PHDI Bali: SKB Tak Ada Minta Turunkan Plang Nama
Plang Nama Sampradaya Non Dresta Bali Diturunkan Anggota Ormas
DENPASAR, NusaBali
Penurunan plang nama Sampradaya Non Dresta Bali terjadi di kawasan Jalan Bypass Ngurah Rai Padanggalak, Denpasar Timur, Kamis (24/12) siang.
Video aksi penurunan plang nama yang dilakukan anggota salah satu organisasi kemasyarakatan (ormas) tersebut beredar luas melalui media sosial. Sementara, PHDI Bali tegaskan tidak ada instruksi menurunkan plang nama seperti itu. Dalam rekaman video yang beredar di media sosial, tampak sekelompok anggota ormas dengan pakaian adat madya menurunkan plang nama Sampradaya. Plang nama yang diturunkan itu sekaligus menjadi arah penunjuk menuju Ashram Sampradaya di Padanggalak.
Penurunan plang nama tersebut dilakukan dengan dalih untuk mengawal dan mengamankan isi Surat Keputusan Bersama (SKB) Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali dan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali, yang membatasi kegiatan Sampradaya Non Dresta Bali di Bali. Mereka terlihat menggergaji tiang plang nama Sampradaya Non Dresta Bali itu, kemudian meletakkannya di pinggir jalan. "Ya beres," ujar salah satu anggota ormas seusai menumbangkan plang nama Sampradaya Non-Dresta Bali tersebut.
Dalam video juga terlihat petugas keamanan dari kepolisian menyaksikan langsung kejadian tersebut. Petugas juga terlihat sempat berdialog dengan anggota ormas yang selama ini getol menolak keberadaan Sampradaya Non Dresta Bali itu.
Sementara itu, Ketua PHDI Bali I Gusti Ngurah Sudiana mengatakan dalam SKB MDA Provinsi Bali dan PHDI Bali tidak ada permintaan untuk menurunkan plang nama atau simbol Sampradaya Non Dresta Bali. PHDI Bali pun tidak tahu menahu soal aksi penggergajian plang nama yang terjadi di Padanggalak tersebut.
"Dalam SKB MDA Provinsi Bali dan PHDI Bali itu kan tidak ada berbunyi menurunkan simbol dan plang nama. Dalam SKB itu isinya membatasi kegiatan Sampradaya Non Dresya Bali di luar Ashram di seluruh Bali,” jelas Sudiana saat dikonfirmasi NusaBali, Jumat (25/12).
Sudiana juga menegaskan, dalam SKB MDA Provinsi Bali dan PHDI Bali isinya tidak ada menganjurkan tindakan yang sampai bertentangan dengan hukum yang berlaku. Menurut Sudiana, kalaupun ada gerakan menurunkan plang nama Sampradaya Non Dresta Bali, harusnya dikoordinasikan dengan PHDI Bali dan MDA Provinsi Bali terlebih dulu.
"Harusnya kalau memang mau ada penurunan plang nama Sampradaya Non Dresta Bali, ya ada komunikasi dan koordinasi dulu dengan PHDI Bali dan MDA Provinsi Bali," tandas tokoh lembaga umat yang juga akademisi dan Rektor Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar ini.
Ketika disinggung penurunan plang nama Sampradaya Non Dresta Bali itu bisa berbuntut laporan ke polisi sebagai aksi perusakan, menurut Sudiana, pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada proses hukum. "Ya, terserah pihak Sampradaya saja, itu hak mereka," tandas Sudiana.
Sementara, Bendesa Agung MDA Provinsi Bali, Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet, belum bisa dimintai konfirmasi atas kejadian itu. Saat dihubungi NusaBali per telepon, Jumat kemarin, terdengar nada sambung namun ponselnya tidak diangkat.
Sedangkan Penyarikan Agung MDA Provinsi Bali, I Ketut Sumarta, enggan berkomentar. Dia melempar kembali terkait masalah ini ke Bendesa Agung MDA Provinsi Bali. "Konfirmasi saja ke Bendesa Agung MDA. Maaf dulu, saya lagi di pura, sembahyang," elak Ketut Sumarta.
PHDI Bali dan MDA Provinsi Bali sebelumnya keluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang ‘Pembatasan Kegiatan Pengembanan Ajaran Sampradaya Non Dresta Bali di Bali’, 16 Desember 2020. Intinya, PHDI dan MDA Provinsi Bali melarang Sampradaya Non Dresta Bali dan pengikutnya yang selama ini dinilai tidak sesuai dengan dresta, adat, dan budaya Bali untuk menggunakan pura dalam setiap kegiatannya.
Bendesa Agung MDA Provinsi Bali, Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet, mengatakan melindungi setiap usaha penduduk menghayati dan mengamalkan ajaran agama dan kepercayaannya, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan serta tidak mengganggu ketentraman dan ketertiban umum.
"Sampradaya Don Dresta Bali merupakan organisasi dan/atau perkumpulan yang mengemban paham, ajaran, dan praktek ritual yang tata pelaksanaannya tidak sesuai dengan adat, tradisi, seni, dan budaya, serta kearifan lokal dresta Bali," papar Putra Sukahet saat membacakan surat keputusan PHDI Bali dan MDA Provinsi Bali bersama Ketua PHDI Bali, I Gusti Ngurah Sudiana, di Kantor MDA Provinsi Bali, Jalan Tjokorda Agung Trena Niti Mandala Denpasar.
Untuk menjaga kerukunan, kedamaian, dan ketertiban kehidupan beragama Hindu serta pelaksanaan kegiatan pengembanan ajaran Sampradaya non dresta Bali, maka PHDI Kabupaten/Kota se-Bali ditugaskan secara bersama-sama melarang Sampradaya Non Dresta Bali di Bali menggunakan pura dan wewidangan (wilayah) serta tempat-tempat umum/fasilitas publik seperti jalan, pantai, dan lapangan untuk berkegiatan.
PHDI Kabupaten/Kota se-Bali juga diminta agar melakukan pengawasan, pemantauan, dan evaluasi terhadap keberadaan Sampradaya Non Dresta Bali di Bali dalam pengembanan ajarannya. PHDI Kabupaten/Kota harus berkoordinasi dengan MDA sesuai tingkatan dan prajuru desa adat dalam mengawasi, memantau, dan mengevaluasi keberadaan sampradaya non-dresta Bali di Bali.
Putra Sukahet menyebutkan, dengan keputusan bersama PHDI Bali dan MDA Provinsi Bali ini, maka MDA Kabupaten/Kota dan MDA Kecamatan beserta prajuru desa adat se-Bali secara bersama-sama melaksanakan penjagaan kesakralan dan kesucian pura yang ada di wewidangan desa adat. Pura-pura tersebut meliputi Pura Kahyangan Banjar, Pura Kahyangan Desa, Pura Sad Kahyangan, Pura Dang Kah-yangan, dan Pura Kahyangan Jagat lainnya. *nat
1
Komentar