APBD Harus Pasang Dana Talangan
Orang Miskin Kesulitan Bayar RS
Warga miskin yang tidak terjangkau jaminan kesehatan harus diatasi dengan adanya dana talangan.
SINGARAJA, NusaBali
Kasus keluarga miskin yang tak mampu melunasi tagihan biaya rumah sakit karena tak memiliki jaminan kesehatan menyeruak. Hal itu pun kembali menjadi sorotan DPRD Buleleng yang mendesak pemerintah segera memasang dana talangan untuk mengatasi persoalan tersebut.
Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna, Minggu (13/12), menegaskan kasus masyarakat miskin yang tak mampu melunasi tagihan rumah sakit tak hanya satu dua orang saja. Terakhir dialami I Gede Artha, warga Desa Bondalem, Kecamatan Tejakula yang sempat pulang paksa anaknya Kadek Juna.
Kondisi itu pun tak dapat dielakkan karena Gede Artha merasa tak sanggup membayar biaya pengobatan anak keduanya pasca mengalami luka bakar akibat tersiram air panas. Terlebih dia yang saat ini hana bekerja menjadi buruh bangunan tak memiliki jaminan kesehatan.
Hal ini disebut Sekretaris DPC PDI Perjuangan Buleleng bisa menjadi momok di masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan. Padahal seluruh warga Indonesia mendapatkan hak yang sama dalam bidang kesehatan tanpa melihat status ekonominya. “Setelah dicabutnya UHC awal tahun kemarin kita tidak lagi dapat keistimewaan dalam pembuatan KIS yang bisa aktif sehari. Sedangkan saat ini banyak masayrakat yang tercecer tidak memiliki jaminan kesehatan,” jelas Supriatna.
Politisi asal Desa/Kecamatan Tejakula ini pun menegaskan jika DPRD Buleleng sempat mendorong pemerintah memasang dana talangan sejak tahun 2019 lalu. Dana talangan yang dimaksud untuk mencover masyarakat miskin saat menjalani perawatan di rumah sakit. Sehingga mereka tetap dapat dijamin pelayanan kesehatannya oleh pemerintah. Hanya saja usulan DPRD Buleleng belum dapat dipenuhi pemerintah, karena Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) masih meminta fatwa pada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait dana talangan itu. Namun hingga kini BPK belum memberikan jawaban pasti.
Jika memungkinkan lanjut Supriatna pemerintah daerah hanya perlu menyiapkan dana talangan sebesar Rp 2 miliar dalam satu tahun anggaran. Menurutnya jumlah itu pun bukan jumlah yang besar karena akan diposkan di Puskesmas, RS Pratama, RSUD Buleleng dan RSUP Sanglah. “Saya sebagai ketua dewan berani pasang badan dan bupati saya harap berani ambil sikap pasang dana talangan ini. Ini kan urusan kemanusian asalkan tidak diselewengkan dan dananya untuk masyarakat tidak mampu, saya rasa eksekutif tidak perlu takut,” tegas dia.
Di tengah dana talangan yang belum terpasang saat ini, Ketua Dewan Supriatna juga meminta RSUD Buleleng tetap memberikan pelayanan terbaik kepada seluruh masyarakat. Tak melihat mereka miskin atau kata. Dewan pun dapat mengusulkan opsi pemutihan piutang, agar biaya yang dibebankan pada masyarakat tidak terlalu banyak. “Kami ingin masyarakat, terutama yang tidak mampu, tetap dilayani. Masalah mampu bayar atau tidak, biar dipikirkan belakangan. Yang penting terlayani dulu,” ucap dia.
Sementara itu Dirut RSUD Buleleng dr Putu Arya Nugraha membenarkan jika kasus pasien dari keluarga miskin dan tak memiliki jaminan kesehatan tak mampu membayar biaya rumah sakit memang sering kali ditemukan di RSUD Buleleng. Namun sejauh ini RSUD Buleleng pun tak menutup mata dan tetap memberikan pelayanan kepada mereka dengan maksimal. Biaya yang belum dapat dibayarkan oleh masyarakat itu akan masuk sebagai catatan piutang RSUD Buleleng. Pembayaran yang memang diharapkan diusahakan oleh keluarga pasien diberi kebijakan oleh direksi rumah sakit dengan opsi menyicil ataupun yang opsi lainnya.
“Kasusnya sangat beragam, rata-rata mereka dalam kondisi ekonomi lemah dan tidak memiliki jaminan kesehatan. Ada juga yang korban PHK. Dalam kondisi ini memang negara harus hadir,” tegas Dirut Arya Nugraha.
Dokter spesialis penyakit dalam ini sangat mengapresiasi jika legislatif dan eksekutif dapat memperjuangkan dana talangan yang memang sangat ideal disiapkan pemerintah daerah. Lalu soal usulan pemutihan piutang menurutnya ada ketentuan dan proses yang panjang. RSUD Buleleng tetap akan melakukan penagihan, namun jika dalam kurun waktu tertentu tidak mambayarkan maka akan diarahkan mencari surat keterangan tidak mampu dari Perbekel setempat. Selanjutnya akan disampaikan ke Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Denpasar. *k23
Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna, Minggu (13/12), menegaskan kasus masyarakat miskin yang tak mampu melunasi tagihan rumah sakit tak hanya satu dua orang saja. Terakhir dialami I Gede Artha, warga Desa Bondalem, Kecamatan Tejakula yang sempat pulang paksa anaknya Kadek Juna.
Kondisi itu pun tak dapat dielakkan karena Gede Artha merasa tak sanggup membayar biaya pengobatan anak keduanya pasca mengalami luka bakar akibat tersiram air panas. Terlebih dia yang saat ini hana bekerja menjadi buruh bangunan tak memiliki jaminan kesehatan.
Hal ini disebut Sekretaris DPC PDI Perjuangan Buleleng bisa menjadi momok di masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan. Padahal seluruh warga Indonesia mendapatkan hak yang sama dalam bidang kesehatan tanpa melihat status ekonominya. “Setelah dicabutnya UHC awal tahun kemarin kita tidak lagi dapat keistimewaan dalam pembuatan KIS yang bisa aktif sehari. Sedangkan saat ini banyak masayrakat yang tercecer tidak memiliki jaminan kesehatan,” jelas Supriatna.
Politisi asal Desa/Kecamatan Tejakula ini pun menegaskan jika DPRD Buleleng sempat mendorong pemerintah memasang dana talangan sejak tahun 2019 lalu. Dana talangan yang dimaksud untuk mencover masyarakat miskin saat menjalani perawatan di rumah sakit. Sehingga mereka tetap dapat dijamin pelayanan kesehatannya oleh pemerintah. Hanya saja usulan DPRD Buleleng belum dapat dipenuhi pemerintah, karena Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) masih meminta fatwa pada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait dana talangan itu. Namun hingga kini BPK belum memberikan jawaban pasti.
Jika memungkinkan lanjut Supriatna pemerintah daerah hanya perlu menyiapkan dana talangan sebesar Rp 2 miliar dalam satu tahun anggaran. Menurutnya jumlah itu pun bukan jumlah yang besar karena akan diposkan di Puskesmas, RS Pratama, RSUD Buleleng dan RSUP Sanglah. “Saya sebagai ketua dewan berani pasang badan dan bupati saya harap berani ambil sikap pasang dana talangan ini. Ini kan urusan kemanusian asalkan tidak diselewengkan dan dananya untuk masyarakat tidak mampu, saya rasa eksekutif tidak perlu takut,” tegas dia.
Di tengah dana talangan yang belum terpasang saat ini, Ketua Dewan Supriatna juga meminta RSUD Buleleng tetap memberikan pelayanan terbaik kepada seluruh masyarakat. Tak melihat mereka miskin atau kata. Dewan pun dapat mengusulkan opsi pemutihan piutang, agar biaya yang dibebankan pada masyarakat tidak terlalu banyak. “Kami ingin masyarakat, terutama yang tidak mampu, tetap dilayani. Masalah mampu bayar atau tidak, biar dipikirkan belakangan. Yang penting terlayani dulu,” ucap dia.
Sementara itu Dirut RSUD Buleleng dr Putu Arya Nugraha membenarkan jika kasus pasien dari keluarga miskin dan tak memiliki jaminan kesehatan tak mampu membayar biaya rumah sakit memang sering kali ditemukan di RSUD Buleleng. Namun sejauh ini RSUD Buleleng pun tak menutup mata dan tetap memberikan pelayanan kepada mereka dengan maksimal. Biaya yang belum dapat dibayarkan oleh masyarakat itu akan masuk sebagai catatan piutang RSUD Buleleng. Pembayaran yang memang diharapkan diusahakan oleh keluarga pasien diberi kebijakan oleh direksi rumah sakit dengan opsi menyicil ataupun yang opsi lainnya.
“Kasusnya sangat beragam, rata-rata mereka dalam kondisi ekonomi lemah dan tidak memiliki jaminan kesehatan. Ada juga yang korban PHK. Dalam kondisi ini memang negara harus hadir,” tegas Dirut Arya Nugraha.
Dokter spesialis penyakit dalam ini sangat mengapresiasi jika legislatif dan eksekutif dapat memperjuangkan dana talangan yang memang sangat ideal disiapkan pemerintah daerah. Lalu soal usulan pemutihan piutang menurutnya ada ketentuan dan proses yang panjang. RSUD Buleleng tetap akan melakukan penagihan, namun jika dalam kurun waktu tertentu tidak mambayarkan maka akan diarahkan mencari surat keterangan tidak mampu dari Perbekel setempat. Selanjutnya akan disampaikan ke Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Denpasar. *k23
1
Komentar