Petani Taro Dikenalkan Burung Hantu
Cegah Berantas Tikus Pakai Racun
Memberantas Tikus dengan meracun sangat membahayakan satwa lain termasuk ternak petani.
GIANYAR, NusaBali
Petani di Desa Taro, Kecamatan Tegallalang, Gianyar kini mengupayakan pemberantasan hama Tikus di sawah dan tegalan dengan memanfaatkan burung Hantu jenis Tito Alba. Upaya ini setelah Bupati Gianyar I Made ‘Agus’ Mahayastra melepas empat burung hantu di kawasan Subak Taro Kelod, Desa Taro, Jumat (4/12).
Selain di Desa Taro, pelepasan burung yang sama, lagi empat ekor dilakukan di subak kawasan Payangan. Pada dua lokasi ini, para petani mengeluhkan adanya serangan hama Tikus pada tanaman khususnya padi.
Perbekel Desa Taro I Made Warka mengatakan, selama ini para petani memberantas Tikus kebanyakan dengan membongkar rumah Tikus pada petang sawah. Ada juga dengan meracuni Tikus. Cara ini tentu kurang ramah lingkungan. Memberantas Tikus dengan meracun sangat membahayakan satwa lain termasuk ternak petani.
Dia mengharapkan, warga atau krama desa adat se Desa Taro dapat membuat perarem untuk menjaga pengembangbiakan burung Hantu ini. ‘’Mohon bantu, bagaimana cara menjaga burung ini supaya tetap bisa berkembang biak seperti pada habitat aslinya,’’ ujar perbekel yang memimpin 2.216 KK atau sekitar 10.600 jiwa ini.
Dia meyakini pemberantasan Tikus dengan memanfaatkan burung Hantu sangat ramah lingkungan. Karena model ini tak merusak atau mengganggu ekosistem yang ada.
Di sela-sela pelepasan burung itu, Bupati Mahayastra mengetahui, ternyata burung Hantu jenis Tito Alba mampu memangsa 20 ekor Tikus per hari. Dia menekankan pentingnya menjaga lingkungan dalam arti yang luas. Seperti tanaman, saluran air, dan semua satwa yang ada. Karena jika salah satu saja yang hilang dalam siklus rantai makanan maka akan menjadi bencana. Satu cara untuk merawat alam dengan menjaga keseimbangannya. Karena jika tidak seimbang, maka hama akan berkembang dan tentunya untuk membasmi hama akan dipergunakan alat yang sifatnya kimia dan modern yang akan semakin merusak alam. ‘’Maka dari itu saya tekankan pentingnya menjaga ekosistem atau lingkungan, jangan ada yang memburu,” tegasnya.
Burung Hantu jenis Tito Alba yang dilepas di Subak Taro Kelod berjenis kelamin jantan dan betina masing masing 2 ekor. Bupati Mahayastra juga melepas 2 ekor burung Hantu di Subak Tegalampit dan 2 ekor di Subak Tempekan Delod Sema, Payangan. Dengan harapan burung dapat memangsa Tikus serta berkembang biak untuk menjaga siklus rantai makanan. “Kalau ini bisa dikembangkan, saya yakin siklus rantai makanan akan terjaga. Tidak sampai tikus menggerogoti pertanian. Walaupun ada, dalam toleransi wajar,” imbuhnya.
Dilanjutkannya, sebagai kabupaten yang juga penghasil beras di Bali, Gianyar terus berkomitmen menjaga lahan pertanian. Luas lahan pertanian sekitar 9.000 ha – 11.000 ha, Bupati mengklaim Gianyar mampu berkontribusi terhadap ketahanan pangan Bali dengan menyumbang 40.000 ton gabah. Disamping itu, Gianyar sebagai kabupaten berbasis pertanian sudah sepantasnya menjaga lahan pertanian yang ada serta menjaga kelangsungan sektor pertanian. Apalagi pariwisata Gianyar merupakan pariwisata berbasiskan adat dan pertanian. *lsa,nvi
Selain di Desa Taro, pelepasan burung yang sama, lagi empat ekor dilakukan di subak kawasan Payangan. Pada dua lokasi ini, para petani mengeluhkan adanya serangan hama Tikus pada tanaman khususnya padi.
Perbekel Desa Taro I Made Warka mengatakan, selama ini para petani memberantas Tikus kebanyakan dengan membongkar rumah Tikus pada petang sawah. Ada juga dengan meracuni Tikus. Cara ini tentu kurang ramah lingkungan. Memberantas Tikus dengan meracun sangat membahayakan satwa lain termasuk ternak petani.
Dia mengharapkan, warga atau krama desa adat se Desa Taro dapat membuat perarem untuk menjaga pengembangbiakan burung Hantu ini. ‘’Mohon bantu, bagaimana cara menjaga burung ini supaya tetap bisa berkembang biak seperti pada habitat aslinya,’’ ujar perbekel yang memimpin 2.216 KK atau sekitar 10.600 jiwa ini.
Dia meyakini pemberantasan Tikus dengan memanfaatkan burung Hantu sangat ramah lingkungan. Karena model ini tak merusak atau mengganggu ekosistem yang ada.
Di sela-sela pelepasan burung itu, Bupati Mahayastra mengetahui, ternyata burung Hantu jenis Tito Alba mampu memangsa 20 ekor Tikus per hari. Dia menekankan pentingnya menjaga lingkungan dalam arti yang luas. Seperti tanaman, saluran air, dan semua satwa yang ada. Karena jika salah satu saja yang hilang dalam siklus rantai makanan maka akan menjadi bencana. Satu cara untuk merawat alam dengan menjaga keseimbangannya. Karena jika tidak seimbang, maka hama akan berkembang dan tentunya untuk membasmi hama akan dipergunakan alat yang sifatnya kimia dan modern yang akan semakin merusak alam. ‘’Maka dari itu saya tekankan pentingnya menjaga ekosistem atau lingkungan, jangan ada yang memburu,” tegasnya.
Burung Hantu jenis Tito Alba yang dilepas di Subak Taro Kelod berjenis kelamin jantan dan betina masing masing 2 ekor. Bupati Mahayastra juga melepas 2 ekor burung Hantu di Subak Tegalampit dan 2 ekor di Subak Tempekan Delod Sema, Payangan. Dengan harapan burung dapat memangsa Tikus serta berkembang biak untuk menjaga siklus rantai makanan. “Kalau ini bisa dikembangkan, saya yakin siklus rantai makanan akan terjaga. Tidak sampai tikus menggerogoti pertanian. Walaupun ada, dalam toleransi wajar,” imbuhnya.
Dilanjutkannya, sebagai kabupaten yang juga penghasil beras di Bali, Gianyar terus berkomitmen menjaga lahan pertanian. Luas lahan pertanian sekitar 9.000 ha – 11.000 ha, Bupati mengklaim Gianyar mampu berkontribusi terhadap ketahanan pangan Bali dengan menyumbang 40.000 ton gabah. Disamping itu, Gianyar sebagai kabupaten berbasis pertanian sudah sepantasnya menjaga lahan pertanian yang ada serta menjaga kelangsungan sektor pertanian. Apalagi pariwisata Gianyar merupakan pariwisata berbasiskan adat dan pertanian. *lsa,nvi
1
Komentar