Rapor Sosial dan Ekonomi Bali Dipenghujung Tahun 2020
Tahun 2020 sebentar lagi akan berakhir, selanjutnya kita akan memasuki tahun 2021 dengan berbagai misterinya. Pandemi Covid-19 yang mewabah pada tahun ini memberikan pengaruh yang sangat berarti terhadap berbagai sektor kehidupan.
Penulis : Fendy Apriyadi
Fungsional Statistisi di BPS Kabupaten Jembrana
Seluruh wilayah di belahan dunia ini sedang fokus berjuang menyesuaikan diri berdampingan dengan pandemi yang tengah melanda, tak terkecuali Bali. Sejak diumumkannya kasus positif terinfeksi COVID-19 di Provinsi Bali pada tanggal 20 Maret 2020, berbagai langkah antisipasi untuk meminimalisir penyebaran COVID-19 telah dilakukan Pemerintah Provinsi Bali nyatanya belum mampu meredam laju penyebaran virus ini. Tatanan kehidupan baru (new normal) merupakan respons realistis yang harus ditempuh demi keberlanjutan kehidupan umat manusia.
Memasuki tatanan new normal, Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali mengumumkan Perekonomian Bali Triwulan III 2020 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) mencatatkan pertumbuhan q-to-q sebesar 1,66 persen. Pertumbuhan positif menunjukkan bahwa total nilai tambah yang terjadi pada triwulan ini (juli-September) lebih baik dibanding triwulan sebelumnya (april-juni). Penerapan tatanan new normal diduga memberikan ruang bagi sebagian besar lapangan usaha untuk dapat meningkatkan produksi sekaligus menjadi tanda optimisme pemulihan ekonomi.
Namun jika dibandingkan dengan triwulan III-2019 (y-on-y), Perekonomian Bali masih tercatat mengalami kontraksi (tumbuh negatif), yakni -12,28 persen. Sekaligus ini merupakan kontraksi terdalam dibandingkan dua triwulan sebelumnya (-1,14 persen pada triwulan I dan -10,98 persen pada triwulan II) dan pertumbuhan terendah dibandingkan seluruh provinsi di Indonesia. Sebagai wilayah yang menempatkan aktivitas pariwisata sebagai kontributor utama, ekonomi Bali masih terpuruk sebagai imbas pandemi COVID-19. Terlebih pada triwulan III dan IV sebelum pandemi merupakan masa peak season pariwisata Bali, tentu nilai tambah yang tercipta pada triwulan III-2020 (masa pandemi) ini mengalami penurunan yang signifikan.
Kontraksi yang terjadi tentu akibat dari penurunan aktifitas ekonomi yang dirasakan efeknya secara nyata oleh tenaga kerja, meskipun dalam memasuki new normal sebagian pekerja yang dirumahkan kini aktif bekerja kembali, walau belum mencapai taraf optimal. Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2020 menunjukkan adanya peningkatan jumlah pengangguran di Bali, dari 39,29 ribu pada Agustus 2019 menjadi 144,50 ribu orang pada tahun Agustus 2020 dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 5,63 persen (naik 4,06 persen). TPT menggambarkan persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja (penduduk usia 15 tahun ke atas yang saat ini bekerja, punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja serta pengangguran).
Lazimnya penduduk yang menganggur tidak memiliki penghasilan, sehingga menyebabkan pendapatan masyarakat secara umum turun. Turunnya pendapatan menurunkan daya beli masyakarat. Hal ini dapat dikonfirmasi dengan tingkat inflasi yang cenderung rendah selama tahun 2020, bahkan pada bulan maret hingga oktober mengalami deflasi berturut-turut, baru pada bulan November 2020 Provinsi Bali mengalami inflasi sebesar 0,22 persen (m-to-m) berdasarkan perhitungan data inflasi Kota Denpasar dan Singaraja. Kondisi ini mengisyaratkan sepinya permintaan masyarakat pada periode tersebut.
Seringkali masyarakat dengan daya beli rendah berasal dari rumah tangga miskin yang berpendapatan rendah. Saat ini menurut data BPS (Maret 2020), terdapat sekitar 3,78 persen penduduk miskin di Bali naik 0,17 persen dibandingkan posisi September 2019. Kondisi ini terjadi pada awal masa pendemi yang diduga kuat menjadi penyumbang utama kenaikan yang terjadi. Kenaikan angka kemiskinan terjadi pada kabupaten/kota dengan penopang utama pariwisata yaitu Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan dan Buleleng. Sedangkan Karangasem, Klungkung, Jembrana dan Bangli tetap mengalami penurunan angka kemiskinan dibanding kondisi maret 2019.
Hadirnya potret sosial ekonomi diatas kiranya dapat menjadi pemicu bagi pemerintah daerah atau pengambil kebijakan untuk terus melakukan perbaikan-perbaikan demi peningkatan kesejahteraan rakyat dan pertumbuhan ekonomi di Bali. Harapan kita bersama, semoga pandemi ini segera berakhir dan kehidupan sosial ekonomi mulai pulih kembali.
*. Tulisan dalam kategori OPINI adalah tulisan warga Net. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
1
Komentar