SOKSI Asah Strategi Penguatan Jelang 2018
Sejumlah kader Beringin dari Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI)---salah satu Kelompok Induk Organisasi (Kino) Pendiri Partai Golkar---prihatin terhadap kondisi partainya yang tidak mengusung calon di Pilkada Buleleng 2017.
Singyen Dituding Tak Tahu Napas Golkar
DENPASAR, NusaBali
Mereka pun mencoba siapkan strategi penguatan Partai Golkar jelang Pilgub Bali 2018. Para pentolan SOKSI Bali ini bertemu di sebuah rumah makan kawasan Niti Mandala Denpasar, Kamis (3/11). Mereka, antara lain, sesepuh SOKSI Bali AA Ngurah Rai Wiranata, Sekretaris Depidar SOKSI Bali Dewa Ayu Putu Sri Wigunawati, dan Dewan Pertimbangan SOKSI Bali Dewa Ngakan Rai Budiasa. Sedangkan Ketua Depidar SOKSI Bali, AA Bagus Adhi Mahendra Putra yang kini anggota Fraksi Golkar DPR RI Dapil Bali, tidak hadir dalam pertemuan tersebut.
AA Ngurah Rai Wiranata menyatakan, penguatan Partai Golkar bisa dimulai dari organisasi pendiri atau organisasi yang didirikan Golkar. SOKSI sebagai Kino Pendiri Golkar juga sempat terpecah, namun bisa bangkit kembali.
"Sekarang konsolidasi SOKSI sudah tahap pembentukan Dewan Pengurus Cabang (tingkat kabupaten/kota) dan Dewan Pengurus Kecamatan (tingkat kecamatan)," ujar sesepuh SOKSI dari Puri Kesiman, Denpasar yang mantan anggota Fraksi Golkar DPRD Bali 2004-2009 ini kepada NusaBali.
Rai Wiranata menegaskan, penguatan Partai Golkar juga harus dimulai dengan organisasi-organisasi sayapnya. "Jalan penguatan itu dengan konsolidasi, rekonsiliasi, dan revitalisasi organisasi. Konsolidasi dimulai dari organisasi sayap dan Partai Golkar. Jangan lagi ada kepentingan-kepentingan kelompok dan pribadi. Sekarang sudah harus berbicara kepentingan organisasi," ujar Rai Wiranata.
Menurut Rai Wiranata, hal ini penting, karena setelah gagal usung calon di Pilkada Buleleng 2017, Golkar harus menyongsong perhelatan politik berikutnya di Pilgub Bali 2018, Pilkada Klungkung 2018, dan Pilkada Gianyar 2018. "Kalau tidak rekonsiliasi, konsolidasi, dan revitalisasi, Golkar akan menghadapi kesulitan di perhelatan politik 2018," tegas Rai Wiranata.
Rai Wiranata mengatakan, kader-kader Golkar harus berhenti saling menyalahkan satu sama lain. "Karena hal itu hanya akan memperkeruh suasana. Habis energi kita. Kasus Golkar tidak melahirkan calon di Buleleng, sudah berlalu. Jadikanlah itu pelajaran berharga. Mari songsong Pilkada 2018," tegas mantan Wakil Ketua Komisi IV DPRD Bali 2004-2009 ini.
Dalam Pilkada Buleleng 2017, Golkar tidak usung calon, setelah pasangan jalur Independen, Dewa Nyoman Sukrawan-Gede Dharma Wijaya (Paket Surya), yang mereka dukung bersama Demokrat terpental dari pencalonan, karena kekurangan 235 KTP dukungan valid dari syarat minimal total 40.283 KTP yang disyaratkan KPU. Terjadilah Pilkada Calon Tunggal di Buleleng, dengan menampilkan pasangan incumbent Putu Agus Suradnyana-dr Nyoman Sutjidra (PAS-Sutji) yang diusung PDIP bersama NasDem-Hanura-Gerindra-PPP-PKB-PAN.
Ketua DPD II Golkar Buleleng, I Putu Singyen, tegaskan partainya tidak gagal dalam pengkaderan, apalagi disebut mandul di ajang demokrasi, karena tak usung calon di Pilkada 2017. Putu Singyen mengungkapkan DPD II Golkar Buleleng selama ini telah melewati proses dalam menyikapi perheletan Pilkada Buleleng 2017. Proses itu meliputi komunikasi intens dengan DPD I Golkar Bali dalam penetapan koalisi dan penentuan calon. Di samping itu, Golkar juga melakukan survei kandidat.
Namun, kata Singyen, semua proses itu tidak mampu melahirkan pasangan Calon Bupati (Cabup)-Calon Wakil Bupati (Cawabup) Buleleng untuk diusung bersama Demokrat ke Pilkada 2017. Kader Beringin I Gede Ariadi, yang sudah kantongi rekomendasi nyalon melalui Musda DPD II Golkar Buleleng, 30 Juni 2016, juga tidak bersedia maju ke Pilkada 2017 ketika diminta kesiapan diusung.
“Kami tidak mampu lahirkan calon, bukan berarti kami gagal, apalagi mandul. Sebab, kami sudah berproses sejak awal dan telah berusaha. Survei kandidat pun sudah kami lakukan. Tapi, memang belum ada kader yang siap. Semua kader yang kami tawari untuk nyalon, tak ada yang mau,” papar Singyen.
Sementara itu, politisi senior Golkar yang juga Dewan Pertimbangan SOKSI Bali, Dewa Ngakan Rai Budiasa, tuding pernyataan Putu Singyen sebagai jawaban ngeles (menghindar). Putu Singyen dituding tidak tahu napas Golkar. Rai Budiasa mengingatkan, Golkar belum pernah menyerah sampai akan membela kotak kosong jika Paket Surya kandas di Buleleng.
Itu artinya Golkar sudah benar-benar tidak punya calon dan kader yang bisa diadu di Pilkada. "Adikku Putu Singyen belum pernah menyimak Pilkada di daerah lain, di mana Golkar selalu ambil posisi yang jelas dan jantan sebagai partai tua dan berpengalaman. Wajar Putu Singyen ngeles," ujar Rai Budiasa kepada NusaBali, Rabu (2/11).
Rai Budiasa mencontohkan bagaimana seorang Srikandi Dewa Ayu Putu Sri Wigunawati, yang berani maju sebagai Calon Wakil Bupatyi (Cawabup) Jembrana di Pilkada 2005. Padahal, saat itu Sri Wigunawati yang bertandem dengan Made Naya Sujana melawan incumbent I Gede Winasa-I Putu Artha. Kala itu, Sri Wigunawati diadu Partai Golkar, meskipun tidak memiliki finansial.
"Yang dimiliki adik saya Sri Wigunawati ketika itu hanyalah pengalaman mengabdi di partai. Tapi, partai sangat berani dan menjaga harga diri organisasi saat itu. Sri Wigunawati pun maju karena kepercayaan yang tulus dari partai. Artinya, menang bermartabat, kalah dengan kstaria," kenang politisi asal Desa Melinggih Kelod, Kecamatan Payangan, Gianyar ini. nat
1
Komentar