Hibah Pariwisata Harus Dibenahi
Harus ada langkah pengalokasian anggaran ke sektor pariwisata untuk menyelamatkan industri tersebut yang kesulitan bertahan. Lalu perlu proteksi bagi tenaga kerja, serta membantu untuk menekan biaya operasional pelaku usaha pariwisata.
JAKARTA, NusaBali
Pemerintah dinilai perlu meneruskan upaya penyelamatan ekonomi sektor pariwisata. Namun pemerintah juga wajib membenahi sejumlah bantuan atau hibah yang dinilai tidak efektif sampai saat ini.
Menurut Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal, terdapat tiga hal yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan pelaku usaha di sektor pariwisata.
Pertama, meneruskan langkah pengalokasian anggaran ke sektor pariwisata untuk menyelamatkan industri tersebut yang kesulitan bertahan. Kedua, perlu adanya proteksi bagi tenaga kerja di sektor pariwisata dari ancaman perumahan atau pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan menyalurkan subsidi gaji khusus.
"Hal itu akan memperkecil kemungkinan subsidi gaji yang disalurkan untuk salah sasaran. Bukan hanya mendorong daya beli pekerjanya, tetapi pelaku usahanya juga terbantu," ujar Mohammad Faisal, kepada Bisnis.com, Selasa (29/12).
Ketiga, harus menekan biaya operasional pelaku usaha pariwisata masuk ke dalam skala prioritas pemulihan ekonomi nasional. Terkait dengan hal tersebut, kata Faisal, dapat disalurkan insentif fiskal khusus sektor pariwisata dengan menahan kenaikan beban pajak selama masa survive.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengharapkan Kemenparekraf mampu jadi penghubung sektor pariwisata ke kementerian/lembaga lain untuk meringankan beban operasional pelaku usaha di sektor pariwisata.
Maulana Yusran mengatakan peran Kemenparekraf sebagai penghubung tidak terlepas dari sejumlah regulasi yang dinilai memberatkan pelaku usaha sektor pariwisata di tengah kondisi sulit akibat terdampak pandemi.
"PBB saja dari 2019 hingga sekarang naiknya sampai 40 persen. Di tengah pembatasan yang dilakukan, kami juga dibebani membayar pajak dan gaji karyawan. Kemenparekraf harus menampung aspirasi ini dan disampaikan K/L lain yang terkait. Jadi, nanti ketika bertemu titik balik, kita bisa jalan," ujar Maulana.
Selanjutnya, kata Maulana, pemerintah harus bertemu langsung dengan 13 sektor usaha di industri pariwisata yang memiliki beban berbeda-beda, sebelum kemudian dianalisa untuk dicarikan jalan keluar.
Di sektor hotel dan restoran, kata Maulana, pelaku usaha kesulitan mempertahankan bisnis. Hal itu karena tergolong jenis usaha yang memerlukan cukup banyak tenaga kerja, selain dibebani pajak dan biaya listrik.
Program pinjaman modal kerja melalui perbankan dinilai Maulana tidak efektif membantu pelaku usaha sekor hotel dan restoran akibat masih terganggunya permintaan. *
Pemerintah dinilai perlu meneruskan upaya penyelamatan ekonomi sektor pariwisata. Namun pemerintah juga wajib membenahi sejumlah bantuan atau hibah yang dinilai tidak efektif sampai saat ini.
Menurut Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal, terdapat tiga hal yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan pelaku usaha di sektor pariwisata.
Pertama, meneruskan langkah pengalokasian anggaran ke sektor pariwisata untuk menyelamatkan industri tersebut yang kesulitan bertahan. Kedua, perlu adanya proteksi bagi tenaga kerja di sektor pariwisata dari ancaman perumahan atau pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan menyalurkan subsidi gaji khusus.
"Hal itu akan memperkecil kemungkinan subsidi gaji yang disalurkan untuk salah sasaran. Bukan hanya mendorong daya beli pekerjanya, tetapi pelaku usahanya juga terbantu," ujar Mohammad Faisal, kepada Bisnis.com, Selasa (29/12).
Ketiga, harus menekan biaya operasional pelaku usaha pariwisata masuk ke dalam skala prioritas pemulihan ekonomi nasional. Terkait dengan hal tersebut, kata Faisal, dapat disalurkan insentif fiskal khusus sektor pariwisata dengan menahan kenaikan beban pajak selama masa survive.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengharapkan Kemenparekraf mampu jadi penghubung sektor pariwisata ke kementerian/lembaga lain untuk meringankan beban operasional pelaku usaha di sektor pariwisata.
Maulana Yusran mengatakan peran Kemenparekraf sebagai penghubung tidak terlepas dari sejumlah regulasi yang dinilai memberatkan pelaku usaha sektor pariwisata di tengah kondisi sulit akibat terdampak pandemi.
"PBB saja dari 2019 hingga sekarang naiknya sampai 40 persen. Di tengah pembatasan yang dilakukan, kami juga dibebani membayar pajak dan gaji karyawan. Kemenparekraf harus menampung aspirasi ini dan disampaikan K/L lain yang terkait. Jadi, nanti ketika bertemu titik balik, kita bisa jalan," ujar Maulana.
Selanjutnya, kata Maulana, pemerintah harus bertemu langsung dengan 13 sektor usaha di industri pariwisata yang memiliki beban berbeda-beda, sebelum kemudian dianalisa untuk dicarikan jalan keluar.
Di sektor hotel dan restoran, kata Maulana, pelaku usaha kesulitan mempertahankan bisnis. Hal itu karena tergolong jenis usaha yang memerlukan cukup banyak tenaga kerja, selain dibebani pajak dan biaya listrik.
Program pinjaman modal kerja melalui perbankan dinilai Maulana tidak efektif membantu pelaku usaha sekor hotel dan restoran akibat masih terganggunya permintaan. *
1
Komentar