Gubuk Kerap Tergerus Ombak, Petani Garam di Kelating Tinggal 2 Orang
TABANAN, NusaBali
Petani garam di Desa Kelating, Kecamatan Kerambitan, Tabanan, jumlahnya terus menyusut. Saat ini hanya ada 2 orang warga asli Desa Kelating yang masih menekuni usaha tradisional tersebut.
Dulu di tahun 2010 sekitar 20-an orang masih bertahan. Garam tradisional Desa Kelating dikenal enak. Rasanya yang tidak pahit menjadi incaran pelanggan. Namun karena volume produksi yang sedikit, pemasarannya baru bisa tembus seputaran Tabanan. Di samping itu petani masih membuat secara tradisional.
Perbekel Desa Kelating I Made Suarga membenarkan jumlah petani garam di Desa Kelating menyusut. Ini karena banyak petani yang sudah beralih kerja menjadi buruh bangunan. “Alasan lainnya mungkin karena hasilnya yang sedikit, sehingga para petani tidak bertahan,” ungkap Suarga, Minggu (6/12).
Menurutnya di tahun 2010, petani garam di Desa Kelating mencapai 20 orang hingga sudah terbentuk kelompok petani garam. Seiring berjalannya waktu, sekitar tahun 2015 hanya 2 orang petani yang pilih bertahan. Mereka adalah I Wayan Rabies dan I Wayan Jadeng. Padahal lahan untuk membuat garam masih tersedia. “Sekarang petani yang 2 orang ini masih membuat garam secara tradisional,” imbuh Suarga.
Kendalanya, karena mereka masih membuat garam secara tradisional, musim hujan masih jadi penghalang untuk produksi. Di samping itu kerap kali gubuk yang dibangun di tepi pantai hancur karena disapu ombak. Dan saat ini pun kedua gubuk mereka tergerus, namun sudah diperbaiki. “Ini salah faktor yang menyebabkan mereka hanya bisa produksi sedikit, jika hujan lebat tidak bisa memproduksi garam,” katanya.
Kendati demikian, agar para petani garam tidak punah, Desa Kelating telah membuat rancangan untuk tahun 2021. Salah satu rancangan yang tengah digarap, pemasaran garam asli Desa Kelating akan dibantu BUMDes Kelating.
Para petani cukup memproduksi, setelah jadi, pemasarannya akan dibantu. “Dengan dibantu pemasaran, tujuan kita bisa meningkatkan nilai jual, sehingga pemasaran bisa meluas,” ucap Suarga. *des
Perbekel Desa Kelating I Made Suarga membenarkan jumlah petani garam di Desa Kelating menyusut. Ini karena banyak petani yang sudah beralih kerja menjadi buruh bangunan. “Alasan lainnya mungkin karena hasilnya yang sedikit, sehingga para petani tidak bertahan,” ungkap Suarga, Minggu (6/12).
Menurutnya di tahun 2010, petani garam di Desa Kelating mencapai 20 orang hingga sudah terbentuk kelompok petani garam. Seiring berjalannya waktu, sekitar tahun 2015 hanya 2 orang petani yang pilih bertahan. Mereka adalah I Wayan Rabies dan I Wayan Jadeng. Padahal lahan untuk membuat garam masih tersedia. “Sekarang petani yang 2 orang ini masih membuat garam secara tradisional,” imbuh Suarga.
Kendalanya, karena mereka masih membuat garam secara tradisional, musim hujan masih jadi penghalang untuk produksi. Di samping itu kerap kali gubuk yang dibangun di tepi pantai hancur karena disapu ombak. Dan saat ini pun kedua gubuk mereka tergerus, namun sudah diperbaiki. “Ini salah faktor yang menyebabkan mereka hanya bisa produksi sedikit, jika hujan lebat tidak bisa memproduksi garam,” katanya.
Kendati demikian, agar para petani garam tidak punah, Desa Kelating telah membuat rancangan untuk tahun 2021. Salah satu rancangan yang tengah digarap, pemasaran garam asli Desa Kelating akan dibantu BUMDes Kelating.
Para petani cukup memproduksi, setelah jadi, pemasarannya akan dibantu. “Dengan dibantu pemasaran, tujuan kita bisa meningkatkan nilai jual, sehingga pemasaran bisa meluas,” ucap Suarga. *des
Komentar