi berbasis IT. Kemudian, ada juga konsep infrastruktur terintegrasi dan ramah lingkungan, dengan adanya perhubungan darat, berupa jalan, Kereta Light Rail Transit (LRT), dan Autonomous Rail Rapid Transit (ART), serta perhubungan laut (Pelabuhan Gunaksa dan Marina).
Pusat Kebudayaan Bali itu dibangun di lokasi eks Galian C pesisir Desa Gunaksa (Kecamatan Dawan) dan Desa Tangkas (Kecamatan Klungkung). Luas lahan yang digunakan mencapai 334,62 hektare, yang terdiri dari pemukiman Desa Tangkas eksisting 11,19 hektare, Penlok Tahap I seluas 110,31 hektare, dan Penlok Tahap II seluas 213,12 hektare.
Menurut Koster, semula kawasan ini merupakan wilayah yang rusak, tergenang, dan terbengkalai. Pasalnya, erupsi Gunung Agung tahun 1963 menjadikan lahan yang semula merupakan persawahan yang subur, tertutup aliran lahar dingin. Selama kutun 1963-2002, wilayah pesisir Desa Guinaksa, Desa Tangkas, dan sekitarnya menjadi lokasi penambangan galian C.
Dampak penambangan tersebut menyebabnkan kawasan eks Galian C menjadi rusak, banyak kubangan, sumber penyakit, dan sumber kriminal. Karenanya, Galian C ditutup oleh Pemkab Klungkung tahun 2002. “Periode 2002-2017, kawasan tersebut menjadi lahan kosong dan terbengkalai. Beberapa ide pengelolaan juga gagal,” papar Koster.
Bahkan, erupsi Gunung Agung tahun 2017 yang mengalirkan material lumpur dalam jumlah cukup besar, menyebabkan kawasan eks Galian C ini semakin tidak bisa dimanfaatkan. Akhirnya, wilayah ini ditetapkan menjadi Kawasan Strategis Provinsi dan dimankaankan untuk lokasi pembangunan Pusat Kebudayaan Bali, yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2020.
"Kita harus melakukan upaya pelindungan dan menata, sekaligus mengembangkan wilayah ini menjadi bermanfaat untuk masyarakat Bali, khususnya Klungkung," tegas Koster yang sempat tiga kali periode duduk di Komisi X DPR RI dari Fraksi PDIP Dapil Bali (2004-2009, 2009-2014, 2014-2018). *wan
Komentar