11 Bulan Nunggak SPP, ke Sekolah Diantarjemput Guru
I Wayan Agus Sudirga,15, salah seorang siswa kelas IX di SMP (swasta) Blahbatuh, Desa/Kecamatan Blahbatuh, Gianyar.
Nasib Anak Yatim-Piatu di Desa Pejeng, Tampaksiring
GIANYAR, NusaBali
Ia anak yatim- piatu, tinggal bersama nenek dan kakeknya di Banjar Pesalakan, Desa Pejeng, Kecamatan Tampaksiring, Gianyar. Kemiskinan yang mendera keluarga kakek-nenek ini menyebabkan ia 11 bulan nunggak pembayaran SPP di sekolah. Sedangkan adiknya, Ni Kadek Ayu Astiti,13, bersekolah di SMPN 3 Tampaksiring, dekat rumah kakeknya. Astiti bersekolah dengan seragam pemberian para guru. Karena miskin, Agus pun mencoba untuk mencari uang bekal sendiri dengan bekerja serabutan.
Ditemui dirumah neneknya, di Banjar Pesalakan, Desa Pejeng, Jumat (4/11), Agus baru saja pulang sekolah bersama adiknya, Astiti. Wajahnya polos dan ia menceritakan kondisi yang dialaminya, antara lain nunggak SPP 11 bulan. Ia juga juga tak mampu membayar buku lembar kerja siswa (LKS). ‘’LKS saya pinjam dengan teman, soalnya saya tidak mampu membeli LKS itu,’’ ujarnya.
Ia sudah seminggu bekerja di salah satu tempat pembuatan kendang, tak jauh dari rumahnya. Biasanya, ia diminta para tetangga untuk mencabuti rumput di pekarangan rumah warga. Agus tinggal bersama nenek dan kakeknya, Ni Made Payu dan I Wayan Polih, dalam rumah cukup memprihatinkan. Saat hujan rumah tua itu bocor. Ni Made Payu menuturkan, dirinya dan suami yang bekerja serabutan kesulitan untuk membiayai sekolah cucu-cucunya. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari juga terbatas.
Diceritakan, Agus lahir dari pernikahan anak perempuannya, Ni Wayan Terima dengan laki-laki asal Banjar Tegalbesar, Desa Negari, Kecamatan Banjarangkan, Klungkung. Namun suami Terima meninggal. Lanjut, Agus dan Astiti, ditinggal ibunya menikah ke Desa Blahbatuh. Dua anak ini sempat tinggal bersama ibu dan ayah tirinya di Desa Blahbatuh. Sehingga Agus bersekolah di SMP Blahbatuh.
Namun, kata Ni Made Payu, Agus kurang mendapat perhatian, hingga akhirnya minggat dan tinggal di rumah neneknya. Saat minggat ke rumah nenek, Agus berbekal uang Rp 7,000 dengan naik angkutan umum menuju Banjar Pesalakan, Desa Pejeng.Namun Agus turun sampai di Desa Bedulu, lanjut berjalan kaki sekitar 3 km menuju rumah neneknya itu. Sedangkan Astiti, jauh hari sebelumnya menemui sang nenek.
Ni Made Payu merasa prihatin dengan keadaan cucunya, namun ia mengaku tak bisa berbuat banyak. Hanya bisa merawat dan mengurusnya selama tinggal bersama dirinya. Jarak dari rumah menuju SMP Blahbatuh cukup jauh, namun biaya transportasi tidak punya. Syukurnya seorang guru SMP Blahbatuh, berbaik hati mengantar Agus pulang-pergi sekolah. Guru itu, Ni Wayan Sandi Artini, guru BK, asal Banjar Intaran, Desa Pejeng, Kecamatan Tampaksiring.
Ditemui di rumah nenek Agus, usai mengantar Agus, Sandi Artini mengatakan, dirinya mau mengantar-jemput Agus setiap hari, karena tak ingin melihat Agus putus sekolah. ‘’Saya sebagai orangtua kedua (guru,Red) Agus, berusaha untuk mendukung pendidikanya,’’ ungkap guru honorer selama 8 tahun ini.
Diungkapkan, Agus pandai dalam bidang seni terutama melukis. Di sekolah ia juga bagus dalam berkomunikasi dengan teman-temannya. Sebelum dirinya mengantar-jemput Agus, Artini mengaku Agus sempat tidak masuk sekolah 10 hari. Kemudian Artini berinisiatif mencari ke rumahnya. Ternyata Agus tak punya biaya sekolah dan tidak ada yang mengantar-jemput ke sekolah. ‘’Makanya saya jemput dia, kasian kalau sampai berhenti sekolah. Selama tak amsuk, teman-temannya di sekolah juga terus menanyakan Agus,’’ ujar Artini.
Artini mengatakan, pihak sekolah tidak bisa mengajukan beasiswa untuk Agus. Karena Agus berstatus warga asal Klungkung. Bila beasiswa dari pusat baru bisa, hanya saja saat ini belum ada. cr62
Komentar