Musim Pawiwahan, MDA Hanya Bisa Mengimbau
SINGARAJA, NusaBali
Hari baik melangsungkan pawiwahan (pernikahan) dalam dua pekan terakhir bagi umat Hindu di Bali kembali menjadi sororan Satgas Penanganan Covid-19.
Tak terkecuali di wilayah Buleleng. Upacara pernikahan dengan gelaran resepsi dan pelibatan orang banyak sudah mulai biasa dilakukan pemilik hajatan.
Majelis Desa Adat (MDA) Buleleng mengaku ewuh pakewuh menanggapi pelanggaran yang terjadi karena tak mengeluarkan sanksi untuk menindak tegas setiap pelanggaran. Hal itu disampaikan Bendesa Madya MDA Buleleng Dewa Putu Budarsa Minggu (22/11). Dia pun tak memungkiri jika pelanggaran prokes terutama menimbulkan kerumunan dari gelaran resepsi pernikahan belakangan ini sering ditemukan. Padahal dalam surat edaran bersama MDA Bali dan Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali dengan Gubernur Bali dengan tegas melarang menggelar resepsi. “Pelaksanaan upacara itu dibolehkan kalau memang tidak bisa ditunda dengan catatan membatasi jumlah peserta dan tetap menjalankan prokes cuci tangan, wajib masker dan jaga jarak menghindari kerumunan. Tetapi kerumunan orang banyak yang sering dilanggar,” jelas dia.
MDA Kabupaten disebut Budarsa sudah melakukan imbauan kepada Satgas Gotong Royong di masing-masing desa adatnya untuk memberikan pemahaman dan pengertian kepada pemilik hajatan. Hanya saja sejauh ini masih banyak yang melanggar. “Memang kami yang menaungi adat menjadi ewuh pakewuh, sementara dari segi aturan memang dilarang, tetapi MDA tidak mengeluarkan sanksi untuk menindak pelanggaran,” imbuh Bendesa Madya Budarsa. Hal itu disebutnya juga dirasakan Bendesa Adat di Desa Pakraman.
Sosialisasi tetap dilakukan selama ini, namun pelanggaran dari penyelenggaraan yadnya menimbulkan kerumunan masih menjadi catatan pelanggaran tinggi. Dia pun berharap krama desa adat di Bali untuk menyadari kondisi pandemi yang masih terjadi saat ini. Sehingga kasus konfirmasi positif baru di Buleleng meski sudah melandai saat ini tak bertambah karena klaster baru upacara seperti di kabupaten lain di Bali.
Hanya saja Budarsa mengaku lega dengan terbitnya Maklumat Kapolri terbaru dengan fokus imbauan kerumunan orang banyak. “Kalau kami tidak bisa memberikan sanksi mungkin kewenangan Polri melalui Maklumat Kapolrinya bisa menindak pelanggaran yang terjadi saat pelaksanaan upacara adat,” jelas dia.
Sementara itu penekanan prokes Covid-19 di Buleleng tak hanya difokuskan pada pelaksanaan upacara pawiwahan. Tetapi juga pelaksanaan upacara ngaben. MDA Buleleng mengaku menggandeng Koramil dan Polsek, perwakilan TNI Polri di masing-masing kecamatan untuk memberikan edukasi kepada krama desa yang akan menyelenggarakan upacara ngaben. Terutama dalam pembatasan peserta upacara di hari H pelaksanaan. Panitia ngaben disebut Budarsa harus menandatangani surat pernyataan disertai Bendesa Adat dan Perbekel setempat untuk menyanggupi pembatasan personel saat upacara berlangsung.
Bahkan sang yajamana (pelaksana hajatan) harus menghitung rinci berapa peserta yang dilibatkan seminimal mungkin berikut nama-namanya. “Kalau ngaben seperti di beberapa tempat mereka sudah menandatangani surat pernyataan akan melangsungkan upacara sesuai dengan jumlah yang sudah ditetapkan. Misalnya yang ngusung bade maksimal 40 orang, sekeaa gong berapa yang nyuun banten berapa, terinci pasti sehingga total maksimal hanya aada 106 orang yang ikut dalam upacara ngaben itu,” kata Budarsa.
Jika dalam pelaksanaan upacara di hari H terjadi pelanggaran dari jumlah kepesertaan upacara langsung akan dikeluarkan oleh personel TNI dan Polri yang mewilayahi pelaksanaan ngaben itu. Sedangkan dari perkembangan jumlah kasus di Buleleng hingga Minggu (22/11), terjadi penambahan kasus konfirmasi baru sebanyak 5 orang. Mereka tersebar di Kecamatan Seririt dua orang di Kecamatan Buleleng, Tejakula dan Busungbiu masing-masing 1 orang. Selain itu ada 2 pasien Covid-19 yang dinyatakan sembuh. keduanya berasal dari Kecamatan Sawan dan Buleleng.
Fluktuasi kasus Covid-19 di Bulelengs sesuai catatan Satgas Penanganan Covid-19 di Buleleng jumlah kasus konfirmasi kumulatif sebanyak 1.110 orang. Sebanyak 1.033 orang dinyatakan sembuh, 57 orang meninggal dunia dan 20 orang masih menjalani perawatan. *k23
Majelis Desa Adat (MDA) Buleleng mengaku ewuh pakewuh menanggapi pelanggaran yang terjadi karena tak mengeluarkan sanksi untuk menindak tegas setiap pelanggaran. Hal itu disampaikan Bendesa Madya MDA Buleleng Dewa Putu Budarsa Minggu (22/11). Dia pun tak memungkiri jika pelanggaran prokes terutama menimbulkan kerumunan dari gelaran resepsi pernikahan belakangan ini sering ditemukan. Padahal dalam surat edaran bersama MDA Bali dan Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali dengan Gubernur Bali dengan tegas melarang menggelar resepsi. “Pelaksanaan upacara itu dibolehkan kalau memang tidak bisa ditunda dengan catatan membatasi jumlah peserta dan tetap menjalankan prokes cuci tangan, wajib masker dan jaga jarak menghindari kerumunan. Tetapi kerumunan orang banyak yang sering dilanggar,” jelas dia.
MDA Kabupaten disebut Budarsa sudah melakukan imbauan kepada Satgas Gotong Royong di masing-masing desa adatnya untuk memberikan pemahaman dan pengertian kepada pemilik hajatan. Hanya saja sejauh ini masih banyak yang melanggar. “Memang kami yang menaungi adat menjadi ewuh pakewuh, sementara dari segi aturan memang dilarang, tetapi MDA tidak mengeluarkan sanksi untuk menindak pelanggaran,” imbuh Bendesa Madya Budarsa. Hal itu disebutnya juga dirasakan Bendesa Adat di Desa Pakraman.
Sosialisasi tetap dilakukan selama ini, namun pelanggaran dari penyelenggaraan yadnya menimbulkan kerumunan masih menjadi catatan pelanggaran tinggi. Dia pun berharap krama desa adat di Bali untuk menyadari kondisi pandemi yang masih terjadi saat ini. Sehingga kasus konfirmasi positif baru di Buleleng meski sudah melandai saat ini tak bertambah karena klaster baru upacara seperti di kabupaten lain di Bali.
Hanya saja Budarsa mengaku lega dengan terbitnya Maklumat Kapolri terbaru dengan fokus imbauan kerumunan orang banyak. “Kalau kami tidak bisa memberikan sanksi mungkin kewenangan Polri melalui Maklumat Kapolrinya bisa menindak pelanggaran yang terjadi saat pelaksanaan upacara adat,” jelas dia.
Sementara itu penekanan prokes Covid-19 di Buleleng tak hanya difokuskan pada pelaksanaan upacara pawiwahan. Tetapi juga pelaksanaan upacara ngaben. MDA Buleleng mengaku menggandeng Koramil dan Polsek, perwakilan TNI Polri di masing-masing kecamatan untuk memberikan edukasi kepada krama desa yang akan menyelenggarakan upacara ngaben. Terutama dalam pembatasan peserta upacara di hari H pelaksanaan. Panitia ngaben disebut Budarsa harus menandatangani surat pernyataan disertai Bendesa Adat dan Perbekel setempat untuk menyanggupi pembatasan personel saat upacara berlangsung.
Bahkan sang yajamana (pelaksana hajatan) harus menghitung rinci berapa peserta yang dilibatkan seminimal mungkin berikut nama-namanya. “Kalau ngaben seperti di beberapa tempat mereka sudah menandatangani surat pernyataan akan melangsungkan upacara sesuai dengan jumlah yang sudah ditetapkan. Misalnya yang ngusung bade maksimal 40 orang, sekeaa gong berapa yang nyuun banten berapa, terinci pasti sehingga total maksimal hanya aada 106 orang yang ikut dalam upacara ngaben itu,” kata Budarsa.
Jika dalam pelaksanaan upacara di hari H terjadi pelanggaran dari jumlah kepesertaan upacara langsung akan dikeluarkan oleh personel TNI dan Polri yang mewilayahi pelaksanaan ngaben itu. Sedangkan dari perkembangan jumlah kasus di Buleleng hingga Minggu (22/11), terjadi penambahan kasus konfirmasi baru sebanyak 5 orang. Mereka tersebar di Kecamatan Seririt dua orang di Kecamatan Buleleng, Tejakula dan Busungbiu masing-masing 1 orang. Selain itu ada 2 pasien Covid-19 yang dinyatakan sembuh. keduanya berasal dari Kecamatan Sawan dan Buleleng.
Fluktuasi kasus Covid-19 di Bulelengs sesuai catatan Satgas Penanganan Covid-19 di Buleleng jumlah kasus konfirmasi kumulatif sebanyak 1.110 orang. Sebanyak 1.033 orang dinyatakan sembuh, 57 orang meninggal dunia dan 20 orang masih menjalani perawatan. *k23
Komentar