LENTERA: Pain:The Gift that No Body Want
MENYUSUL panjangnya krisis yang dibawa oleh virus Corona dan merata di seluruh dunia, rasa sakit (pain) yang dihadirkan oleh zaman ini memang hebat sekali.
Ekonomi yang tadinya tumbuh tertinggi di sepanjang sejarah, menjadi mundur terendah juga di sepanjang sejarah. Ia membawa akibat langsung pada banyak sekali manusia yang kehilangan pekerjaan.
Musibah ekonomi ini menyeret nyaris semua sektor lain. Inidikator-indikator kesehatan sosial di mana-mana memburuk. Dari stres, depresi, kekerasan di dalam rumah tangga, perceraian, sampai dengan bunuh diri. Keluarga spiritual Compassion yang terus menerus ada di lapangan, bersama 3 pusat layanan yang dimiliki, merasakan sekali betapa menyentuhnya putaran zaman ini.
Untuk membantu para sahabat agar sehat selamat, layak direnungkan dalam-dalam pesan ini: “Sedih-senang, duka-suka, menangis-tersenyum, bukanlah paket yang dibawa oleh kejadian, melainkan apa yang ditambahkan manusia pada kejadian!” Dengan kata lain, pikiran bukanlah kejadian yang membuat putaran zaman menyakitkan atau membahagiakan.
Dalam spirit yang sama, rasa sakit juga serupa. Ia bisa menjadi awal banyak petaka. Ia juga bisa menjadi pintu pembuka kehidupan yang penuh cahaya, tergantung pada bagaimana seseorang berespons. Ia tidak jauh berbeda dengan cerita tua tentang kotoran sapi yang diletakkan tetangga di depan rumah. Jika pikirannya negatif, ia awal dari musibah. Bila pikirannya positif, kotoran sapi bisa berubah menjadi bunga indah. *
Diangkat Naik oleh Rasa Sakit
Di dunia para bijaksana, sering terdengar pesan seperti ini: “Do not let pain define you, let it refine you!” Jika seseorang jadi jahat karena dijahatin orang, itu artinya rasa sakit membentuk seseorang jadi buruk. Demikian juga seseorang yang marah, protes, menyalahkan ini-itu karena kehilangan pekerjaan, lebih-lebih menghancurkan fasilitas umum, kejadian buruk membuat ia menjadi manusia yang juga buruk.
Diangkat Naik oleh Rasa Sakit
Di dunia para bijaksana, sering terdengar pesan seperti ini: “Do not let pain define you, let it refine you!” Jika seseorang jadi jahat karena dijahatin orang, itu artinya rasa sakit membentuk seseorang jadi buruk. Demikian juga seseorang yang marah, protes, menyalahkan ini-itu karena kehilangan pekerjaan, lebih-lebih menghancurkan fasilitas umum, kejadian buruk membuat ia menjadi manusia yang juga buruk.
Jalan setapak yang ditempuh para bijaksana terbalik, bukan dibikin buruk oleh kejadian buruk, tapi dibikin semakin halus dan lembut oleh kejadian-kejadian buruk. Jumlah manusia yang bisa seperti ini memang sedikit, tapi yang sedikit inilah yang akan meghidupkan cahaya lilin banyak orang.
Penyair besar Kahlil Gibran adalah contoh indah dalam hal ini. Tatkala mengalami rasa sakit karena patah hati, beliau tidak bunuh diri, melainkan menuangkan rasa sakit di dalam ke dalam mahakarya yang berjudul The Prophet. YMM Dalai Lama mengalami rasa sakit super hebat karena kehilangan negerinya di umur 15 tahun. Setelah sekian waktu berlalu, banyak orang menyimpulkan, “HH Dalai Lama is suffering to Tibet but blessing to the world.”
Penderitaan yang sangat gelap diolah menjadi cahaya yang sangat terang. Sementara kebanyakan orang dibikin jatuh oleh rasa sakit – dari sakit fisik sampai sakit mental –, orang bijaksana diangkat naik oleh rasa sakit.
Alat yang digunakan sederhana, cara memandang yang sehat dipadukan dengan sikap keseharian yang penuh ketekunan dan tidak mudah menyerah. Rasa sakit tidak dipandang sebagai setan yang sedang menyerang, tapi sebagai kekuatan yang membuat jiwa memancar semakin terang. Dan, cara pandang ini kemudian diterjemahkan ke dalam sikap keseharian yang tidak mudah menyerah.
Dalam bahasa Mahatma Gandhi: “Awalnya orang tertawa melecehkan. Kemudian ada yang menghina. Sebagian ada yang menyerang. Tapi, akhirnya kita menang!” Itulah contoh nyata bagaimana rasa sakit bisa membuat perjalanan jiwa jadi terangkat naik.
Tiga Wajah Indah Rasa Sakit
Dibekali wawasan seperti itu, mari mendalami tiga wajah indah yang tersembunyi di balik rasa sakit, ‘Rasa sakit sebagai penjaga, rasa sakit sebagai kompas petunjuk arah perjalanan, rasa sakit sebagai malaikat yang menyelamatkan’. Teman-teman yang teliti merawat kesehatan, mengerti bahwa rasa sakit yang hadir sangat menjaga tidak saja kesehatan tubuh, tapi juga kesehatan mental dan spiritual. Sebut saja seseorang terkena sakit perut. Ia masukkan terang benderang tentang makanan yang tidak boleh dimakan. Sehingga di waktu berikutnya terjaga untuk tidak memakan makanan yang sama.
Tiga Wajah Indah Rasa Sakit
Dibekali wawasan seperti itu, mari mendalami tiga wajah indah yang tersembunyi di balik rasa sakit, ‘Rasa sakit sebagai penjaga, rasa sakit sebagai kompas petunjuk arah perjalanan, rasa sakit sebagai malaikat yang menyelamatkan’. Teman-teman yang teliti merawat kesehatan, mengerti bahwa rasa sakit yang hadir sangat menjaga tidak saja kesehatan tubuh, tapi juga kesehatan mental dan spiritual. Sebut saja seseorang terkena sakit perut. Ia masukkan terang benderang tentang makanan yang tidak boleh dimakan. Sehingga di waktu berikutnya terjaga untuk tidak memakan makanan yang sama.
Hal yang sama juga terjadi dengan rasa sakit secara mental. Andaikan seseorang terlukai oleh kata-kata tidak sopan orang lain, luka jenis ini sedang menjaga yang bersangkutan di waktu berikutnya, agar hati-hati berbicara ke orang-orang yang cirinya mirip dengan orang yang tadinya melukai. Itulah wajah rasa sakit sebagai kekuatan penjaga.
Lebih dari sebagai kekuatan penjaga, rasa sakit juga kompas yang menunjukkan arah perjalanan yang sebaiknya dilalui kemudian. Di keluarga Compassion, telah lama para sahabat diminta agar dibikin bercahaya (bukan dibikin berbahaya) oleh rasa sakit. Caranya, lihat pesan spiritual di balik penyakit rasa sakit.
Teman yang sering sakit di sekitar kaki, hati-hati melangkah dalam kehidupan. Ia yang sakit jantung disarankan untuk menyempurnakan cinta kasih dalam tindakan. Kawan-kawan yang sakit paru-paru, belajar terhubung dengan alam sekitar. Siapa saja yang sering sakit di sekitar mulut dan kerongkongan, hati-hati berbicara, yakinlah setiap pesan yang keluar dari mulut akan menyejukkan. Sakit di sekitar kepala sedang membawa bimbingan agar lebih sedikit berpikir, lebih banyak mengalir.
Wajah terindah yang berada di balik rasa sakit adalah rasa sakit sebagai malaikat yang menyelamatkan. Sekian tahun lalu, ketika membimbing meditasi selama 10 hari siang malam di sebuah tempat suci di Bali Utara, Guruji dikunjungi rasa sakit yang sangat hebat di ulu hati. Tidak bisa tidur sama sekali selama 5 malam. Sampai dilarikan ke dokter di hari keenam. Setelah lama berlalu, terbuka rahasia begitu cara chakra keempat (chakra hati) di-bersihkan oleh Guru rahasia.
Di waktu lain, Guruji dikunjungi sakit gigi yang sampai berbulan-bulan. Sampai dokter gigi heran karena bisa menahan rasa sakit yang demikian dalam selama waktu yang panjang. Sakit gigi sedang membuka rahasia nutrisi yang cocok dengan ciri unik tubuh Guruji. Lebih dalam dari itu, rasa sakit yang panjang dan dalam sering membuka buku suci rahasia yang disembunyikan di dalam.
Jika buku suci agama-agama diperuntukkan kepada banyak orang, buku suci di dalam bersifat sangat khusus dan sepesifik, hanya untuk yang bersangkutan seorang diri. Sayang ini termasuk wilayah-wilayah rahasia yang tidak boleh dijelaskan.
Pencari di jalan Tantra, banyak yang menemukan buku suci unik jenis ini. Naropa adalah seorang profesor (guru besar) di Universitas Nalanda India. Saat sedang membaca buku, tiba-tiba datang nenek-nenek tua yang tertawa sambil menghina: “Naropa, kamu pikir bisa tercerahkan hanya dengan membaca buku? Cepat jumpai Gurumu Tilopa!” Dari sanalah Naropa kemudian menemukan buku suci di dalam diri dengan dibimbing oleh rasa sakit yang panjang sekaligus dalam.
Jetsun Milarepa adalah contoh lain. Rasa sakit yang dialami tidak kebayang (unimaginable). Lagi-lagi orang suci dari Tibet ini bercerita tentang buku suci di dalam diri yang dibuka melalui rasa sakit yang panjang dan dalam. *
Gede Prama
Gede Prama
1
Komentar