Bali Kebagian Jatah Kelola Hutan Sosial dan Hutan Adat
Jokowi Serahkan 2.929 SK Hutan Sosial Seluas 3.442.460,20 Hektare
Hutan sosial yang diberikan izin pengelolaan kepada Provinsi Bali luasnya mencapai 15.200 hektare, diperuntukkan bagi 55.300 kepala keluarga. Sedangkan hutan adatnya mencapai 621 hektare
DENPASAR, NusaBali
Provinsi Bali kebagian jatah untuk mengelola hutan sosial dan hutan adat dalam Program Perhutanan Sosial Tahun 2020. Surat Keputusan (SK) atau izin pengelolaan hutan sosial dan hutan adat tersebut secara simbolis diserahkan Presiden Jokowi kepada Provinsi Bali dan 29 provinsi lainnya se-Indonesia, dalam acara yang berlangsung secara virtual, Kamis (7/1) sore.
Gubernur Bali Wayan Koster mengikuti secara virtual acara penyerahan SK pengelolaan hutan sosial dan hutan adat tersebut dari Gedung Wiswa Sabha Utama Kantor Gubernuran, Niti Mandala Denpasar. Pemerintah pusat memberi izin kepada Provinsi Bali untuk pengelolaan hutan sosial seluas 15.200 hektare bagi 55.300 kepala keluarga (KK). Selain itu, Provinsi Bali juga memperoleh izin pengelolaan hutan adat seluas 621 hektare.
Secara keseluruhan, Presiden Jokowi kemarin menyerahkan 2.929 SK hutan sosial dengan luas mencapai 3.442.460,20 hektare yang dimanfaatkan 651.568 KK. Dalam kesempatan yang sama, Presiden Jokowi juga menyerahkan 35 SK pengelolaan hutan adat yang luasnya mencapai 37.526 hektare dan 58 SK Redistribusi Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) seluas 72.074,81 hektare untuk 17 provinsi.
Presiden Jokowi menyampaikan bahwa dalam 5 tahun belakangan, pemerintah memberi perhatian khusus kepada upaya redistribusi aset, khususnya kawasan hutan. Hal itu didasari pada ketimpangan ekonomi yang terjadi di pedesaan dan kawasan sekitar hutan. Menurut Jokowi, redistribusi lahan kawasan hutan merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mengurangi ketimpangan, dan sekaligus menjadi jawaban atas sengketa agraria yang kerap terjadi.
“Ketika saya turun, masih banyak terjadi sengketa lahan, baik antara masyarakat dengan perusahan atau antara masyarakat dengan pemerintah. Untuk itu, kita akan terus mengupayakan redistribusi aset,” ujar Jokowi dalam arahannya.
Agar program ini membuahkan hasil optimal, Jokowi mengingatkan kegiatan tersebut jangan hanya sekadar dimaknai sebagai acara bagi-bagi SK. Mantan Walikota Solo dan Gubernur DKI Jakarta ini akan terus mengecek dan memastikan bahwa lahan yang diserahkan pengelolaannya, benar-benar dimanfaatkan untuk kegiatan produktif, tidak ditelantarkan, dan dikembangkan dengan baik agar memiliki man-faat ekonomi bagi masyarakat.
“Itu yang menjadi tujuannya. Karena itu, rumuskan dengan matang aspek usaha yang akan dikembangkan dengan tetap mengedepankan konsep ramah lingkungan. Itu sangat penting diperhatikan,” tandas Presiden yang jebolan Fakultas Kehutanan UGM Jogjakarta ini, sembari mengingatkan SK yang diterima jangan sampai dipindahtangankan.
Jokowi memberi gambaran, banyak usaha produktif ramah lingkungan yang bisa dikembangkan sesuai dengan potensi daerah masing-masing. Tak sebatas pengembangan yang sudah umum seperti agroforestri atau agrosilvopastura. Usaha lain seperti eko wisata, hasil hutan bukan kayu (HHBK), dan bio energi juga sangat potensial untuk dikembangkan.
“Saya lihat di sejumlah daerah, hutan sudah dikembangkan menjadi eko wisata yang ternyata diminati dan menguntungkan. Bisnis kayu rakyat juga banyak yang berhasil. Pemanfaatannya silakan disesuaikan dengan potensi tiap daerah, untung ruginya harus benar-benar dikalkulasi,” katanya.
Agar program ini berhasil, Jokowi memerintahkan kementarian terkait untuk membantu akses permodalan, seperti pemanfaatan dana desa dan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Selain akses permodalan yang bisa diberikan oleh kementerian terkait, pihaknya juga mengharapkan pemerintah provinsi dan kabupaten memberi pendampingan dalam manajemen dan pemanfaatan teknologi.
“Lakukan terobosan kebijakan yang terkonsolidasi antara pusat dan daerah. Bila cara ini dilakukan, pada suatu saat nanti kita akan memetik keuntungan dan manfaat yang besar bagi upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Program perhutanan sosial harus dapat memberi dampak signifikan bagi upaya pemerataan ekonomi, tanpa mengganggu fungsi hutan dan ekosistemnya. Kentungan bisa didapat, hutan tetap lestari,” tegas Jokowi.
Sedangkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya, dalam laporannya menyampaikan hingga Desember 2020 sudah diterbitkan 6.798 SK Perhutanan Sosial seluas 4.417.937,72 hektare bagi 895.769 KK. Khusus untuk hutan adat, pemerintah telah mengeluarkan 75 SK lahan seluas 56.903 hektare bagi 39.371 KK dan Wilayah Indikatif Hutan Adat seluas 1.090.754 hektare.
Sementara itu, Gubernur Koster sempat menyapa dan berbincang dengan para penerima SK Hutan Sosial dan Hutan Adat di Bali, yang kemarin hadir ke Gedung Wiswa Sabha Utama. Gubernur Koster mengingatkan agar hak pengelolaan hutan yang diterima benar-benar dimanfaatkan untuk usaha produktif, tanpa mengganggu kelestarian hutan. “Terlebih, dalam visi ‘Nangun Sat Kerthi Loka Bali’, terkandung konsep Wana Kertih yang merupakan upaya untuk melestarikan hutan,” jelas Gubernur Koster. *nat
Gubernur Bali Wayan Koster mengikuti secara virtual acara penyerahan SK pengelolaan hutan sosial dan hutan adat tersebut dari Gedung Wiswa Sabha Utama Kantor Gubernuran, Niti Mandala Denpasar. Pemerintah pusat memberi izin kepada Provinsi Bali untuk pengelolaan hutan sosial seluas 15.200 hektare bagi 55.300 kepala keluarga (KK). Selain itu, Provinsi Bali juga memperoleh izin pengelolaan hutan adat seluas 621 hektare.
Secara keseluruhan, Presiden Jokowi kemarin menyerahkan 2.929 SK hutan sosial dengan luas mencapai 3.442.460,20 hektare yang dimanfaatkan 651.568 KK. Dalam kesempatan yang sama, Presiden Jokowi juga menyerahkan 35 SK pengelolaan hutan adat yang luasnya mencapai 37.526 hektare dan 58 SK Redistribusi Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) seluas 72.074,81 hektare untuk 17 provinsi.
Presiden Jokowi menyampaikan bahwa dalam 5 tahun belakangan, pemerintah memberi perhatian khusus kepada upaya redistribusi aset, khususnya kawasan hutan. Hal itu didasari pada ketimpangan ekonomi yang terjadi di pedesaan dan kawasan sekitar hutan. Menurut Jokowi, redistribusi lahan kawasan hutan merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mengurangi ketimpangan, dan sekaligus menjadi jawaban atas sengketa agraria yang kerap terjadi.
“Ketika saya turun, masih banyak terjadi sengketa lahan, baik antara masyarakat dengan perusahan atau antara masyarakat dengan pemerintah. Untuk itu, kita akan terus mengupayakan redistribusi aset,” ujar Jokowi dalam arahannya.
Agar program ini membuahkan hasil optimal, Jokowi mengingatkan kegiatan tersebut jangan hanya sekadar dimaknai sebagai acara bagi-bagi SK. Mantan Walikota Solo dan Gubernur DKI Jakarta ini akan terus mengecek dan memastikan bahwa lahan yang diserahkan pengelolaannya, benar-benar dimanfaatkan untuk kegiatan produktif, tidak ditelantarkan, dan dikembangkan dengan baik agar memiliki man-faat ekonomi bagi masyarakat.
“Itu yang menjadi tujuannya. Karena itu, rumuskan dengan matang aspek usaha yang akan dikembangkan dengan tetap mengedepankan konsep ramah lingkungan. Itu sangat penting diperhatikan,” tandas Presiden yang jebolan Fakultas Kehutanan UGM Jogjakarta ini, sembari mengingatkan SK yang diterima jangan sampai dipindahtangankan.
Jokowi memberi gambaran, banyak usaha produktif ramah lingkungan yang bisa dikembangkan sesuai dengan potensi daerah masing-masing. Tak sebatas pengembangan yang sudah umum seperti agroforestri atau agrosilvopastura. Usaha lain seperti eko wisata, hasil hutan bukan kayu (HHBK), dan bio energi juga sangat potensial untuk dikembangkan.
“Saya lihat di sejumlah daerah, hutan sudah dikembangkan menjadi eko wisata yang ternyata diminati dan menguntungkan. Bisnis kayu rakyat juga banyak yang berhasil. Pemanfaatannya silakan disesuaikan dengan potensi tiap daerah, untung ruginya harus benar-benar dikalkulasi,” katanya.
Agar program ini berhasil, Jokowi memerintahkan kementarian terkait untuk membantu akses permodalan, seperti pemanfaatan dana desa dan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Selain akses permodalan yang bisa diberikan oleh kementerian terkait, pihaknya juga mengharapkan pemerintah provinsi dan kabupaten memberi pendampingan dalam manajemen dan pemanfaatan teknologi.
“Lakukan terobosan kebijakan yang terkonsolidasi antara pusat dan daerah. Bila cara ini dilakukan, pada suatu saat nanti kita akan memetik keuntungan dan manfaat yang besar bagi upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Program perhutanan sosial harus dapat memberi dampak signifikan bagi upaya pemerataan ekonomi, tanpa mengganggu fungsi hutan dan ekosistemnya. Kentungan bisa didapat, hutan tetap lestari,” tegas Jokowi.
Sedangkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya, dalam laporannya menyampaikan hingga Desember 2020 sudah diterbitkan 6.798 SK Perhutanan Sosial seluas 4.417.937,72 hektare bagi 895.769 KK. Khusus untuk hutan adat, pemerintah telah mengeluarkan 75 SK lahan seluas 56.903 hektare bagi 39.371 KK dan Wilayah Indikatif Hutan Adat seluas 1.090.754 hektare.
Sementara itu, Gubernur Koster sempat menyapa dan berbincang dengan para penerima SK Hutan Sosial dan Hutan Adat di Bali, yang kemarin hadir ke Gedung Wiswa Sabha Utama. Gubernur Koster mengingatkan agar hak pengelolaan hutan yang diterima benar-benar dimanfaatkan untuk usaha produktif, tanpa mengganggu kelestarian hutan. “Terlebih, dalam visi ‘Nangun Sat Kerthi Loka Bali’, terkandung konsep Wana Kertih yang merupakan upaya untuk melestarikan hutan,” jelas Gubernur Koster. *nat
Komentar