Serentetan Temuan Heboh di Sekitar Areal Proyek Bendungan Tamblang
Selain Terowongan, Juga Ditemukan 3 Fragmen Sarkofagus
Temuan 3 fragmen sarkofagus dan terowongan di areal proyek Bendungan Tamblang, praktis memperkuat dugaan bahwa Desa Sawan adalah daerah peradaban kuno
SINGARAJA, NusBali
Sebelum terowongan kuno, sudah lebih dulu ditemukan 3 fragmen sarkofagus (peti mayat berbahan batu) di sekitar areal proyek Bendungan Tamblang yang berlokasi di perbatasan empat desa bertetangga wilayah Kecamatan Sawan dan Kubutambahan, Buleleng Timur. Ketiga sarkofagus tersebut telah ditemukan beberapa tahun silam. Temuan sarkofagus ini praktis memperkuat dugaan bahwa Desa Sawan adalah daerah peradaban kuno.
Temuan 3 fragmen sarkofagus di lahan milik warga kawasan Desa Sawan baru terungkap ke publik saat Tim Balai Arkeologi Denpasar meninjau terowongan kuno di areal proyek Bendungan Tamblang, Selasa (8/12) lalu. Terungkap, sarkofagus pertama ditemukan di lahan perkebunan milik keluarga Putu Sengara di Banjar Kanginan, Desa-/Kecamatan Sawan. Lokasinya tepat di pinggir tebing Sungai Aya, yang di bawahnya direncanakan sebagai daerah genangan Bendungan Tamblang.
Untuk mencapai lokasi sarkofagus pertama ini dari pintu masuk proyek Bendungan Tamblang, harus bergerak ke arah selatan sejauh 700 meter, kemudian masuk jalan kecil hingga mentok di pinggir tebing Sungai Aya. Menurut salah satu warga setempat, Gus Dek, benda purba itu ditemukan sekitar 20 tahun silam di lahan perkebunan milik Putu Sengara. Fragmen sarkofagus yang ditemukan hanya bagian bawahnya saja. Versi Gus Dek, sarkofagus ini ditemukan tanpa sengaja oleh almar-hum Gede Segara, penyakap di lahan Putu Sengara.
“Sarkofagus ini sudah lama sekali ditemukan. Katanya, saat itu Bapa Putu Sengara mau buat lubang tanaman pisang. Saat dilakukan penggalian, ditemukan sarkofagus. Yang menemukan sarkofagus ini sekarang sudah meninggal. Penyakap tanah sudah beda sekarang. Kalau pemiliknya (Putu Segara) tinggal di Singaraja,” jelas Gus Dek kepada NusaBali saat ikut mendampingi Tim Blai Arkeologi Denpasar, Selasa siang.
Berdasarkan hasil identifikasi Tim Balai Arkeologi Denpasar, sarkofagus di lahan milik keluarga Putu Sengara ini memiliki panjang 167 sentimeter, lebar 93 sentimeter, dan tinggi 20 sentimeter. Sejak sarkofagus tersebut itu ditemukan 20 tahun, langsung dibuatkan bangunan pelindung sederhana oleh pemilik lahan.
Sementara, 2 fragmen sarkofagus lainnya ditemukan di lahan milik kelurga Made Suwita, yang berlokasi di sebelah utara lahan Putu Sengara. Namun, 2 fragmen sarkofagus ini ukurannya lebih kecil dan hanya setengah bagian. Panjang tak lebih dari 1 meter.
Kepala Balai Arkeologi Denpasar, I Gusti Made Suarbhawa, mengaku baru mengetahui ada sarkofagus yang ditemukan warga. Selama ini, Suarbhawa tidak pernah menerima laporan terkait temuan peti mayat purba berbahan batu tersebut.
Namun, Suarbhawa menarik benang merah atas temuan 3 fragmen sarkofakus ini. Disebutkan temuan sarkofagus ini menandakan kawasan Desa Sawan dan sekiranya sudah dihuni manusia sejak zaman purba. “Fragmen kubur batu (sarkofagus) ini rata-rata dibuat pada zaman Megalitikum dari akhir tahun Sebelum Masehi atau Awal Masehi,” tandas Suarbhawa.
Selain menunjukkan indikasi peradaban kuno, kata Suarbhawa, temuan sarkofagus ini juga menunjukkan strata sosial masyarakat yang tinggal di kawasan tersebut. Pada masa itu, tidak sembarang orang menguburkan mayat dengan sarkofagus. Hanya orang yang strata sosialnya tinggi dan memiliki kedudukan yang dapat memakainya.
“Penguburan menggunakan sarkofagus pada masa itu perlu pengerahan energi, biaya, dan tenaga, sehingga tidak smebarang orang bisa. Ini juga menunjukkan strata sosial yang cukup tinggi,” jelas Suarbhawa.
Menurut Suarbhawa, khusus sarkofagus pertama yang ditemukan di lahan kebun keluarga Putu Sengara, dimensinya cukup besar dan ini menunjukkan seberapa tinggi status sosial. Namun, untuk memastikannya diperlukan penelitian lebih lanjut, termasuk penunjang lain seperti kualitas bekal kubur.
Sementara itu, jika dikaitkan dengan keberadaan terowongan kuno yang ditemukan di areal proyek Bendungan Tamblang, menurut Suarbhawa, berbeda masa. “Bisa jadi terowongan dibuat belakangan setelah dibangun pemukmiman. Peradaban kuno di kawasan ini didukung kuat dengan sumber daya air dari Sungai Aya, yang menjadi pertimbangan utama dalam pengembangan kawasan sebagai permukiman,” papar Suarbhawa.
Tim Balai Arkeologi Denpasar sendiri sudah terjun meninjau tero-wongan yang ditemukan di lokasi proyek Bendungan Tamblang, Selasa siang. Dari hasil identifikasi sementara, terowongan ini mirip dengan sejumlah terowongan di tempat lain yang dibangun pada abad XI, di era pemerintahan Raja Sri Anak Wungsu.
Kemiripan yang ditemukan itu, kata Suarbawa, adalah dari segi bentuk terowongan dengan tinggi 170 sentimeter, lebar bawah 80 sentimeter, dan lebar atas 40 sentimeter. Suarbhawa memperkirakan terowongan di Bendungan Tamblang ini dibuat dari masa yang tak terlalu jauh dengan terowongan yang ditemukan di Desa Suwug dan Desa Sangsit. *k23
Temuan 3 fragmen sarkofagus di lahan milik warga kawasan Desa Sawan baru terungkap ke publik saat Tim Balai Arkeologi Denpasar meninjau terowongan kuno di areal proyek Bendungan Tamblang, Selasa (8/12) lalu. Terungkap, sarkofagus pertama ditemukan di lahan perkebunan milik keluarga Putu Sengara di Banjar Kanginan, Desa-/Kecamatan Sawan. Lokasinya tepat di pinggir tebing Sungai Aya, yang di bawahnya direncanakan sebagai daerah genangan Bendungan Tamblang.
Untuk mencapai lokasi sarkofagus pertama ini dari pintu masuk proyek Bendungan Tamblang, harus bergerak ke arah selatan sejauh 700 meter, kemudian masuk jalan kecil hingga mentok di pinggir tebing Sungai Aya. Menurut salah satu warga setempat, Gus Dek, benda purba itu ditemukan sekitar 20 tahun silam di lahan perkebunan milik Putu Sengara. Fragmen sarkofagus yang ditemukan hanya bagian bawahnya saja. Versi Gus Dek, sarkofagus ini ditemukan tanpa sengaja oleh almar-hum Gede Segara, penyakap di lahan Putu Sengara.
“Sarkofagus ini sudah lama sekali ditemukan. Katanya, saat itu Bapa Putu Sengara mau buat lubang tanaman pisang. Saat dilakukan penggalian, ditemukan sarkofagus. Yang menemukan sarkofagus ini sekarang sudah meninggal. Penyakap tanah sudah beda sekarang. Kalau pemiliknya (Putu Segara) tinggal di Singaraja,” jelas Gus Dek kepada NusaBali saat ikut mendampingi Tim Blai Arkeologi Denpasar, Selasa siang.
Berdasarkan hasil identifikasi Tim Balai Arkeologi Denpasar, sarkofagus di lahan milik keluarga Putu Sengara ini memiliki panjang 167 sentimeter, lebar 93 sentimeter, dan tinggi 20 sentimeter. Sejak sarkofagus tersebut itu ditemukan 20 tahun, langsung dibuatkan bangunan pelindung sederhana oleh pemilik lahan.
Sementara, 2 fragmen sarkofagus lainnya ditemukan di lahan milik kelurga Made Suwita, yang berlokasi di sebelah utara lahan Putu Sengara. Namun, 2 fragmen sarkofagus ini ukurannya lebih kecil dan hanya setengah bagian. Panjang tak lebih dari 1 meter.
Kepala Balai Arkeologi Denpasar, I Gusti Made Suarbhawa, mengaku baru mengetahui ada sarkofagus yang ditemukan warga. Selama ini, Suarbhawa tidak pernah menerima laporan terkait temuan peti mayat purba berbahan batu tersebut.
Namun, Suarbhawa menarik benang merah atas temuan 3 fragmen sarkofakus ini. Disebutkan temuan sarkofagus ini menandakan kawasan Desa Sawan dan sekiranya sudah dihuni manusia sejak zaman purba. “Fragmen kubur batu (sarkofagus) ini rata-rata dibuat pada zaman Megalitikum dari akhir tahun Sebelum Masehi atau Awal Masehi,” tandas Suarbhawa.
Selain menunjukkan indikasi peradaban kuno, kata Suarbhawa, temuan sarkofagus ini juga menunjukkan strata sosial masyarakat yang tinggal di kawasan tersebut. Pada masa itu, tidak sembarang orang menguburkan mayat dengan sarkofagus. Hanya orang yang strata sosialnya tinggi dan memiliki kedudukan yang dapat memakainya.
“Penguburan menggunakan sarkofagus pada masa itu perlu pengerahan energi, biaya, dan tenaga, sehingga tidak smebarang orang bisa. Ini juga menunjukkan strata sosial yang cukup tinggi,” jelas Suarbhawa.
Menurut Suarbhawa, khusus sarkofagus pertama yang ditemukan di lahan kebun keluarga Putu Sengara, dimensinya cukup besar dan ini menunjukkan seberapa tinggi status sosial. Namun, untuk memastikannya diperlukan penelitian lebih lanjut, termasuk penunjang lain seperti kualitas bekal kubur.
Sementara itu, jika dikaitkan dengan keberadaan terowongan kuno yang ditemukan di areal proyek Bendungan Tamblang, menurut Suarbhawa, berbeda masa. “Bisa jadi terowongan dibuat belakangan setelah dibangun pemukmiman. Peradaban kuno di kawasan ini didukung kuat dengan sumber daya air dari Sungai Aya, yang menjadi pertimbangan utama dalam pengembangan kawasan sebagai permukiman,” papar Suarbhawa.
Tim Balai Arkeologi Denpasar sendiri sudah terjun meninjau tero-wongan yang ditemukan di lokasi proyek Bendungan Tamblang, Selasa siang. Dari hasil identifikasi sementara, terowongan ini mirip dengan sejumlah terowongan di tempat lain yang dibangun pada abad XI, di era pemerintahan Raja Sri Anak Wungsu.
Kemiripan yang ditemukan itu, kata Suarbawa, adalah dari segi bentuk terowongan dengan tinggi 170 sentimeter, lebar bawah 80 sentimeter, dan lebar atas 40 sentimeter. Suarbhawa memperkirakan terowongan di Bendungan Tamblang ini dibuat dari masa yang tak terlalu jauh dengan terowongan yang ditemukan di Desa Suwug dan Desa Sangsit. *k23
1
Komentar