Enterpreneur Muda Ungkap Strategi Untuk Mendukung Pertanian Bali Selama Pandemi
Pandemi Covid ini menjadi momentum untuk pembenahan internal, baik bagi diri sendiri maupun bagi Bali secara luas
DENPASAR, NusaBali.com
Wacana mengenai ketahanan pangan rupanya juga dibahas dalam KEMBALI20. Fenomena apa yang terjadi pada ketahanan pangan di Bali pada Covid-19 memang menajdi sebuah fenomena. Ketiga narasumber yang hadir, yakni AA Gede Agung Wedhatama, Dwitra J Ariana, dan Ayu Sudana, menggali potensi-potensi Bali yang bisa dilakukan setelah pandemic Covid-19 melanda.
Ketiga narasumber yang hadir dalam sesi KEMBALI20 yang berlangsung pada Rabu (4/11) ini, setuju bahwa pertanian menjadi sektor yang penuh potensi. Seperti yang diungkapkan AA Gede Agung Wedhatama, bahwa pandemi Covid ini menjadi momentum untuk pembenahan internal, baik bagi diri sendiri maupun bagi Bali secara luas. Salah satu pembenahan yang perlu dilakukan, ungkapnya, yaitu membenahi konsep pertanian yang selama ini seolah dilakukan demi pariwisata, atau agriculture supporting tourism.
“Terbalik ini, harusnya kan tourism yang supporting agriculture. Contoh, sebelum pandemi, saat ada tamu, baru kita menanam padi, baru kita membajak sawah, jadi memang itu digunakan sebagai atraksi. Teman-teman banyak sekali membuat agro wisata, agro kopi, kopi luwak, untuk mendatangkan tamu. Saat ada tamu, baru dia buat kopi, akhirnya saat tamunya nggak ada ya akhirnya tutup seperti sekarang,” ungkap Agung Wedhatama yang merupakan Pendiri Forum Petani Muda Keren Bali.
Yang seharusnya dibenahi kini, yaitu bagaimana agar pariwisata yang menunjang pertanian, atau tourism supporting agriculture. Sehingga, nantinya pariwisata akan datang sebagai bonus, dan pertanian sebagai aktivitas utama.
Sementara itu, Dwitra J Ariana, seorang filmmaker yang memutuskan untuk menjadi petani, melihat bahwa Bali memiliki daya dukung yang kuat untuk mendukung kehidupan semua orang yang sedang berada di Bali saat ini, bahkan ketika pandemi melanda. Hal itu paling tidak tercapai dari segi pangan, seandainya semua tanah-tanah di Bali diptimalkan pengelolaannya untuk tanaman pangan.
“Jadi, di masa pandemi ini ada kesadaran baru teman-teman kita, saudara-saudara kita, orang-orang Bali untuk kembali merevitalisasi pertanian. Mereka ngeh bahwa pariwisasta begitu rapuh,” jelas filmmaker dengan sapaan Dadap ini. Sebagai contoh, dirinya sendiri selama pandemi telah memiliki lima kebun untuknya bercocok tanam.
Namun demikian, pertanian tidak menjadi satu-satunya hal yang perlu dikembangkan. Saat ini antara pertanian dan pariwisata memang masih perlu untuk berjalan beriringan secara seimbang. Karena, hasil panen berlebih yang tidak dikelola dengan marketing yang baik juga bisa membawa masalah.
Ayu Sudana, seorang entrepreneur yang juga bergerak di bidang pertanian, menyarankan bahwa langkah yang perlu dilakukan oleh pemerintah yakni, pertama, tidak mengubah sistem pertanian yang sudah ada yaitu dengan sustainable way. Seperti ilustrasi, bahwa beberapa desa di Bali saat ini telah kekurangan air karena penebangan hutan.
Sehingga, sangat penting bagi lahan pertanian untuk menjaga atau menanam pohon-pohon penginang di kebun, dan menanam tanaman lain di bawahnya. “Nah untuk menyupport itu kita harus juga developing the right people, the right equipment, dan juga the right quality control, dan the right marketing strategi,” sarannya.
Berikutnya, yang perlu dilakukan adalah mendukung agar bisnis-bisnis lokal menggunakan produk lokal juga. Faktor digital marketing juga menjadi faktor penting, sehingga ada baiknya agar para petani didukung dengan internet agar para petani bisa belajar mengenai digital marketing.
Selain itu, pameran dan acara-acara dalam bidang marketing juga merupakan suatu cara promosi yang perlu dilakukan. Bahkan, dewasa ini pemerintah menyewa jasa influencer untuk mempromosikan pariwisata, cara tersebut juga bisa dilakukan untuk produk-produk pertanian Bali.*cr74
Komentar