Pengelolaan Limbah Medis Jadi Sorotan
Pemerintah Diminta Gencar Lakukan Pengawasan
Selama ini pengolahan limbah medis khususnya yang padat di RSUP Sanglah masih belum bisa dilakukan secara mandiri, kerjasama dengan pihak ketiga di luar Bali
DENPASAR, NusaBali
Lembaga Peduli Alam dan Lingkungan (Pilang) meminta pemerintah agar lebih gencar melakukan pengawasan terhadap pengelolaan limbah medis selama pandemi Covid-19. Sebab ada kekhawatiran pengelolaan dilakukan tidak sesuai aturan, yang justru berpotensi menyebabkan peningkatan penyebaran virus Covid-19.
Ketua sekaligus Direktur Eksekutif Pilang, Ni Made Ayu Indrawati, menjelaskan berdasarkan pengamatannya di lapangan, ada dugaan potensi penyimpangan dan pelanggaran dalam pengelolaan limbah pada praktiknya di lapangan. Dia juga mengklaim tak jarang prosedur operasional pengelolaan limbah medis tak sesuai dengan aturan. Meski demikian, Indrawati belum mau membeberkan hasil temuannya tersebut secara rinci. “Temuannya belum bisa kami pastikan. Tapi ada,” jelasnya saat melakukan jumpa pers, Senin (7/12).
Menurut data BPS Provinsi Bali, ada 58 Rumah Sakit dengan kategori general hospital. Enam di antaranya masuk rumah sakit khusus, rumah sakit bersalin sejumlah 4 unit, puskesmas sebanyak 120 unit yang aktif, dan 162 klinik atau balai kesehatan. Dari jumlah fasilitas kesehatan (Faskes) tersebut nyaris ratusan ton limbah medis dihasilkan setiap harinya. Dari data hasil penelusuran yang dilakukan, ditambah informasi di berbagai media baik itu media cetak, online dan elektronik limbah medis yang dihasilkan oleh beberapa rumah sakit di Bali selama pandemi covid-19 mengalami peningkatan.
Salah satunya pada RSUP Sanglah yang sebagai salah satu rumah sakit rujukan Covid-19 yang menghasilkan limbah medis sebesar 1,1 ton per harinya. Jika digabung secara keseluruhan limbah medis dan limbah B3 di Bali rata-rata setiap harinya mencapai 3,3 ton yang dihasilkan dari seluruh fasilitas layanan kesehatan masyarakat. Penanganan limbah medis ini melibatkan beberapa pelaku, di antaranya rumah sakit sebagai penghasil limbah medis, transporter, dan pengolah limbah.
Menurutnya perlu dipastikan kembali apakah pengelolaan limbah B3 ini sudah sesuai dengan standar yang ada atau belum. “Harus dicek lagi apakah pengelolaan limbah selama ini sudah sesuai dengan prosedur. Mumpung masih belum telat,” bebernya.
Saat ini, Pilang sedang melakukan tahapan assessment terhadap penanganan limbah medis yang ada di Provinsi Bali. Tetapi hal tersebut tidak bisa dilakukan secara keseluruhan karena terbatasnya sumber daya dari lembaga Pilang. Hal tersebutlah yang kita harapkan agar pemerintah dapat memperhatikan hal tersebut dengan lebih serius lagi.
“Pemerintah harus memperketat dan gencar melakukan pengawasan pengelolaan limbah fasilitas Kesehatan seperti pada Puskesmas dan rumah sakit. Keberadaan limbah medis itu berbahaya bagi kesehatan masyarakat jika tidak dikelola dengan baik,” tandasnya.
Sementara itu, Direktur Umum, Perencanaan, dan Organisasi RSUP Sanglah, dr Ni Luh Dharma Kerti Natih MHSM, dalam tayangan youtube Sanglah Hospital Bali mengatakan, selama ini pengolahan limbah medis khusunya yang padat di RSUP Sanglah masih belum bisa dilakukan secara mandiri dan masih kerjasama dengan pihak ketiga di luar Bali. "Limbah medis bisa mencapai 1.000 Kg per hari. Khusus yang padat, kami masih bekerjasama dengan pihak ketiga. Pengolahan limbah dilakukan di luar Bali. Biaya pengolahan limbah medis Rp 19.000 per kg," ungkapnya.
Sedangkan limbah medis cair dikelola dengan sistem IPAL (Instalasi Pengolahan Alir Limbah). Limbah cair menjalani sejumlah proses dalam sistem IPAL tersebut.
"Jadi (limbah medis cair) tidak langsung dialirkan ke saluran air pada umumnya. Namun dikelola dalam satu sistem bernama IPAL. Air hasil limbah itu diolah melalui proses yang cukup panjang, sehingga air yang keluar benar-benar bersih. Kita ada indikatornya dengan menaruh ikan. Kalau ikannya mati berarti airnya masih berbahaya. Selama ini aman," jelas dr Dharma Kerti.
Sementara limbah medis gas di RSUP Sanglah ditangani dengan melakukan tata kelola udara yang masuk dan keluar di ruang perawatan. Limbah gas selama Covid-19 ini sangat penting untuk dikelola. Karena akan sangat berbahaya jika tidak dikelola dengan baik. "Ruang isolasi dikelola tata masuk dan keluar udaranya. Jika tidak dikelola dengan baik, gas yang dihasilkan selama perawatan Covid-19 di ruang isolasi bisa membahayakan masyarakat di luar ruangan. Ada sistem filterisasi sehingga udara yang keluar dari ruang isolasi aman," imbuhnya. *ind
Ketua sekaligus Direktur Eksekutif Pilang, Ni Made Ayu Indrawati, menjelaskan berdasarkan pengamatannya di lapangan, ada dugaan potensi penyimpangan dan pelanggaran dalam pengelolaan limbah pada praktiknya di lapangan. Dia juga mengklaim tak jarang prosedur operasional pengelolaan limbah medis tak sesuai dengan aturan. Meski demikian, Indrawati belum mau membeberkan hasil temuannya tersebut secara rinci. “Temuannya belum bisa kami pastikan. Tapi ada,” jelasnya saat melakukan jumpa pers, Senin (7/12).
Menurut data BPS Provinsi Bali, ada 58 Rumah Sakit dengan kategori general hospital. Enam di antaranya masuk rumah sakit khusus, rumah sakit bersalin sejumlah 4 unit, puskesmas sebanyak 120 unit yang aktif, dan 162 klinik atau balai kesehatan. Dari jumlah fasilitas kesehatan (Faskes) tersebut nyaris ratusan ton limbah medis dihasilkan setiap harinya. Dari data hasil penelusuran yang dilakukan, ditambah informasi di berbagai media baik itu media cetak, online dan elektronik limbah medis yang dihasilkan oleh beberapa rumah sakit di Bali selama pandemi covid-19 mengalami peningkatan.
Salah satunya pada RSUP Sanglah yang sebagai salah satu rumah sakit rujukan Covid-19 yang menghasilkan limbah medis sebesar 1,1 ton per harinya. Jika digabung secara keseluruhan limbah medis dan limbah B3 di Bali rata-rata setiap harinya mencapai 3,3 ton yang dihasilkan dari seluruh fasilitas layanan kesehatan masyarakat. Penanganan limbah medis ini melibatkan beberapa pelaku, di antaranya rumah sakit sebagai penghasil limbah medis, transporter, dan pengolah limbah.
Menurutnya perlu dipastikan kembali apakah pengelolaan limbah B3 ini sudah sesuai dengan standar yang ada atau belum. “Harus dicek lagi apakah pengelolaan limbah selama ini sudah sesuai dengan prosedur. Mumpung masih belum telat,” bebernya.
Saat ini, Pilang sedang melakukan tahapan assessment terhadap penanganan limbah medis yang ada di Provinsi Bali. Tetapi hal tersebut tidak bisa dilakukan secara keseluruhan karena terbatasnya sumber daya dari lembaga Pilang. Hal tersebutlah yang kita harapkan agar pemerintah dapat memperhatikan hal tersebut dengan lebih serius lagi.
“Pemerintah harus memperketat dan gencar melakukan pengawasan pengelolaan limbah fasilitas Kesehatan seperti pada Puskesmas dan rumah sakit. Keberadaan limbah medis itu berbahaya bagi kesehatan masyarakat jika tidak dikelola dengan baik,” tandasnya.
Sementara itu, Direktur Umum, Perencanaan, dan Organisasi RSUP Sanglah, dr Ni Luh Dharma Kerti Natih MHSM, dalam tayangan youtube Sanglah Hospital Bali mengatakan, selama ini pengolahan limbah medis khusunya yang padat di RSUP Sanglah masih belum bisa dilakukan secara mandiri dan masih kerjasama dengan pihak ketiga di luar Bali. "Limbah medis bisa mencapai 1.000 Kg per hari. Khusus yang padat, kami masih bekerjasama dengan pihak ketiga. Pengolahan limbah dilakukan di luar Bali. Biaya pengolahan limbah medis Rp 19.000 per kg," ungkapnya.
Sedangkan limbah medis cair dikelola dengan sistem IPAL (Instalasi Pengolahan Alir Limbah). Limbah cair menjalani sejumlah proses dalam sistem IPAL tersebut.
"Jadi (limbah medis cair) tidak langsung dialirkan ke saluran air pada umumnya. Namun dikelola dalam satu sistem bernama IPAL. Air hasil limbah itu diolah melalui proses yang cukup panjang, sehingga air yang keluar benar-benar bersih. Kita ada indikatornya dengan menaruh ikan. Kalau ikannya mati berarti airnya masih berbahaya. Selama ini aman," jelas dr Dharma Kerti.
Sementara limbah medis gas di RSUP Sanglah ditangani dengan melakukan tata kelola udara yang masuk dan keluar di ruang perawatan. Limbah gas selama Covid-19 ini sangat penting untuk dikelola. Karena akan sangat berbahaya jika tidak dikelola dengan baik. "Ruang isolasi dikelola tata masuk dan keluar udaranya. Jika tidak dikelola dengan baik, gas yang dihasilkan selama perawatan Covid-19 di ruang isolasi bisa membahayakan masyarakat di luar ruangan. Ada sistem filterisasi sehingga udara yang keluar dari ruang isolasi aman," imbuhnya. *ind
1
Komentar