Sabha Desa Adat Gianyar Sebut Ngadegang Bendesa Sesuai Prosedur
GIANYAR, NusaBali
Enam poin yang menjadi alasan Majelis Desa Adat (MDA) Kabupaten Gianyar menunda merekomendasikan pengukuhan Bendesa Desa Adat Gianyar terpilih Dewa Made Suwardana, ditanggapi Sabha Desa Adat Gianyar.
Sabha desa ini bersikukuh menyatakn proses ngadegang (pemilihan) bendesa itu sesuai prosedur. Versi sabha desa tersebut, dalam enam poin tanggapan MDA Gianyar itu, tersirat majelis ini salah menafsirkan Surat Edaran Nomor 006/SE/MA-Prov.Bali/VII/2020 tanggal 20 Juli 2020 tentang proses ngadegang Bendesa Adat atau sebutan lain dalam tatanan kehidupan era baru pada masa pandemi Covid-19 yang disertai lampiran pedoman ngadegang Bendesa atau sebutan lain.
Ketua Sabha Desa Adat Gianyar Drs Ida Bagus Gaga Ardhana, Selasa (5/1), menilai MDA Gianyar tidak memahami SE secara komperehensif atau sengaja mencari-cari kesalahan. "Jika sudah punya awig-awig, sebelum SE terbit, bahkan sebelum Perda Desa Adat berlaku, sudah ada pengecualian," jelasnya. Pengecualian itu tertuang dalam Pergub nomor 4 Tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali.
Seperti tertuang pada Bab XII Ketentuan Peralihan, Pasal 54 ayat (1) dan (2). Bahwa (1) awig-awig Desa Adat dan pararem yang sudah ada Peraturan Gubernur ini diundangkan, tetap berlaku sampai dengan terbentuknya awig-awig Desa Adat dan pararem sesuai dengan Pergub ini. Selanjutnya ayat (2) menyebutkan, penyesuaian awig-awig dan pararem sebagaimana dimaksud ayat (1) paling lama dilaksanakan 2 tahun sejak Pergub ini diundangkan. "Ini yang diabaikan oleh MDA Gianyar," jelas IB Gaga Ardhana.
Menurutnya, MDA Gianyar perlu belajar banyak untuk memahami sebuah SE secara tekstual, kontekstual, dan komperehensif. "Jangan sepotong-sepotong. Sebab ini kesannya sengaja mencari-cari kesalahan dengan niat yang tidak baik," ujarnya.
Dikatakan IB Gaga Ardhana, yang berhak menyatakan seorang bendesa sah atau tidak sah adalah Sabha Desa Adat dengan merujuk awig-awig. "Harusnya MDA itu hanya sekadar mencatat saja bahwa telah terpilih secara sah Bendesa Adat. MDA tidak punya kapasitas menyatakan sah tidak sah atau bahkan menganulir posisi seorang Bendesa yang dipilih sesuai mekanisme berdasarkan awig-awig. "Apalagi kami Sabha Desa Adat Gianyar dalam ngadegang bendesa sudah sesuai prosedur. Mekanismenya mulai pengusulan calon Bendesa dari 12 Banjar dengan mengedepankan musyawarah mufakat, menghasilkan calon tunggal Bendesa," terangnya.
Selanjutnya, sampai pada proses pemilihan mengikuti SE MDA Provinsi Bali dan mengikuti petunjuk lembaran konsultasi Pararem MDA Provinsi Bali yang isinya : (1) masa ayahan prajuru Desa Adat Gianyar sebaiknya disesuaikan dengan awig-awig yaitu 3 tahun. (2) Pajayan-jayan dilaksanakan pada sasih Kapitu. (3) Dapat disetujui pengukuhan pada Purnama Sasih Kapitu dengan catatan SK asli dapat diambil setelah Pararem diregistrasi. (4) berkas paling lambat sudah diupload 27 Desember 2020. " Semua yang kami lakukan sudah sesuai prosedur dan mekanisme yang dalam SE dan Pergub 4/2019 serta awig-awig Desa Adat kami. Tidak ada kesalahan yang kami lakukan dalam ngadegang Bendesa ini," jelas mantan Kapendam IX/Udayana ini.
Menurutnya, MDA Gianyar terlalu mengada-ada bahwa Desa Adat Gianyar tidak mengikuti SE MDA Provinsi Bali. "Saran kami kepada MDA Gianyar, jadilah pengayom dan pemberi solusi bagi Desa Adat Gianyar. Jangan jadi bagian dari masalah karena pada dasarnya yang membentuk MDA itu adalah desa adat. Jadilah MDA yang otonom dan independen. Jadilah pengajeg Desa Adat di Bali. Karena desa adat adalah jati diri Bali," jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, hampir sepekan sejak dilantik secara niskala lewat upacara Mejaya-jaya, Bendesa Adat Gianyar terpilih Dewa Made Suwardana hingga Senin (4/1) belum juga kantongi SK pengukuhan dari MDA Provinsi Bali. Versi Desa Adat segala proses ngadegang Bendesa sudah sesuai awig-awig maupun peraturan yang berlaku. Namun versi Majelis Desa Adat Kabupaten Gianyar, proses ngadegang Bendesa Adat Gianyar tidak mematuhi Surat Edaran Nomor 006/SE/MA-Prov.Bali/VII/2020.
Namun melalui surat tanggapan kepada NusaBali yang juga ditandatangani Petajuh I MDA Kabupaten Gianyar I Wayan Ambon Antara SH, Senin (4/1), Bandesa Madya MDA Kabupaten Gianyar drh Anak Agung Gde Alit Asmara, memberikan enam poin tangapan yang jadi alasan belum merekomendasikan pengukuhan Bendesa Desa Adat Gianyar terpilih. *nvi
Ketua Sabha Desa Adat Gianyar Drs Ida Bagus Gaga Ardhana, Selasa (5/1), menilai MDA Gianyar tidak memahami SE secara komperehensif atau sengaja mencari-cari kesalahan. "Jika sudah punya awig-awig, sebelum SE terbit, bahkan sebelum Perda Desa Adat berlaku, sudah ada pengecualian," jelasnya. Pengecualian itu tertuang dalam Pergub nomor 4 Tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali.
Seperti tertuang pada Bab XII Ketentuan Peralihan, Pasal 54 ayat (1) dan (2). Bahwa (1) awig-awig Desa Adat dan pararem yang sudah ada Peraturan Gubernur ini diundangkan, tetap berlaku sampai dengan terbentuknya awig-awig Desa Adat dan pararem sesuai dengan Pergub ini. Selanjutnya ayat (2) menyebutkan, penyesuaian awig-awig dan pararem sebagaimana dimaksud ayat (1) paling lama dilaksanakan 2 tahun sejak Pergub ini diundangkan. "Ini yang diabaikan oleh MDA Gianyar," jelas IB Gaga Ardhana.
Menurutnya, MDA Gianyar perlu belajar banyak untuk memahami sebuah SE secara tekstual, kontekstual, dan komperehensif. "Jangan sepotong-sepotong. Sebab ini kesannya sengaja mencari-cari kesalahan dengan niat yang tidak baik," ujarnya.
Dikatakan IB Gaga Ardhana, yang berhak menyatakan seorang bendesa sah atau tidak sah adalah Sabha Desa Adat dengan merujuk awig-awig. "Harusnya MDA itu hanya sekadar mencatat saja bahwa telah terpilih secara sah Bendesa Adat. MDA tidak punya kapasitas menyatakan sah tidak sah atau bahkan menganulir posisi seorang Bendesa yang dipilih sesuai mekanisme berdasarkan awig-awig. "Apalagi kami Sabha Desa Adat Gianyar dalam ngadegang bendesa sudah sesuai prosedur. Mekanismenya mulai pengusulan calon Bendesa dari 12 Banjar dengan mengedepankan musyawarah mufakat, menghasilkan calon tunggal Bendesa," terangnya.
Selanjutnya, sampai pada proses pemilihan mengikuti SE MDA Provinsi Bali dan mengikuti petunjuk lembaran konsultasi Pararem MDA Provinsi Bali yang isinya : (1) masa ayahan prajuru Desa Adat Gianyar sebaiknya disesuaikan dengan awig-awig yaitu 3 tahun. (2) Pajayan-jayan dilaksanakan pada sasih Kapitu. (3) Dapat disetujui pengukuhan pada Purnama Sasih Kapitu dengan catatan SK asli dapat diambil setelah Pararem diregistrasi. (4) berkas paling lambat sudah diupload 27 Desember 2020. " Semua yang kami lakukan sudah sesuai prosedur dan mekanisme yang dalam SE dan Pergub 4/2019 serta awig-awig Desa Adat kami. Tidak ada kesalahan yang kami lakukan dalam ngadegang Bendesa ini," jelas mantan Kapendam IX/Udayana ini.
Menurutnya, MDA Gianyar terlalu mengada-ada bahwa Desa Adat Gianyar tidak mengikuti SE MDA Provinsi Bali. "Saran kami kepada MDA Gianyar, jadilah pengayom dan pemberi solusi bagi Desa Adat Gianyar. Jangan jadi bagian dari masalah karena pada dasarnya yang membentuk MDA itu adalah desa adat. Jadilah MDA yang otonom dan independen. Jadilah pengajeg Desa Adat di Bali. Karena desa adat adalah jati diri Bali," jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, hampir sepekan sejak dilantik secara niskala lewat upacara Mejaya-jaya, Bendesa Adat Gianyar terpilih Dewa Made Suwardana hingga Senin (4/1) belum juga kantongi SK pengukuhan dari MDA Provinsi Bali. Versi Desa Adat segala proses ngadegang Bendesa sudah sesuai awig-awig maupun peraturan yang berlaku. Namun versi Majelis Desa Adat Kabupaten Gianyar, proses ngadegang Bendesa Adat Gianyar tidak mematuhi Surat Edaran Nomor 006/SE/MA-Prov.Bali/VII/2020.
Namun melalui surat tanggapan kepada NusaBali yang juga ditandatangani Petajuh I MDA Kabupaten Gianyar I Wayan Ambon Antara SH, Senin (4/1), Bandesa Madya MDA Kabupaten Gianyar drh Anak Agung Gde Alit Asmara, memberikan enam poin tangapan yang jadi alasan belum merekomendasikan pengukuhan Bendesa Desa Adat Gianyar terpilih. *nvi
1
Komentar