Wawa Arjaya Gelar Seminar Tunggal Hasil Penelitian Tindakan Kelas
Respons Program Merdeka Belajar
DENPASAR, NusaBali
Merespons program ‘Merdeka Belajar’ dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, seorang guru SMPN 1 Denpasar, Putu Eka Juliana Jaya SE MSi melakukan sebuah penelitian tindakan kelas dengan tema ‘Upaya Peningkatan Prestasi dan Partisipasi Siswa Melalui Desain Pembelajaran Merdeka Belajar IPS di Kelas VIII E SMPN 1 Denpasar Tahun Ajaran 2020/2021’.
Penelitian ini diungkap dalam Seminar Tunggal Laporan Penelitian Tindakan Kelas secara online, Jumat (27/11). Wanita yang akrab disapa Wawa Arjaya ini menjelaskan, proses penelitian tindakan kelas dititikberatkan pada prestasi belajar siswa dalam proses pembelajaran melalui desain pembelajaran ‘Merdeka Belajar’. Melalui strategi ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam meraih prestasi belajar dan meningkatkan partisipasi belajarnya. Tujuan merdeka belajar adalah agar para guru, peserta didik, serta orangtua bisa mendapat suasana yang bahagia.
“Merdeka belajar itu bahwa proses pendidikan harus menciptakan suasana-suasana yang membahagiakan. Bahagia buat siapa? Bahagia buat guru, bahagia buat peserta didik, bahagia buat orangtua, dan bahagia untuk semua orang,” ujar Wawa Arjaya.
Dikatakan, penelitian dilakukan selama empat bulan mulai dari Agustus hingga November 2020, dengan melibatkan subjek penelitian yakni siswa kelas VIII E SMP Negeri 1 Denpasar. Jumlah siswa yang menjadi subjek penelitian berjumlah 43 orang, terdiri dari 22 laki-laki dan 21 perempuan. Pengumpulan dilakukan dengan teknik angket melalui google form, observasi dan wawancara.
Lanjutnya, penelitian tindakan kelas tersebut dilaksanakan dalam dua siklus, yang diawali pra siklus. Setiap siklus terdiri dari empat langkah yaitu perencanaan (planning), pelaksanaan (actuating), observasi (observing), dan refleksi (reflecting). Pada tahap pra siklus, diadakan ulangan harian atau pre-test, dilanjutkan dengan menganalisis hasil ulangan, dan mengamati aktivitas siswa, baik sikap dan perilakunya selama mengikuti proses pembelajaran maupun ulangan.
Setelah pra siklus, dilakukan siklus pertama yang didasar hasil kegiatan tahap pra siklus. Tahap siklus pertama diterapkan tindakan penelitian dengan menggunakan desain pembelajaran Merdeka Belajar, yakni membentuk kelompok belajar berdasarkan heterogenitas jenis kelamin dan kemampuan, memberi penjelasan kepada kelompok tentang materi yang harus didiskusikan, dan yang dilakukan dalam kelompok. Kemudian menugaskan kelompok untuk membuat kesimpulan materi yang didiskusikan, membimbing kelompok dalam mengerjakan tugas diskusi, rangkuman yang dibuat harus dihubungkan dengan kondisi riil di masyarakat setempat.
“Masing-masing kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil kerja kelompok, sedangkan kelompok lain diberi kesempatan untuk memberi tanggapan hasil kelompok lain, meminta kelompok mengumpulkan hasil kerja kelompok, dan membuat kesimpulan bersama dalam kelas,” ungkap istri mantan Ketua Komisi I DPRD Bali, Made Arjaya ini.
Sementara pada siklus kedua didasari refleksi dari pelaksanaan tindakan siklus pertama. Pada siklus kedua dilakukan tindakan yang berupa perbaikan dari tindakan siklus pertama, dengan menggunakan pendekatan yang sama seperti siklus pertama yakni pendekatan desain pembelajaran Merdeka Belajar, yang lebih bervariasi.
Dari penelitian tersebut, Wawa Arjaya menerangkan, kondisi awal dengan pendekatan desain pembelajaran Merdeka Belajar diperoleh data di mana pada masa prasiklus mencapai rata-rata 68,84 dan hanya 39,53 persen siswa mencapai nilai 81 atau lebih dari 81. Padahal idealnya minimal harus mencapai 100 persen siswa mendapat 81 atau di atas 81.
Sedangkan hasil belajar pada siklus pertama terdapat kenaikan prestasi belajar berupa rata-rata kelas menjadi 78,14 dan sebanyak 79,07 persen siswa memperoleh nilai tuntas. Nilai terendah adalah 50 dan nilai tertinggi adalah 100. Sementara hasil belajar pada siklus kedua terdapat kenaikan prestasi belajar berupa rata-rata kelas menjadi 87,44 dan sebanyak 100 persen siswa memperoleh nilai tuntas. Nilai terendah adalah 81 dan nilai tertinggi adalah 100. “Karena dalam penelitian ini terjadi peningkatan prestasi belajar dan partisipasi siswa, maka peneliti berkesimpulan bahwa desain pembelajaran Merdeka Belajar sangat cocok digunakan dalam pembelajaran IPS,” tandasnya. *ind
“Merdeka belajar itu bahwa proses pendidikan harus menciptakan suasana-suasana yang membahagiakan. Bahagia buat siapa? Bahagia buat guru, bahagia buat peserta didik, bahagia buat orangtua, dan bahagia untuk semua orang,” ujar Wawa Arjaya.
Dikatakan, penelitian dilakukan selama empat bulan mulai dari Agustus hingga November 2020, dengan melibatkan subjek penelitian yakni siswa kelas VIII E SMP Negeri 1 Denpasar. Jumlah siswa yang menjadi subjek penelitian berjumlah 43 orang, terdiri dari 22 laki-laki dan 21 perempuan. Pengumpulan dilakukan dengan teknik angket melalui google form, observasi dan wawancara.
Lanjutnya, penelitian tindakan kelas tersebut dilaksanakan dalam dua siklus, yang diawali pra siklus. Setiap siklus terdiri dari empat langkah yaitu perencanaan (planning), pelaksanaan (actuating), observasi (observing), dan refleksi (reflecting). Pada tahap pra siklus, diadakan ulangan harian atau pre-test, dilanjutkan dengan menganalisis hasil ulangan, dan mengamati aktivitas siswa, baik sikap dan perilakunya selama mengikuti proses pembelajaran maupun ulangan.
Setelah pra siklus, dilakukan siklus pertama yang didasar hasil kegiatan tahap pra siklus. Tahap siklus pertama diterapkan tindakan penelitian dengan menggunakan desain pembelajaran Merdeka Belajar, yakni membentuk kelompok belajar berdasarkan heterogenitas jenis kelamin dan kemampuan, memberi penjelasan kepada kelompok tentang materi yang harus didiskusikan, dan yang dilakukan dalam kelompok. Kemudian menugaskan kelompok untuk membuat kesimpulan materi yang didiskusikan, membimbing kelompok dalam mengerjakan tugas diskusi, rangkuman yang dibuat harus dihubungkan dengan kondisi riil di masyarakat setempat.
“Masing-masing kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil kerja kelompok, sedangkan kelompok lain diberi kesempatan untuk memberi tanggapan hasil kelompok lain, meminta kelompok mengumpulkan hasil kerja kelompok, dan membuat kesimpulan bersama dalam kelas,” ungkap istri mantan Ketua Komisi I DPRD Bali, Made Arjaya ini.
Sementara pada siklus kedua didasari refleksi dari pelaksanaan tindakan siklus pertama. Pada siklus kedua dilakukan tindakan yang berupa perbaikan dari tindakan siklus pertama, dengan menggunakan pendekatan yang sama seperti siklus pertama yakni pendekatan desain pembelajaran Merdeka Belajar, yang lebih bervariasi.
Dari penelitian tersebut, Wawa Arjaya menerangkan, kondisi awal dengan pendekatan desain pembelajaran Merdeka Belajar diperoleh data di mana pada masa prasiklus mencapai rata-rata 68,84 dan hanya 39,53 persen siswa mencapai nilai 81 atau lebih dari 81. Padahal idealnya minimal harus mencapai 100 persen siswa mendapat 81 atau di atas 81.
Sedangkan hasil belajar pada siklus pertama terdapat kenaikan prestasi belajar berupa rata-rata kelas menjadi 78,14 dan sebanyak 79,07 persen siswa memperoleh nilai tuntas. Nilai terendah adalah 50 dan nilai tertinggi adalah 100. Sementara hasil belajar pada siklus kedua terdapat kenaikan prestasi belajar berupa rata-rata kelas menjadi 87,44 dan sebanyak 100 persen siswa memperoleh nilai tuntas. Nilai terendah adalah 81 dan nilai tertinggi adalah 100. “Karena dalam penelitian ini terjadi peningkatan prestasi belajar dan partisipasi siswa, maka peneliti berkesimpulan bahwa desain pembelajaran Merdeka Belajar sangat cocok digunakan dalam pembelajaran IPS,” tandasnya. *ind
Komentar