Ekonomi Surut, Ruas Jalan Kota Denpasar Menjadi Lapak Dagang
Deretan mobil berisi barang dagangan mengisi ruas Jalan Raya Puputan Renon, Denpasar dalam beberapa waktu ke belakang. Para pedagang berjejer di pinggiran hingga badan jalan, dengan memanfaatkan bagasi belakang mobil sebagai lapak mereka untuk berjualan beragam keperluan, mulai dari tissue, buah-buahan, telur, dan lain sebagainya.
Penulis : Putu Sucita Anjani
Mahasiswi London School of Public Relations Bali
Pemandangan ini mulai nampak sejak awal pandemik Covid-19 masuk ke Indonesia yang berdampak pada perekonomian, termasuk di Bali. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Jembarana, ekonomi Bali pada triwulan II- 2020 tercatat tumbuh negatif (menyusut atau terkontraksi) -7,22 persen, jika dibandingkan capaian triwulan I-2020 (q-to-q).
Dalam situasi ekonomi yang lemah ini, ada banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan sebab perusahaan tidak lagi mampu membayarkan gaji-gaji para karyawan. Kondisi demikian menyebabkan masyarakat yang terkena imbas harus memutar otak agar tetap bertahan.
Wayan Adnyana – Pedagang Mangga. Foto : Putu Sucita Anjani.
Hal ini dialami oleh Wayan Adnyana, salah seorang pedagang yang membuka lapaknya di Jalan Raya Puputan Renon, Denpasar. Dirinya memutuskan untuk berjualan mangga harum manis dengan mobil pribadi, setelah diberhentikan dari pekerjaanya di sebuah Art Shop Pasar Kumbasari. Istri Wayan Adnyana juga melakukan hal yang sama, namun di lokasi yang berbeda yaitu di Jalan Tukad Badung, Denpasar untuk sekedar memenuhi kebutuhan sehari-hari. “Yang penting bisa makan saja, terutama anak,” ucapnya.
Serupa dengan Wayan Adnyana, seorang pedagang telur bernama Nyoman Wijaya juga memanfaatkan bagasi mobil miliknya untuk dijadikan lapak di lokasi yang sama. Menjual telur menjadi pilihan mata pencaharian yang diambil sepulang merantau. Sebelum pandemik, Nyoman Wijaya berprofesi sebagai buruh proyek kontraktor sejak tahun 2017 di Sumbawa. Namun, terhentinya proyek membuat dirinya memutuskan untuk kembali ke Bali. Ditanya terkait rencana ke depannya, pria asal Singaraja yang tinggal di Denpasar ini berpikir untuk tetap meneruskan usahanya, walaupun suatu saat pandemik sudah berakhir. “Karena sudah umur, lanjut dagang saja daripada harus merantau jauh dari keluarga,” ujar Nyoman Wijaya.
Nyoman Wijaya – Pedagang Telur. Foto : Putu Sucita Anjani.
Adanya pedagang-pedagang di pinggir jalan ini memberikan kemudahan bagi para konsumen yang melewati jalan tersebut untuk membeli kebutuhannya. Dr I Made Suasti Puja, SE, M Fil H, dosen ekonomi Universitas Hindu Indonesia, menjelaskan bahwa fenomena ini sangat mungkin terjadi di tengah surutnya perekonomian. Meskipun daya beli konsumen cenderung berkurang, menurutnya strategi dari para pedagang cukup tepat karena modal yang diperlukan tidak terlalu banyak dan melihat kebutuhan pasar untuk dijual. “UMKM merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan perrekonomian Indonesia khususnya Bali dan sudah terbukti pada saat krisis tahun 1998,” jelasnya memandang pedagang-pedagang tersebut sebagai bagian dari Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). *Putu Sucita Anjani
*. Tulisan dalam kategori OPINI adalah tulisan warga Net. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
Komentar