'Golkar Bisa Mimpi Buruk di Pesta 2018'
Versi mantan Ketua KPU Buleleng Wayan Rideng, ke depan perlu ada sanksi bagi parpol yang tidak melakukan tugas rekrutmen calon pemimpin
Karena Mandul di Pilkada Buleleng
DENPASAR, NusaBali
Srikandi Golkar Dewa Ayu Putu Sri Wigunawati menilai partainya mandul di Pilkada Buleleng 2017, karena tidak mampu melahirkan paket calon. Kabur dari gelanggang demi membela pasangan calon Independen yang terpental, Golkar pun disebut dihantui mimpi buruk pesta politik 2018.
Sri Wigunawati menyebutkan, inilah untuk kali pertama dalam sejarah kepemimpinan Golkar pilih membela kotak kosong, sebagaimana disampaikan Ketua DPD I Golkar Bali Ketut Sudikerta untuk tarung Pilkada Buleleng 2017. "Partai Golkar sudah lari dari gelanggang. Dan, ini sejarah untuk pertama kali Golkar membela kotak kosong. Ironis, Golkar adalah partai papan atas di Bali, tapi malah membela kotak kosong. Ini menampar wajah partai," ujar Sri Wigunawati kepada NusaBali di Denpasar, Senin (31/10).
Ketua Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) Provinsi Bali ini mengingatkan, Golkar Bali telah gagal melahirkan calon pemimpin di Buleleng. "Secara politik, Golkar gagal melahirkan calon pemimpin dengan membela kotak kosong. Padahal, Golkar punya mekanisme yang jelas dalam peraturan organisasi soal tahapan penjaringan kandidat calon yang akan diusung di Pilkada," kritik mantan Sekretaris DPD I Golkar Bali 2010-2012 dan Ketua Kesatuan Perempuan Partai Golkar (KPPG) Provinsi Bali ini.
Selain menyodok Golkar Bali, Sri Wigunawati juga tuding Badan Koordinasi Pemena-ngan Pemilu (BKPP) bentukan DPD I Golkar Bali telah gagal menyusun strategi untuk event politik Pilkada Buleleng 2017. Kalau di Buleleng saja BKPP tidak bisa bantu melahirkan strategi, maka Pilkada 2018 bisa jadi mimpi buruk bagi perjuangan Golkar. Di 2018, Golkar akan menghadapi Pilgub Bali, Pilkada Gianyar, dan Pilkada Klungkung.
"Strategi BKPP ke mana? Kok di Buleleng sampai membela kotak kosong dan tidak mencalonkan kandidat Calon Bupati?” tanya Srikandi Golkar asal Desa Yehembang, Kecamatan Mendoyo, Jembrana yang sempat diusung partainya sebagai Calon Wakil Bupati (Cawabup) Jembrana di Pilkada 2005 ini.
Kritikan senada juga disampaikan kader senior Golkar, Dewa Ngakan Rai Budiasa. Menurut Rai Budiasa, BKPP bentukan DPD I Golkar Bali yang dipimpin duet Dewa Made Suamba Negara-Wayan Subawa ini patut dipertanyakan kinerjanya. "Peran BKPP dalam Pilkada dipertanyakan. Katanya salah satu tugas BKPP menyusun strategi pemenangan Pilkada. Bagaimana mau menang, mencalonkan kandidat saja tidak?" sindir Rai Budiasa yang mantan Ketua OKK DPD I Golkar Bali 2010-2014.
Sebagai kader yang berada di luar struktur, Rai Budiasa mengatakan dirinya bisa lebih jernih menilai Golkar. "Jadi, saya menilai dan mengamati secara objektif, bukan bermaksud menjelek-jelekkan partai sendiri. Dengan tidak lahirnya calon di Buleleng, ini preseden buruk bagi Golkar, terutama dalam konsolidasi dan proses pengodokan calon pemimpin," tandas politisi asal Desa Melinggih Kelod, Kecamatan Payangan, Gianyar ini.
Sementara itu, mantan Ketua KPU Buleleng 2008-2013, Kadek Cita Ardanayudi, me-ngatakan terciptanya calon tunggal di Pilkada Buleleng 2017 dengan hanya menampilkan pasangan incumbent Putu Agus Suradnyana-dr Nyoman Sutjidra (PAS-Sutji), merupakan kegagalan partai politik dalam melaksanakan amanah UU Parpol. Yang dianggap gagal di sini, tentu saja, Golkar dan Demokrat.
“Ini (pilihan Golkar-Demokrat tidak ajukan pasangan calon, Red) sangat ironi, kalau melihat potensi kepemimpinan di Buleleng sangat kuat bahkan sejak zaman Belanda. Ini mencederai hak rakyat untuk memperoleh pilihan yang baik dalam kontestasi demokrasi,” ujar Cita Ardana kepada NusaBali secara terpisah di Singaraja, Senin kemarin.
Cita Ardana menegaskan, salah satu fungsi partai politik sesuai amanat UU Parpol adalah rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi, dengan memperhatikan kesetaraan gender. “Sesuai Pasal 11 UU Parpol, fungsinya jelas, potensi kepemimpinan jelas, anggaran bantuan politik dari APBD jelas. Tapi, hasilnya kok tidak jelas?” katanya.
Menurut Cita Ardana, situasi di Pilkada Buleleng 2017 ini menjadi preseden buruk bagi citra parpol ke depan. Masalahnya, parpol yang punya peran penting dalam sistem demokrasi kenegaraan, justru tidak mampu melahirkan calon pemimpin. “Kepercayaan masyarakat bisa berkurang. Kalau sudah kepercayaan rakayat semakin memudar, bagaimana nasib demokrasi kita ke depan?” tanya Cita Ardana yang juga sempat menjadi anggota KPU Kota Denpasar.
Paparan senada juga disampaikan mantan Ketua KPU Buleleng 2008-2013, I Wayan Rideng. Dia menyebutkan, dalam perhelatan politik, ada tiga stakeholder yang berperan, yakni pemerintah sebagai penyedia anggaran, KPU sebagai penyelenggara, dan parpol sebagai peserta. Perhelatan politik itu akan berlangsung jika ketiga stakeholder ini terlibat sesuai perannya. “Sekarang legitimasi masyarakat bisa jadi kurang greget, karena mereka tidak disungguhi pilihan,” kritik Rideng secara terpisah di Singaraja, Senin kemarin.
Menurut Rideng, ke depan perlu dipikirkan oleh regulator dalam penyusunan aturan terkait sanksi bagi parpol yang tidak melaksanakan tugas rekrutmen calon pemimpin seperti di Pilkada Buleleng 2017. Masalahnya, rakyat telah membiayai melalui dana bantuan parpol. Tapi, parpol tidak bisa mempertanggungjawabkannya dalam melahirkan calon pemimpin. nat,k19
Komentar