Wujudkan Lumbung Pangan Daerah, Buleleng Petakan Subak Produktif dan Hilirisasi Pertanian
SINGARAJA, NusaBali
Pemerintah pusat dalam rapat koordinasi nasional (rakornas) menginstruksikan kepada seluruh daerah di Indonesia untuk memiliki lumbung pangan.
Hal itu untuk memastikan pasokan bahan pokok pangan aman, minimal untuk memenuhi kebutuhan daerah. Pemkab Buleleng melalui Dinas Pertanian kini sedang melakukan pemetaan subak yang masih produktif, maupun yang memerlukan berbaikan untuk mewujudkan lumbung pangan daerah.
Wakil Bupati Buleleng I Nyoman Sutjidra usai mengikuti rakornas, menjelaskan lumbung pangan daerah yang disebut pemerintah pusat untuk menjamin ketersediaan pangan di daerah. Ketersediaan bahan pangan itu untuk mengantisipasi adanya kelangkaan bahan pangan, seperti kelangkaan kedelai saat ini yang berpengaruh pada produksi dan harga tahu tempe yang masuk dalam kebutuhan primer masyarakat.
“Upaya mewujudkan lumbung pangan daerah ini kadang masih terkendala di ketersediaan air untuk penanaman. Ini yang akan dipetakan, berapa yang irigasinya efektif dan menghasilkan, mana yang lahannya mengandalkan air tadah hujan,” ujar Wabup Sutjidra, Senin (11/1).
Pemetaan itu akan dipakai acuan untuk mencari tanaman yang cocok ditanam di daerah sesuai dengan ketersediaan air. Seperti daerah tadah hujan akan dialihkan untuk ditanami tanaman pangan alternatif seperti umbi-umbian, kedelai, jagung hingga sorgum. Sedangkan subak yang memiliki ketersediaan air yang tak pernah putus setahun penuh, tetap akan menunjang produksi padi.
Selain itu hilirisasi pertanian juga akan dipersiapkan dengan matang. Mulai dari persiapan benih, pupuk, dan ketersediaan air irigasi termasuk pemasaran produk pascapanen. Hal itu menurut Wabup Sutjidra akan dikaji lebih dalam dan dicarikan solusi, sehingga petani lebih sejahtera dan lumbung pangan daerah juga dapat terwujud.
Kepala Dinas Pertanian Buleleng I Made Sumiarta, menambahkan optimalisasi pertanian untuk menjaga ketersediaan pangan di lokalan Buleleng sudah dilakukan. Seperti memanfaatkan lahan tadah hujan untuk penanaman tanaman pangan alternatif. Seperti pengembangan tanaman sorgum yang menjadi pilot projek di 2020 lalu. Dari 25 hektare lahan yang berlokasi di Kecamatan Gerokgak, Sukasada, Kubutambahan, dan Tejakula, sudah dipanen 2,5 ha dengan produksi 5 ton.
Pangan alternatif selain dapat diolah menggantikan konsumsi nasi juga memiliki peluang ekonomi yang cukup tinggi. Produk sorgum di Buleleng yang akan dikembangkan kembali tahun ini di wilayah Kecamatan Gerokgak seluas 150 ha, sudah disiapkan distribusi pascapanen dengan bekerjasama dengan kabupaten lain. “Nanti juga akan disosialisasikan dan dimasyarakatkan sejumlah olahan pangan alternatif. Sehingga harapannya masyarakat Buleleng nanti terbiasa mengkonsumsi pangan alternatif ini,” jelas Sumiarta.
Sedangkan untuk produksi kedelai luasan tanam di Buleleng memang sangat sedikit. Di 2020, sesuai data Dinas Pertanian lahan kedelai di Gerokgak hanya seluas 3 ha dengan produksi 4 ton. Menurut Sumiarta, minat petani menanam kedelai lokal sangat kecil dan kebanyakan memilih menanam kedelai import (edamame). Hal itu disebut karena faktor harga jual edamame jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan kedelai lokal yang dipakai sebagai bahan baku tahu dan tempe. *k23
Komentar