Terowongan Belanda Ditemukan di Bendungan Tamblang
SINGARAJA, NusaBali
Pekerja proyek Bendungan Tamblang di perbatasan empat desa bertetangga wilayah Kecamatan Sawan dan Kubutambahan, Buleleng Timur, dikejutkan oleh temuan lubang menyerupai terowongan saat dilakukan penggalian dasar bendungan.
Mereka tanpa sengaja menemukan terowongan yang diduga saluran iri-gasi zaman Belanda tersebut, 21 November 2020 lalu. Terowongan yang mulutnya berbentuk persegi panjang ini ditemukan di sisi barat Sungai Aya wilayah Desa/Kecamatan Sawan, Buleleng. Menurut ahli geologi proyek bendungan, Hery Suwondo, terowongan itu ditemukan saat pekerja melakukan penggalian. Lubang yang ternyata terowongan itu muncul setelah penggalian mencapai 40 meter ke bawah. Posisi terowongan itu berada pada lahan yang rencananya akan dibangun tubuh bendungan.
Awalnya, hanya ditemukan satu lubang. Namun, di tengah-tengah galian tak jauh dari lubang pertama (di sebelah timurnya) kembali ditemukan lubang yang sama. Tim dari proyek Bendungan Tamblang sudah melakukan pelusuran ke dalam lubang pertama. Mereka mengukur panjang terowongan yang masih bisa diakses sepanjang 480 meter ke arah barat, kemudan berbelok ke selatan.
Sedangkan untuk lubang kedua yang ditemukan hanya 5 meter sebelah timur lubang pertama, belum dilakukan penelusuran. “Pasalnya, di antara dua lubang itu sudah dilakukan penggalian. Sehingga diperkirakan terowongan yang satu aliran itu terputus karena proyek galian badan bendungan,” ujar Hery Suwondo didampingi direksi Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali-Penida, I Nengah Sudiarta, saat ditemui NusaBali di lokasi proyek Bendungan Tamblang, Kamis (3/12).
Menurut Hery, ukuran terowongan yang diperkirakan saluran irigasi zaman Belanda ini cukup besar. “Di dalam itu cukup posisi orang berdiri, tingginya sekitar 170 sentimeter, dengan lebar bagian bawah 80 sentimeter dan lebar bagian atas sekitar 40 sentimeter. Kami sudah melakukan penelusuran dari yang bisa diakses itu, panjangnya 480 meter,” papar Hery.
Bukan hanya dua lubang terowongan yang ditemukan. Menurut Hery, di dalam terowongan juga terdata sejumlah persimpangan. “Dari pantauan kami, pengerjaan saluran irigasi ini diperkirakan sepenuhnya dikerjakan manual, karena di sepanjang terowongan juga ada lubang ventilasi yang diduga untuk membuang material dan suplai Oksigen. Elevasinya memang dilakukan di lapisan tebing batu, menyesuaikan dengan tinggi permukaan air sungai ini,” jelas ahli geologi asal Solo, Jawa Tengah ini.
Hery mengaku sempat mendatangi tokoh dan tetua di Desa Sawan untuk menggali informasi terkait temuan terowiongan Belanda tersebut. Dari informasi tokoh setempat, di masa lampau memang pernah dilakukan penggalian saluran irigasi dengan membuat terowongan bawah tanah. Namun, dari penjelasan tokoh masyarakat yang disebut Pekak Made, 75, pengerjaan terowongan yang rencananya dipakai saluran irigasi itu gagal. “Pekerja terowongan menemui kendala dalam penggalian berupa batuan keras, sehingga diputuskan untuk tidak dilanjutkan,” katanya.
Namun, apa pun, kata Hery, keberadaan terowongan kuno ini akan didiskusikan lebih detail dengan ahli-ahli bendungan lainnya. Sebab, posisinya berada di tubuh Bendungan Tamblang, sehingga berpotensi memicu kebocoran jika tidak direkonstruksi. “Kami akan diskusikan dulu dengan ahli lain, nanti penanganannya seperti apa? Pada as bendungan tidak boleh ada celah sedikit pun, semua harus kedap, agar air yang dibendung tidak bocor,” tandas Hery.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan Buleleng, Gede Dody Sukma Oktiva Askara, mengatakan akan mendorong Pemprov Bali untuk bisa memberikan izin pelestarian terowongan subak yang tak masuk dalam bangunan inti bendungan. “Sehingga ini nyambung dengan fungsi bendungan yang salah satunya sebagai tempat rekreasi. Nanti terowongan ini bisa menunjang, kalau memang diizinkan, sisa yang tidak masuk bangunan utama bendung dilestarikan,” harap Dody Sukma saat dikonfirmasi terpisah di Singaraja, Kamis kemarin.
Proyek Bendungan Tamblang dengan anggaran sekitar Rp 840 miliar dari APBN, yang digarap PT Adi Jaya Pradana (pihak rekanan) ini, ber-ada di empat desa bertetangga perbatasan dua kecamatan kawasan Bule-leng Timur, yakni Desa Bebetin (Kecamatan Sawan), Desa Sawan (Keca-matan Sawan), Desa Bontihing (Kecamatan Kubutambahan), dan Desa Bila (Kecamatan Kubutambahan).
Acara ground breaking (peletakan batu pertama) Bendungan Tamblang sudah dilakukan Gubernur Bali Wayan Koster, 12 Agustus 2020 lalu. Bendungan Tamblang ini ditarget selesai tahun 2022 mendatang. Bendungan Tamblang dibangun di atas lahan seluas 73,60 hektare. Fisik bendungan dibangun dengan tinggi 68 meter dan luas 358,585 meter persegi, sehingga dapat menampung air sebanyak 7,6 juta meter kubik.
Bendungan Tamblang yang sumber airnya berasal dari Tukad Daya di Desa Tamblang, dirancang untuk pengembangan air baku 510 meter kubik per detik, pembangkit listrik 0,5 Megawatt (MW), untuk penga-iran irigasi 588 hektare lahan pertanian di Kecamatan Sawan dan Kecamatan Kubutambahan, pengembangan pariwisata, dan konservasi sumber daya air. *k23
Awalnya, hanya ditemukan satu lubang. Namun, di tengah-tengah galian tak jauh dari lubang pertama (di sebelah timurnya) kembali ditemukan lubang yang sama. Tim dari proyek Bendungan Tamblang sudah melakukan pelusuran ke dalam lubang pertama. Mereka mengukur panjang terowongan yang masih bisa diakses sepanjang 480 meter ke arah barat, kemudan berbelok ke selatan.
Sedangkan untuk lubang kedua yang ditemukan hanya 5 meter sebelah timur lubang pertama, belum dilakukan penelusuran. “Pasalnya, di antara dua lubang itu sudah dilakukan penggalian. Sehingga diperkirakan terowongan yang satu aliran itu terputus karena proyek galian badan bendungan,” ujar Hery Suwondo didampingi direksi Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali-Penida, I Nengah Sudiarta, saat ditemui NusaBali di lokasi proyek Bendungan Tamblang, Kamis (3/12).
Menurut Hery, ukuran terowongan yang diperkirakan saluran irigasi zaman Belanda ini cukup besar. “Di dalam itu cukup posisi orang berdiri, tingginya sekitar 170 sentimeter, dengan lebar bagian bawah 80 sentimeter dan lebar bagian atas sekitar 40 sentimeter. Kami sudah melakukan penelusuran dari yang bisa diakses itu, panjangnya 480 meter,” papar Hery.
Bukan hanya dua lubang terowongan yang ditemukan. Menurut Hery, di dalam terowongan juga terdata sejumlah persimpangan. “Dari pantauan kami, pengerjaan saluran irigasi ini diperkirakan sepenuhnya dikerjakan manual, karena di sepanjang terowongan juga ada lubang ventilasi yang diduga untuk membuang material dan suplai Oksigen. Elevasinya memang dilakukan di lapisan tebing batu, menyesuaikan dengan tinggi permukaan air sungai ini,” jelas ahli geologi asal Solo, Jawa Tengah ini.
Hery mengaku sempat mendatangi tokoh dan tetua di Desa Sawan untuk menggali informasi terkait temuan terowiongan Belanda tersebut. Dari informasi tokoh setempat, di masa lampau memang pernah dilakukan penggalian saluran irigasi dengan membuat terowongan bawah tanah. Namun, dari penjelasan tokoh masyarakat yang disebut Pekak Made, 75, pengerjaan terowongan yang rencananya dipakai saluran irigasi itu gagal. “Pekerja terowongan menemui kendala dalam penggalian berupa batuan keras, sehingga diputuskan untuk tidak dilanjutkan,” katanya.
Namun, apa pun, kata Hery, keberadaan terowongan kuno ini akan didiskusikan lebih detail dengan ahli-ahli bendungan lainnya. Sebab, posisinya berada di tubuh Bendungan Tamblang, sehingga berpotensi memicu kebocoran jika tidak direkonstruksi. “Kami akan diskusikan dulu dengan ahli lain, nanti penanganannya seperti apa? Pada as bendungan tidak boleh ada celah sedikit pun, semua harus kedap, agar air yang dibendung tidak bocor,” tandas Hery.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan Buleleng, Gede Dody Sukma Oktiva Askara, mengatakan akan mendorong Pemprov Bali untuk bisa memberikan izin pelestarian terowongan subak yang tak masuk dalam bangunan inti bendungan. “Sehingga ini nyambung dengan fungsi bendungan yang salah satunya sebagai tempat rekreasi. Nanti terowongan ini bisa menunjang, kalau memang diizinkan, sisa yang tidak masuk bangunan utama bendung dilestarikan,” harap Dody Sukma saat dikonfirmasi terpisah di Singaraja, Kamis kemarin.
Proyek Bendungan Tamblang dengan anggaran sekitar Rp 840 miliar dari APBN, yang digarap PT Adi Jaya Pradana (pihak rekanan) ini, ber-ada di empat desa bertetangga perbatasan dua kecamatan kawasan Bule-leng Timur, yakni Desa Bebetin (Kecamatan Sawan), Desa Sawan (Keca-matan Sawan), Desa Bontihing (Kecamatan Kubutambahan), dan Desa Bila (Kecamatan Kubutambahan).
Acara ground breaking (peletakan batu pertama) Bendungan Tamblang sudah dilakukan Gubernur Bali Wayan Koster, 12 Agustus 2020 lalu. Bendungan Tamblang ini ditarget selesai tahun 2022 mendatang. Bendungan Tamblang dibangun di atas lahan seluas 73,60 hektare. Fisik bendungan dibangun dengan tinggi 68 meter dan luas 358,585 meter persegi, sehingga dapat menampung air sebanyak 7,6 juta meter kubik.
Bendungan Tamblang yang sumber airnya berasal dari Tukad Daya di Desa Tamblang, dirancang untuk pengembangan air baku 510 meter kubik per detik, pembangkit listrik 0,5 Megawatt (MW), untuk penga-iran irigasi 588 hektare lahan pertanian di Kecamatan Sawan dan Kecamatan Kubutambahan, pengembangan pariwisata, dan konservasi sumber daya air. *k23
1
Komentar