Disanksi Penundaan Kenaikan Gaji
Oknum ASN di Pemkab Badung Berpolitik Praktis
Penundaan kenaikan gaji berkala selama setahun penuh. Jika sudah berakhir sanksi tersebut, penundaan kenaikan gaji tidak akan berlaku lagi.
MANGUPURA, NusaBali
Aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemkab Badung inisial MD diganjar sanksi penundaan kenaikan gaji berkala selama satu tahun. Sanksi dijatuhkan karena yang bersangkutan terlibat politik praktis pada Pilkada Badung 2020.
Sanksi diberikan setelah keluarnya rekomendasi Komisi ASN yang ditindaklanjuti oleh Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Badung. Bahkan yang bersangkutan telah dipanggil oleh BKPSDM Badung pada Kamis (10/12).
Kepala BKPSDM Badung I Gede Wijaya membenarkan sudah menindaklanjuti rekomendasi dari Komisi ASN setelah ada laporan dari Bawaslu Badung. “Dalam hal ini ada kewajiban Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dan Bupati untuk menindaklanjuti Komisi ASN tersebut,” kata Gede Wijaya, Kamis kemarin.
Sesuai PP No 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, yang bersangkutan dikenakan sanksi penundaan kenaikan gaji berkala selama satu tahun. “Jika sudah berakhir sanksi tersebut akan kembali normal dan penundaan kenaikan gaji berkala tidak akan berlaku lagi,” tegas Gede Wijaya, birokrat asal Kelurahan Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara.
Gede Wijaya berharap agar ASN bisa bersama-sama menjaga netralitas. “Kewajiban kita taat kepada ketentuan kepegawaian, di antaranya menjaga netralitas ASN,” tandasnya.
Seperti diketahui, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Badung sebelumnya memanggil dua oknum ASN di lingkungan Pemkab Badung, Selasa (8/9). Pemanggilan dua oknum pegawai tersebut terkait dugaan keterlibatan dalam politik praktis Pilkada Badung 2020.
Dua oknum pegawai yang dipanggil tersebut berstatus aparatur sipil negara (ASN) di salah satu perangkat daerah di lingkungan Pemkab Badung. Satu oknum ASN berinisial MD menjalani pemeriksaan di Kantor Bawaslu Badung sekitar pukul 13.00 Wita, sedangkan satu oknum ASN lagi berinisial MS tiba di kantor Bawasalu Badung sekitar pukul 15.00 Wita.
Ketua Bawaslu Badung I Ketut Alit Astasoma mengatakan dari pemeriksaan dan kajian hukum dua ASN itu masuk ranah pelanggaran kode etik sebagai penyelenggara negara. Sebab, saat kejadian sesuai dengan tahapan KPU belum ada penetapan paslon. Walau demikian Bawaslu meneruskan dugaan pelanggaran dua oknum ASN itu ke Komisi ASN.
“Dari kajian Bawaslu setelah diundang dan dilakukan pemeriksaan pada yang bersangkutan, Bawaslu memutuskan membuat rekomendasi untuk diteruskan ke Komisi ASN. Namun karena itu masih tahapan pencalonan, belum ada paslon, maka dari hasil kajian hukum di Bawaslu, keduanya masuk pelanggaran kode etik. Seandainya saja saat tahapan kampanye beda perlakuannya. Ada pasal-pasal yang dilanggar,” kata Astasoma.
Sementara oknum pegawai berinisial MS lolos dari sanksi lantaran sudah memasuki purna tugas. Dengan begitu, penjatuhan sanksi hanya diberikan kepada oknum pegawai berinisial MD yang saat ini masih aktif sebagai ASN. *asa
Aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemkab Badung inisial MD diganjar sanksi penundaan kenaikan gaji berkala selama satu tahun. Sanksi dijatuhkan karena yang bersangkutan terlibat politik praktis pada Pilkada Badung 2020.
Sanksi diberikan setelah keluarnya rekomendasi Komisi ASN yang ditindaklanjuti oleh Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Badung. Bahkan yang bersangkutan telah dipanggil oleh BKPSDM Badung pada Kamis (10/12).
Kepala BKPSDM Badung I Gede Wijaya membenarkan sudah menindaklanjuti rekomendasi dari Komisi ASN setelah ada laporan dari Bawaslu Badung. “Dalam hal ini ada kewajiban Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dan Bupati untuk menindaklanjuti Komisi ASN tersebut,” kata Gede Wijaya, Kamis kemarin.
Sesuai PP No 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, yang bersangkutan dikenakan sanksi penundaan kenaikan gaji berkala selama satu tahun. “Jika sudah berakhir sanksi tersebut akan kembali normal dan penundaan kenaikan gaji berkala tidak akan berlaku lagi,” tegas Gede Wijaya, birokrat asal Kelurahan Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara.
Gede Wijaya berharap agar ASN bisa bersama-sama menjaga netralitas. “Kewajiban kita taat kepada ketentuan kepegawaian, di antaranya menjaga netralitas ASN,” tandasnya.
Seperti diketahui, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Badung sebelumnya memanggil dua oknum ASN di lingkungan Pemkab Badung, Selasa (8/9). Pemanggilan dua oknum pegawai tersebut terkait dugaan keterlibatan dalam politik praktis Pilkada Badung 2020.
Dua oknum pegawai yang dipanggil tersebut berstatus aparatur sipil negara (ASN) di salah satu perangkat daerah di lingkungan Pemkab Badung. Satu oknum ASN berinisial MD menjalani pemeriksaan di Kantor Bawaslu Badung sekitar pukul 13.00 Wita, sedangkan satu oknum ASN lagi berinisial MS tiba di kantor Bawasalu Badung sekitar pukul 15.00 Wita.
Ketua Bawaslu Badung I Ketut Alit Astasoma mengatakan dari pemeriksaan dan kajian hukum dua ASN itu masuk ranah pelanggaran kode etik sebagai penyelenggara negara. Sebab, saat kejadian sesuai dengan tahapan KPU belum ada penetapan paslon. Walau demikian Bawaslu meneruskan dugaan pelanggaran dua oknum ASN itu ke Komisi ASN.
“Dari kajian Bawaslu setelah diundang dan dilakukan pemeriksaan pada yang bersangkutan, Bawaslu memutuskan membuat rekomendasi untuk diteruskan ke Komisi ASN. Namun karena itu masih tahapan pencalonan, belum ada paslon, maka dari hasil kajian hukum di Bawaslu, keduanya masuk pelanggaran kode etik. Seandainya saja saat tahapan kampanye beda perlakuannya. Ada pasal-pasal yang dilanggar,” kata Astasoma.
Sementara oknum pegawai berinisial MS lolos dari sanksi lantaran sudah memasuki purna tugas. Dengan begitu, penjatuhan sanksi hanya diberikan kepada oknum pegawai berinisial MD yang saat ini masih aktif sebagai ASN. *asa
1
Komentar