nusabali

Tembok dari Tanah Campur Tuak, Pantang Gunakan Atap Genting

  • www.nusabali.com-tembok-dari-tanah-campur-tuak-pantang-gunakan-atap-genting

Khusus di Desa Sidatapa, rumah tradisional disebut Bale Gajah Tumpang Salu yang mencerminkan Tri Mandala.

Terancam Punah, Rumah Tradisional di Panca Desa Baliaga Wilayah Buleleng Kembali Dilestarikan

SINGARAJA, NusaBali
Rinciannya, Nista Mandala sebagai tempat menerima tamu, Madya Mandala sebagai tempat melakukan aktivitas sehari-hari, Utama Mandala sebagai tempat untuk sembahyang Di wilayah Kecamatan Banjar, Buleleng terdapat 5 desa bertetangga yang masuk kategori desa-desa tua atau Baliaga. Kelima desa Baliaga disebut SCTP +B, yakni Desa Sidatapa, Desa Cempaga, Desa Tigawasa, Desa Pedawa, dan Desa Banyuseri. Rumah-rumah mereka juga khas, salah satunya disebut Bale Gajah Tumpang Salu. Sayangnya, keberadaan rumah-rumah tradisional khas desa Baliaga ini sekarang sudah semakin lang-ka.

Konsep rumah tradisional di desa-desa tua wilayah Kecamatan Banjar ini memiliki nilai sejarah yang cukup unik. Rumah tradisional ada di masing-masing desa, dengan nama dan bentuk bangunan yang agak berbeda. Namun, sebagian besar dinding rumah menggunakan tanah dicampur tuak yang memiliki kekuatan pertahanan sangat lama, sementara atapnya tidak boleh pakai genting.

Tokoh masyarakat Desa Sidatapa, I Wayan Ariawan, mengakui keberadaan rumah tua di desanya sudah mulai berkurang. Itu sebabnya, sejumlah warga setempat mulai berupaya membangun rumah tradisional sebagai bentuk pelestarian. Wayan Ariawan sendiri masih memiliki rumah tua khas desa Baliaga. Khusus Untuk kawasan Desa Sidatapa, rumah tradisional khas Baliaga ini dinmai Bale Gajah Tumpang Salu.

Dalam hal ini, Bale diartikan sebagai rumah, sementara Gajah sebagai simbol Dewa Ganesha yang penuh dengan ilmu pengetahuan. Sedangkan Tumpang Salu diartikan tingkat tiga. Jadi, secara harafiah, rumah tradisional di Desa Sidetapa berarti ‘rumah besar tingkat tiga yang penuh dengan ilmu pengetahuan’.

Menurut Wayan Ariawan, tingkat tiga yang dimaksudkan dalam Bale Gajah Tumpang Salu bukanlah bertingkat ke atas, melainkan mencerminkan tiga bagian yang merupakan simbol Tri Mandala. Rinciannya, Nista Mandala sebagai tempat penerimaan tamu, Madya Mandala sebagai tempat melakukan aktivitas sehari-hari, dan Utama Mandala sebagai tempat untuk sembahyang.

“Seluruh tempat tersebut ada di dalam rumah, termasuk palinggih (bangunan suci) yang berbentuk Baga sebagai tempat memuja leluhur,” ungkap Wayan Ariawan saat ditemui NusaBali di kediamannya, Desa Sidatapa, Kamis (20/10) lalu.

Ariawan menyebutkan, tembok rumah tradisional di desa-desa Baliaga terbuat dari tanah liat yang dicampur dengan tuak, minuman keras dari Aren. Tuak ini berfungsi sebagai perekat agar tembok dapat bertahan lama. Sedangkan untuk atap rumah, dulunya menggunakan ilalang, tapi kini beralih ke bahan seng. “Rumah tradisional milik saya itu dulu dibangun oleh kakek saya. Sampai sekarang masih bertahan. Hanya saja, kalau rusak, diperbaiki sedikit-sedikit,” jelas Ariawan.

Sesuai kepercayaan krama Baliaga, kata Ariawan, membangun rumah tidak boleh menggunakan atap genting. Pasalnya, genting terbuat dari tanah yang melambangkan Ibu Pertiwi dan letaknya di bawah kaki, bukan di atas kepala. Bangunan rumah pun harus dibuat membelakangi jalan.

Kenapa harus membelakangi jalan? Menurut Ariawan, hal ini mencerminkan psikis krama Baliaga zaman dulu yang merupakan warga jajahan tentara Majapahit yang terdesak. Mereka membangun rumah membelakangi jalan, dengan tujuan dan pertimbangan keselamatan jiwa. “Intinya, jika ada gempuran (dari jalan), mereka bisa langsun kabur,” katanya. Ariawan menyebutkan, sejarah tersebut sangat mempengaruhi pola pikir dan watak krama Baliaga yang cenderung keras.

Sayangnya, kata Ariawan, keberadaan rumah-rumah tradisional khas Baliaga kini terancam punah. Masalanya, banyak warga setempat yang telah mengganti bangunan rumahnya dengan gaya modern. Selain itu, sebagian rumah tradisonal warisan leluhur telah rusak karena adanya bantuan bedah rumah bagi masyarakat kurang mampu.

Kondisi ini membuat para tokoh desa-desa tua SCTP + B terjengah dan kembali berupaya membangunkan masyarakatnya untuk mempertahankan rumah tradisional khas Baliaga. Misi pelestarian budaya dan persatuan warga Baliaga pun bersambut. Sejumlah krama setempat kini mulai membangun kembali rumah tradisional, dengan bahan dan material serupa dengan bentuk yang sama pula. “Sekarang masyarakat dianjurkan embali membangun rumah tradisional di desa Baliaga dan membangun rumah sehat di luar desa jika memiliki lahan,” jelas Ariawan.

Paparan senada juga disampaikan Ketua Mahagotra Panca Desa Baliaga, I Made Swa-darmayasa. Menurut dia, pelestarian rumah tradisional bukan hanya dilakukan krama di Desa Sidatapa, tapi juga menyentuh Desa Cempaga, Desa Tigawasa, Desa Pedawa, dan Desa Banyuseri.

Saat ini, pihaknya pun tengah menginventarisasi keberadaan rumah-rumah tua yang ada di Panca Desa Baliaga, untuk selanjutnya dilestariakan dan dijadikan sebagai destinasi wisata budaya. “Kami sedang rancang program pelestarian rumah tradisonal Panca Desa Baliaga dengan konsep wisata budaya yang melibatkan lima desa tua di Kecamatan Banjar ini,” kata Swadarmayasa.

Upaya pelestarian, inventarisasi, dan pemetaan desa tua Baliaga juga tengah dilakukan Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) Kabupaten Buleleng. Menurut Kepala Bidang Pemberdayaan Kawasan Pedesaan BPMPD Buleleng, Abdul Manaf, saat ini pihaknya bersama dengan Lembaga Swadaya Masyaakat (LSM) dan masyarakat sekitar sedang melakukan pemetaan kawasan, termasuk potensi dan warisan adiluhung yang ada di Panca Desa Baliaga.

Ke depannya, kata Abdul Manaf, kelima desa tua Baliaga ini akan diarahkan untuk berkembang lebih maju, dengan sejumlah program kerja. “Saat ini kami baru selesai lakukan pemetaan di dua desa, yakni Desa Sidatapa dan Desa Cempaga, dengan menggali potensi desa. Nantinya akan mengarah ke profil desa mereka. Pembinaan pengembangan desa juga akan dilaksankan dengan sejumlah program, termasuk me-lestarikan rumah tua,” papar Manaf saat dikonfirmasi NusaBali secara terpisah di Singaraja.  k23

Komentar