Permintaan Genteng Nyitdah Menurun
Kalah Saing Dengan Genteng Luar Bali
Sebelum Covid-19, permintaan sampai 2 truk dalam sebulan. Sedangkan sekarang paling hanya 4.000 buah per bulan, bahkan sampai kosong.
TABANAN, NusaBali
Permintaan genteng hasil kerajian genteng di Desa Nyitdah, Kecamatan Kediri, Tabanan, menurun. Karena kualitas genteng ini kalah saing dengan genteng luar Bali. Permintaan menurun juga diperparah dengan kondisi Covid-19 yang belum reda.
Kondisi itu mengakibatkan banyak perajin genteng Nyitdah beralih ke produksi bata press. Perbekel Nyitdah Dewa Putu Alit Arta mengakui sejumlah warga Desa Nyitdah yang sebelumnya perajin genteng, kini mulai beralih ke bata press. Namun dia belum bisa menghitung berapa perajin genteng beralih ke bata press. “Kalau dipresentasekan belum bisa. Karena harus pendataan detail. Tetapi sejumlah perajin genteng sekarang memang sudah banyak beralih ke usaha bata press,” ungkapnya, Jumat (1/1).
Kata dia, permintaan genteng Nyitdah menurun mulai tahun 2.000 -an. Karena mulai saat itu genteng Nyitdah kalah saing dengan genteng luar Bali yang makin marak ke Bali. “Nah sekarang banyak genteng luar Bali diminati masyarakat. Padahal genteng kita kualitasnya tak kalah, meski tipis tapi genteng kita kuat,” ujarnya.
Melihat kondisi itu, kata Alit Arta, permintaan pasar mulai menurun sehingga banyak masyarakat yang beralih usaha ke bata press. Padahal dulu tahun 1980 permintaan pasar untuk genteng Nyitdah sangat berjaya. Bahkan pemasaran sampai tembus Lombok hingga membuka produksi di Lombok. “Berjayanya genteng Nyitdah ini tahun 1980-an disana banyak permintaan dan sampai kewalahan produksi,” katanya.
Selain itu, menurut dia, kendalanya sekarang untuk mencari bahan baku harus ke luar desa. Sebab bahan baku di seputaran Kecamatan Kediri sudah habis. Pengusaha biasanya membeli bahan baku sampai ke daerah Desa Gadungan, Kecamatan Selemadeg Timur. “Bahan baku kami sekarang sudah habis dan kami harus mencari ke luar daerah,” imbuhnya.
Dengan kondisi ini, dia berharap genteng Nyitdah tak sampai punah. Sebab meski permintaan menurun pengusaha genteng masih ada yang membuat untuk memenuhi permintaan membangun kos-kosan. “Harapan kami, kerajinan genteng Nyitdah jangan sampai punah sekali, dan semoga pandemi Covid-19 cepat berlalu,” harapnya.
Salah seorang buruh genteng di Desa Nyitdah Muhamad Abdulrohim mengaku, sejak pandemi Covid-19 permintaan genteng sangat menurun. Sebelum Covid-19, permintaan sampai 2 truk dalam sebulan, sedangkan sekarang paling hanya 4.000 per bulan bahkan sampai kosong. “Sangat menurun sekarang, jauh dari sebelum normal,” ujar Abdul.
Dia membenarkan saat ini untuk mencari bahan baku pembuatan genteng sudah sulit. Sampai mencari ke luar desa. “Kami beli di wilayah Gadung, Kecamatan Selemadeg Timur,” imbuhnya.
Dia berharap kondisi ini segera pulih dan bisa mencetak genteng dalam jumlah normal. “Saya sudah kerja 15 tahun, dan baru kali ini penurunan permintaan benar-benar dirasakan. Saya berharap Corona segera berlalu,” harapnya. *des
Permintaan genteng hasil kerajian genteng di Desa Nyitdah, Kecamatan Kediri, Tabanan, menurun. Karena kualitas genteng ini kalah saing dengan genteng luar Bali. Permintaan menurun juga diperparah dengan kondisi Covid-19 yang belum reda.
Kondisi itu mengakibatkan banyak perajin genteng Nyitdah beralih ke produksi bata press. Perbekel Nyitdah Dewa Putu Alit Arta mengakui sejumlah warga Desa Nyitdah yang sebelumnya perajin genteng, kini mulai beralih ke bata press. Namun dia belum bisa menghitung berapa perajin genteng beralih ke bata press. “Kalau dipresentasekan belum bisa. Karena harus pendataan detail. Tetapi sejumlah perajin genteng sekarang memang sudah banyak beralih ke usaha bata press,” ungkapnya, Jumat (1/1).
Kata dia, permintaan genteng Nyitdah menurun mulai tahun 2.000 -an. Karena mulai saat itu genteng Nyitdah kalah saing dengan genteng luar Bali yang makin marak ke Bali. “Nah sekarang banyak genteng luar Bali diminati masyarakat. Padahal genteng kita kualitasnya tak kalah, meski tipis tapi genteng kita kuat,” ujarnya.
Melihat kondisi itu, kata Alit Arta, permintaan pasar mulai menurun sehingga banyak masyarakat yang beralih usaha ke bata press. Padahal dulu tahun 1980 permintaan pasar untuk genteng Nyitdah sangat berjaya. Bahkan pemasaran sampai tembus Lombok hingga membuka produksi di Lombok. “Berjayanya genteng Nyitdah ini tahun 1980-an disana banyak permintaan dan sampai kewalahan produksi,” katanya.
Selain itu, menurut dia, kendalanya sekarang untuk mencari bahan baku harus ke luar desa. Sebab bahan baku di seputaran Kecamatan Kediri sudah habis. Pengusaha biasanya membeli bahan baku sampai ke daerah Desa Gadungan, Kecamatan Selemadeg Timur. “Bahan baku kami sekarang sudah habis dan kami harus mencari ke luar daerah,” imbuhnya.
Dengan kondisi ini, dia berharap genteng Nyitdah tak sampai punah. Sebab meski permintaan menurun pengusaha genteng masih ada yang membuat untuk memenuhi permintaan membangun kos-kosan. “Harapan kami, kerajinan genteng Nyitdah jangan sampai punah sekali, dan semoga pandemi Covid-19 cepat berlalu,” harapnya.
Salah seorang buruh genteng di Desa Nyitdah Muhamad Abdulrohim mengaku, sejak pandemi Covid-19 permintaan genteng sangat menurun. Sebelum Covid-19, permintaan sampai 2 truk dalam sebulan, sedangkan sekarang paling hanya 4.000 per bulan bahkan sampai kosong. “Sangat menurun sekarang, jauh dari sebelum normal,” ujar Abdul.
Dia membenarkan saat ini untuk mencari bahan baku pembuatan genteng sudah sulit. Sampai mencari ke luar desa. “Kami beli di wilayah Gadung, Kecamatan Selemadeg Timur,” imbuhnya.
Dia berharap kondisi ini segera pulih dan bisa mencetak genteng dalam jumlah normal. “Saya sudah kerja 15 tahun, dan baru kali ini penurunan permintaan benar-benar dirasakan. Saya berharap Corona segera berlalu,” harapnya. *des
Komentar