Sudirta Kritisi Calon Anggota Komisi Yudisial
JAKARTA, NusaBali
Anggota Komisi III DPR RI Dapil Bali, I Wayan Sudirta mengkritisi calon anggota Komisi Yudisial (KY) periode 2020-2025.
Hal tersebut Sudirta lakukan ketika uji kelayakan Calon Anggota KY, Prof Dr Mukti Fajar Nur Dewata SH MHum. Sudirta melayangkan pertanyaan kepada yang bersangkutan tentang evaluasi putusan hakim serta tentang hakim karir dan non karir.
"Walau saya baru baca data yang ada, jujur saya akui ini menarik dan memukau. Apalagi ada dua terobosan langsung. Satu mengenai evaluasi putusan hakim dan kedua tentang hakim karir dan non karir. Itu ingin saya dalami," ujar Sudirta saat uji kelayakan dan kepatutan anggota KY, Selasa (1/12).
Menurut Sudirta, dalam materi yang dipaparkan, Mukti Fajar ingin evaluasi putusan yang belum incracht. Bagi Sudirta, hal tersebut ada positifnya. Namun dia juga melihat ada sisi negatif. Lantaran konsekuensinya sangat buruk jika bicara kebebasan hakim.
"Anda bisa sebutkan negara mana sebagai contoh yang mengevaluasi putusan sebelum incracht," tegas Sudirta. Sementara mengenai proporsi hakim karir dan non karir, anggota Fraksi PDIP ini menuturkan, sebaiknya persentase mereka berapa. Sudirta sependapat jika hakim karir mendominasi 90 persen akan sulit melakukan pengawasan terhadap mereka.
Lantaran mereka telah berteman sejak dari bawah. Oleh karena itu, terobosan hakim non karir sangat penting. "Nah berapa persen persentasenya, karena selama ini putusan Mahkamah Agung (MA) tidak mencerminkan rasa keadilan masyarakat karena masyarakat banyak teriak tidak adil," ucap Sudirta.
Mukti Fajar menanggapi, mengenai evaluasi putusan yang belum incracht dimaksud untuk mengetahui profesionalisme hakim. Sebab bisa saja mereka salah membuat putusan, tetapi bukan karena suap. Melainkan karena kapasitasnya. Jika seperti itu tinggal di-upgrade. "Dengan ditingkatkan profesionalisme hakim, maka putusan akan menjadi baik. Putusan baik jika dipahami secara metodologi," kata Mukti Fajar. Sedangkan mengenai persentase hakim karir dan non karir, Mukti Fajar menegaskan, dia belum melakukan riset.
"Tapi sebaiknya bisa seperempat sampai sepertiga atau 25-30 persen dari 60 hakim agung. Kemudian dilihat integritas, kapasitas serta track record-nya," kata Mukti Fajar. *k22
"Walau saya baru baca data yang ada, jujur saya akui ini menarik dan memukau. Apalagi ada dua terobosan langsung. Satu mengenai evaluasi putusan hakim dan kedua tentang hakim karir dan non karir. Itu ingin saya dalami," ujar Sudirta saat uji kelayakan dan kepatutan anggota KY, Selasa (1/12).
Menurut Sudirta, dalam materi yang dipaparkan, Mukti Fajar ingin evaluasi putusan yang belum incracht. Bagi Sudirta, hal tersebut ada positifnya. Namun dia juga melihat ada sisi negatif. Lantaran konsekuensinya sangat buruk jika bicara kebebasan hakim.
"Anda bisa sebutkan negara mana sebagai contoh yang mengevaluasi putusan sebelum incracht," tegas Sudirta. Sementara mengenai proporsi hakim karir dan non karir, anggota Fraksi PDIP ini menuturkan, sebaiknya persentase mereka berapa. Sudirta sependapat jika hakim karir mendominasi 90 persen akan sulit melakukan pengawasan terhadap mereka.
Lantaran mereka telah berteman sejak dari bawah. Oleh karena itu, terobosan hakim non karir sangat penting. "Nah berapa persen persentasenya, karena selama ini putusan Mahkamah Agung (MA) tidak mencerminkan rasa keadilan masyarakat karena masyarakat banyak teriak tidak adil," ucap Sudirta.
Mukti Fajar menanggapi, mengenai evaluasi putusan yang belum incracht dimaksud untuk mengetahui profesionalisme hakim. Sebab bisa saja mereka salah membuat putusan, tetapi bukan karena suap. Melainkan karena kapasitasnya. Jika seperti itu tinggal di-upgrade. "Dengan ditingkatkan profesionalisme hakim, maka putusan akan menjadi baik. Putusan baik jika dipahami secara metodologi," kata Mukti Fajar. Sedangkan mengenai persentase hakim karir dan non karir, Mukti Fajar menegaskan, dia belum melakukan riset.
"Tapi sebaiknya bisa seperempat sampai sepertiga atau 25-30 persen dari 60 hakim agung. Kemudian dilihat integritas, kapasitas serta track record-nya," kata Mukti Fajar. *k22
Komentar