DLH Mediasi Polemik Pengerukan Pantai Pejarakan
SINGARAJA, NusaBali
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Buleleng akhirnya menggelar mediasi terkait polemik pengerukan pasir pantai Banjar Dinas Marga Garuda, Desa Pajarakan, Kecamatan Gerokgak, Buleleng, yang sebelumnya dikeluhkan warga setempat.
Mediasi digelar Kamis (10/12) di Kantor Desa Pejarakan yang dibuka oleh Perbekel Desa Pejarakan, Made Astawa. Hadir dalam mediasi tersebut, Kabid Penataan dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan Hidup (PKLH) DLH Buleleng, Cokorda Adithya Wira Putra. Serta Perwakilan Pokdarwis, Kelompok NCF Putri Menjangan, Kelompok Alam Lestari dan perwakilan PT Tekad Andika Darma (TAD), Setia Irianto, Kapolsek Gerokgak, Kompol Made Widana, dan perwakilan Satpol PP Buleleng.
Sebelumnya Perbekel Desa Pejarakan, Made Astawa sempat meminta agar aktivitas pengerukan pantai pasir putih dihentikan sementara. Sembari menunggu kelanjutan proses administrasi dan kepengurusan izin. "Kontrak kan sudah habis, jadi dihentikan dulu. Ya, intinya untuk berhenti sementara aktivitas pengerukannya," ujarnya.
Di sisi lain, Kabid Penataan dan PKLH DLH Buleleng, Cokorda Adithya Wira Putra menilai ada kelalaian dari PT TAD dengan melakukan pengerukan pasir putih dengan alat berat tanpa ada koordinasi ke Pemerintah Desa Pejarakan. Kelalaian dari pihak pengelola itu didasarkan dari hasil pengecekan di lokasi beberapa waktu lalu.
Menurut pria yang akrab disapa Cok Adithya ini, PT TAD seharusnya terlebih dahulu melakukan sosialisasi tentang rencana kegiatan sebelum melakukan pengerukan kepada warga setempat dan pihak terkait dalam hal ini Pemerintah Desa dan Desa Adat. Namun, hal itu justru tidak dilakukan hingga akhirnya aktivitas tersebut menuai keluhan dari warga.
Dari hasil pengecekan juga terungkap bahwa lokasi pengerukan merupakan kawasan konservasi yang sudah seharusnya dijaga keberlangsungannya. "Lokasi pengerukan ini kawasan konservasi dari kelompok peduli lingkungan Nature Conservation Forum (NCF) Puri Menjangan yang tahun 2018 mendapat penghargaan Menteri LHK sebagai nominator Kalpataru penyelamat lingkungan," bebernya.
Kelalaian berikutnya, lanjut Cok Aditya, di lokasi pengerukan ada di Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU) yang telah berakhir pada Oktober 2020. "Agar tidak terulang lagi kejadian serupa, ke depannya PT TAD harus membuat ruang komunikasi denhan masyarakat dan pemerintah desa dan mengikuti prosedur yang berlaku," tegas dia.
Sementara itu, perwakilan PT TAD, Setia Irianto mengklaim tujuan pengerukan pasir untuk penataan dan ingin membuat kawasan eco wisata. Pihaknya pun mengakui kesalahannya tidak melakukan komunikasi dan koordinasi dengan masyarakat dan Pemerintah Desa Pejarakan. Dia pun menyepakati hasil mediasi untuk tidak melakukan aktivitas pengerukan sampai izin terbit.
Dari hasil mediasi, PT TAD diberikan batas waktu selama 15 hari untuk menyelesaikan proses perizinan. Jika habis masa tenggat dan belum menyelesaikan perizinan maka akan diberikan teguran. "Kami sudah hentikan sementara kegiatan pengerukan dan akan mengurus izin perpanjangan SHGU dahulu," ujar Irianto.
Terkait lahan pada SHGU No 8 seluas 39,2 hektare itu akan diserahkan kepada negara seluas 8 hektare dan bisa diusulkan menjadi hutan adat. DLH Buleleng akan membantu memfasilitasi usulan itu dengan sebelumnya akan melakukan sosialisasi dengan Dinas Kehutanan dan Lingkungan Provinsi Bali, BPSKL Jawa-Bali Nusra dan Pokja PPS Bali. *cr75
Komentar