'Anak Dewa Nida Tidak Penuhi Kualifikasi'
Sugawa Korry Klarifikasi Pencopotan Anggi Nida dari Tenaga Ahli DPRD Bali
Sebelum anaknya dicopot, Dewa Nida sempat kritik keras DPD I Golkar Bali yang bikin Webinar akhir tahun 2020 dengan isu revisi Perda Desa Adat
DENPASAR, NusaBali
Pencopotan Dewa Ayu Anggya Savitri Putri Nida alias Anggi Nida sebagai tenaga ahli DPRD Bali, tidak terlepas dari perseteruan antara ayahandanya, Dewa Made Widiyasa Nida vs Ketua DPD I Golkar Bali Nyoman Sugawa Korry. Namun, Sugawa Korry berdalih copot anak Dewa Nida itu dari posisi tenaga ahli DPRD Bali karena tidak memenuhi kualifikasi, termasuk tingkat pendidikannya belum sampai S2.
Sumber NusaBali di lingkaran Golkar menyebutkan, awalnya Dewa Nida (fungsionaris DPP Golkar) dan Sugawa Korry cs terlibat perseteruan saat proses pemilihan Ketua DPD II Golkar Kabupaten/Kota se-Bali melalui Musyawarah Daerah (Musda), Agustus 2020 lalu. Puncaknya, Dewa Nida bersitegang dengan kubu Sugawa Ko-rry saat Musda Golkar Jembrana. “Musda Golkar Jembrana sampai dipindahkan ke DPD I Golkar Bali di Denpasar,” ujar sumber tersebut di Denpasar, Selasa (12/1).
Kemudian, Dewa Nida kembali terlibat perseteruan dengan Sugawa Korry cs, akhir Desember 2020 lalu. Perseteruan meruncing karena Dewa Nida mengkritik langkah DPD I Golkar Bali pimpinan Sugawa Korry yang menggelar Webinar akhir tahun dengan isu revisi Perda Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2020 tentang Desa Adat. “Mereka sampai ribut di grup WhatsApp (WA) Golkar," ujar politisi Golkar yang wanti-wanti namanya tidak dikorankan ini.
“Mungkin Dewa Nida menilai wacana revisi Perda Desa Adat bisa membuat Partai Golkar berhadapan dengan desa adat. Makanya, Dewa Nida kritik DPD I Golkar Bali melalui grup WA itu,” imbuhnya.
Menurut sumber tersebut, karena memanasnya perseteruan Dewa Nida vs Sugawa Korry cs itu, banyak kader Golkar yang notabene loyalis Sugawa Korry pilih keluar dari grup WA. "Banyak yang keluar grup WA setelah berseteru pandangan soal Webinar dan revisi Perda Desa Adat dengan Dewa Nida.” Sayangnya, lanjut sumber tadi, sang ayah berseteru dengan Sugawa Korry cs, anaknya malah jadi korban, didepak dari kursi tenaga ahli DPRD Bali.
Betulkah? Dalam klarifikasinya kepada NusaBali, Selasa kemarin, Sugawa Korry berdalih pencopotan Dewa Ayu Anggya Savitri Putri Nida alias Anggi Nida dari kursi tenaga ahli DPRD Bali, karena anak Dewa Nida itu tidak memenuhi kualifikasi. Disebutkan, Anggi Nida tidak memenuhi kualifikasi karena bukan lulusan S2, melainkan hanya lulusan S1. Selain itu, Anggi Nida juga belum punya pengalaman apa pun.
"Jadi, sama sekali tidak ada kaitan dengan masalah internal saya dengan pribadi Dewa Nida. Saya luruskan itu. Anak Dewa Nida itu tidak memenuhi kualifikasi sebagai tenaga ahli DPRD Bali,” tegas Sugawa Korry.
Sugawa Korry kemudian membeberkan kronologi pencopotan Anggi Nida sebagai tenaga ahli DPRD Bali. Semua diawali adanya kesepakatan di internal DPRD Bali, terkait rekrutmen dan usulan tenaga ahli DPRD Bali yang disepakati diberikan secara proporsional untuk Fraksi PDIP, Fraksi Golkar, Fraksi Gerindra, Fraksi Demokrat, dan Fraksi Gabungan (NasDem-Hanura) berdasarkan kekuatan kursi legislatif.
Menurut Sugawa Korry, Fraksi Golkar DPRD Bali yang berkekuatan 8 kursi legislatif, secara proporsional mendapatkan jatah 3 kursi tenaga ahli dari total 23 kursi tenaga ahli yang ditetapkan (bukan 24 tenaga ahli seperti berita sebelumnya, Red). Hitung-hitungannya = 8 kursi Fraksi Golkar : 55 kursi DPRD Bali x 23 kursi tenaga ahli = 3,34 kursi tenaga ahli. Tetapi, berkat pendekatan Sugawa Korry di tingkat Pimpinan DPRD Bali, Fraksi Golkar akhirnya diberikan 4 kursi tenaga ahli.
Sugawa Korry menyebutkan, persyaratan dan kualifikasi pendidikan untuk tenaga ahli DPRD Bali ditetapkan minimal S2. Selain itu, juga harus berpengalaman. Untuk hal tersebut, akhir tahun 2019 lalu Fraksi Golkar menetapkan 3 nama yang memenuhi syarat untuk menjadi tenaga ahli DPRD Bali.
Mereka masing-masing adalah Dr Ir Made Dauh Wijana MM (Sekretaris DPD I Golkar Bali yang berpengalaman sebagai anggota DPRD Bali), Drs Dewa Made Suamba Negara MSi (Ketua OKK DPD I Golkar Bali yang berpengalaman sebagai anggota DPRD Bali), dan Dr drh Komang Suarsana MMA (Ketua Bappilu DPD I Golkar Bali yang berpengalaman sebagai praktisi media).
"Dalam perjalanan itu, Dewa Nida minta bantuan kepada saya agar anaknya (Anggi Nida) bisa dibantu untuk masuk menjadi tenaga ahli DPRD Bali. Saya tanya pendidikannya apa, Dewa Nida jawab S2 Psikologi. Karena pendidikan S2 Psikologi, saya coba konsultasikan kepada Pimpinan DPRD Bali, agar Fraksi Golkar diberikan tambahan lagi satu kursi tenaga ahli,” kenang Sugawa Korry.
“Ternyata, itu disetujui Pimpinan DPRD Bali, sehingga Fraksi Golkar boleh tempatkan 4 tenaga ahli (dengan memasukkan Anggi Nida sebagai anggota tambahan, Red)," lanjut politisi senior asal Desa Banyuatis, Kecamatan Banjar, Buleleng yang juga Wakil Ketua DPRD Bali dari Fraksi Golkar ini.
Sugawa Korry menegaskan, seminggu menjelang penyusunan Surat Keputusan (SK) tentang Tenaga Ahli DPRD Bali, dirinya menghubungi Dewa Nida agar segera menyetorkan nama anak yang diusulkan tersebut. "Beberapa hari kemudian, Dewa Nida menyampaikan kepada saya bahwa sudah menyetorkan nama anaknya kepada Ida Gede Komang Kresna Budi (Ketua Komisi II DPRD Bali dari Fraksi Golkar, Red),” ungkap Sugawa Korry.
“Setelah SK keluar, saya cek ternyata yang dimasukkan bukan anaknya dengan pendidikan S2. Tetapi, anaknya dengan pendidikan S1 yaitu Anggi Nida. Saya terkejut sekali dengan hal itu, sementara SK sudah telanjur terbit dari Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Bali," imbuhnya.
Kemudian, dalam rangka perpanjangan SK Tenaga Ahli DPRD Bali Tahun 2021, Fraksi Golkar putuskan mengirimkan nama-nama sesuai dengan jumlah yang menjadi hak partainya, yakni 3 orang. "Kami tidak mengambil hak fraksi lain. Nama yang dikirim adalah yang sudah memenuhi syarat pendidikan dan berpengalaman. Saya tugaskan Wakil Ketua Bidang OKK DPD I Golkar Bali Dewa Suamba Negara koordinasi dengan Ketua Fraksi Golkar I Wayan Rawan Atmaja," terang Sugawa Korry.
Laporan yang diterimanya dari Dewa Suamba Negara setelah berkoordinasi dengan Ketua Fraksi Golkar Wayan Rawan Atmaja, menurut Sugawa Korry, terungkap bahwa Rawan Atmaja minta agar tandatangannya discan saja, karena masih ada acara di luar. Rawan Atmaja kirimkan contoh tandatangannya via WA dan persetujuan scan via telepon. “Jadi, tidak ada pemalsuan dan tipu menipu di sini. Rawan Atmaja sendiri yang mengirimkan tandatangan dan menyetujui untuk di-scan," tegas Sugawa Korry.
Menurut Sugawa Korry, DPD I Golkar Bali berusaha untuk menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang sesuai dengan kapasitas, kemampuan, dan persyaratan jenjang pendidikan untuk pengisian kursi tenaga ahli PRD Bali, mengingat permasalahan pembagunan Bali ke depan semakin rumit dan kompleks. Jadi, tidak ada tendensi pribadi dan sebagainya di sini. Pihaknya mengikuti aturan.
"Dewa Nida sempat mengatakan fraksi-fraksi lain di DPRD Bali juga menggunakan SDM bersumber dari kualifikasi pendidikan S1, itu memang benar. Tetapi, saya sebagai pimpinan Golkar Bali tegas mengatakan bahwa kita tidak mengikuti kebijakan partai lain," tandas Sugawa Korry.
Sementara itu, Sekwan DPRD Bali, I Gede Suralaga, mengatakan formasi tenaga ahli DPRD Bali yang lebih dikenal dengan sebutan Kelompok Ahli (Pokli), sepenuhnya merupakan keputusan dari Pimpinan Dewan. "Itu sepenuhnya keputusan Pimpinan Dewan, mulai Ketua DPRD Bali, Wakil Ketua DPRD Bali, hingga ketua fraksi. Kami di Sekretariat Dewan menindaklanjutinya dengan SK DPRD Bali," ujar Gede Suralaga saat dikonfirmasi NusaBali secara terpisah di Denpasar, Selasa kemarin.
Menurut Suralaga, terkait kursi yang kosong tenaga ahli DPRD Bali pasca ditinggalkan Anggi Nida, sudah terisi oleh I Gede Bina, yang merupakan rekomendasi dari Fraksi PDIP. Gede Bina sendiri akan menempati tugas di Kelompok Ahli Badan Kehormatan DPRD Bali. *nat
Sumber NusaBali di lingkaran Golkar menyebutkan, awalnya Dewa Nida (fungsionaris DPP Golkar) dan Sugawa Korry cs terlibat perseteruan saat proses pemilihan Ketua DPD II Golkar Kabupaten/Kota se-Bali melalui Musyawarah Daerah (Musda), Agustus 2020 lalu. Puncaknya, Dewa Nida bersitegang dengan kubu Sugawa Ko-rry saat Musda Golkar Jembrana. “Musda Golkar Jembrana sampai dipindahkan ke DPD I Golkar Bali di Denpasar,” ujar sumber tersebut di Denpasar, Selasa (12/1).
Kemudian, Dewa Nida kembali terlibat perseteruan dengan Sugawa Korry cs, akhir Desember 2020 lalu. Perseteruan meruncing karena Dewa Nida mengkritik langkah DPD I Golkar Bali pimpinan Sugawa Korry yang menggelar Webinar akhir tahun dengan isu revisi Perda Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2020 tentang Desa Adat. “Mereka sampai ribut di grup WhatsApp (WA) Golkar," ujar politisi Golkar yang wanti-wanti namanya tidak dikorankan ini.
“Mungkin Dewa Nida menilai wacana revisi Perda Desa Adat bisa membuat Partai Golkar berhadapan dengan desa adat. Makanya, Dewa Nida kritik DPD I Golkar Bali melalui grup WA itu,” imbuhnya.
Menurut sumber tersebut, karena memanasnya perseteruan Dewa Nida vs Sugawa Korry cs itu, banyak kader Golkar yang notabene loyalis Sugawa Korry pilih keluar dari grup WA. "Banyak yang keluar grup WA setelah berseteru pandangan soal Webinar dan revisi Perda Desa Adat dengan Dewa Nida.” Sayangnya, lanjut sumber tadi, sang ayah berseteru dengan Sugawa Korry cs, anaknya malah jadi korban, didepak dari kursi tenaga ahli DPRD Bali.
Betulkah? Dalam klarifikasinya kepada NusaBali, Selasa kemarin, Sugawa Korry berdalih pencopotan Dewa Ayu Anggya Savitri Putri Nida alias Anggi Nida dari kursi tenaga ahli DPRD Bali, karena anak Dewa Nida itu tidak memenuhi kualifikasi. Disebutkan, Anggi Nida tidak memenuhi kualifikasi karena bukan lulusan S2, melainkan hanya lulusan S1. Selain itu, Anggi Nida juga belum punya pengalaman apa pun.
"Jadi, sama sekali tidak ada kaitan dengan masalah internal saya dengan pribadi Dewa Nida. Saya luruskan itu. Anak Dewa Nida itu tidak memenuhi kualifikasi sebagai tenaga ahli DPRD Bali,” tegas Sugawa Korry.
Sugawa Korry kemudian membeberkan kronologi pencopotan Anggi Nida sebagai tenaga ahli DPRD Bali. Semua diawali adanya kesepakatan di internal DPRD Bali, terkait rekrutmen dan usulan tenaga ahli DPRD Bali yang disepakati diberikan secara proporsional untuk Fraksi PDIP, Fraksi Golkar, Fraksi Gerindra, Fraksi Demokrat, dan Fraksi Gabungan (NasDem-Hanura) berdasarkan kekuatan kursi legislatif.
Menurut Sugawa Korry, Fraksi Golkar DPRD Bali yang berkekuatan 8 kursi legislatif, secara proporsional mendapatkan jatah 3 kursi tenaga ahli dari total 23 kursi tenaga ahli yang ditetapkan (bukan 24 tenaga ahli seperti berita sebelumnya, Red). Hitung-hitungannya = 8 kursi Fraksi Golkar : 55 kursi DPRD Bali x 23 kursi tenaga ahli = 3,34 kursi tenaga ahli. Tetapi, berkat pendekatan Sugawa Korry di tingkat Pimpinan DPRD Bali, Fraksi Golkar akhirnya diberikan 4 kursi tenaga ahli.
Sugawa Korry menyebutkan, persyaratan dan kualifikasi pendidikan untuk tenaga ahli DPRD Bali ditetapkan minimal S2. Selain itu, juga harus berpengalaman. Untuk hal tersebut, akhir tahun 2019 lalu Fraksi Golkar menetapkan 3 nama yang memenuhi syarat untuk menjadi tenaga ahli DPRD Bali.
Mereka masing-masing adalah Dr Ir Made Dauh Wijana MM (Sekretaris DPD I Golkar Bali yang berpengalaman sebagai anggota DPRD Bali), Drs Dewa Made Suamba Negara MSi (Ketua OKK DPD I Golkar Bali yang berpengalaman sebagai anggota DPRD Bali), dan Dr drh Komang Suarsana MMA (Ketua Bappilu DPD I Golkar Bali yang berpengalaman sebagai praktisi media).
"Dalam perjalanan itu, Dewa Nida minta bantuan kepada saya agar anaknya (Anggi Nida) bisa dibantu untuk masuk menjadi tenaga ahli DPRD Bali. Saya tanya pendidikannya apa, Dewa Nida jawab S2 Psikologi. Karena pendidikan S2 Psikologi, saya coba konsultasikan kepada Pimpinan DPRD Bali, agar Fraksi Golkar diberikan tambahan lagi satu kursi tenaga ahli,” kenang Sugawa Korry.
“Ternyata, itu disetujui Pimpinan DPRD Bali, sehingga Fraksi Golkar boleh tempatkan 4 tenaga ahli (dengan memasukkan Anggi Nida sebagai anggota tambahan, Red)," lanjut politisi senior asal Desa Banyuatis, Kecamatan Banjar, Buleleng yang juga Wakil Ketua DPRD Bali dari Fraksi Golkar ini.
Sugawa Korry menegaskan, seminggu menjelang penyusunan Surat Keputusan (SK) tentang Tenaga Ahli DPRD Bali, dirinya menghubungi Dewa Nida agar segera menyetorkan nama anak yang diusulkan tersebut. "Beberapa hari kemudian, Dewa Nida menyampaikan kepada saya bahwa sudah menyetorkan nama anaknya kepada Ida Gede Komang Kresna Budi (Ketua Komisi II DPRD Bali dari Fraksi Golkar, Red),” ungkap Sugawa Korry.
“Setelah SK keluar, saya cek ternyata yang dimasukkan bukan anaknya dengan pendidikan S2. Tetapi, anaknya dengan pendidikan S1 yaitu Anggi Nida. Saya terkejut sekali dengan hal itu, sementara SK sudah telanjur terbit dari Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Bali," imbuhnya.
Kemudian, dalam rangka perpanjangan SK Tenaga Ahli DPRD Bali Tahun 2021, Fraksi Golkar putuskan mengirimkan nama-nama sesuai dengan jumlah yang menjadi hak partainya, yakni 3 orang. "Kami tidak mengambil hak fraksi lain. Nama yang dikirim adalah yang sudah memenuhi syarat pendidikan dan berpengalaman. Saya tugaskan Wakil Ketua Bidang OKK DPD I Golkar Bali Dewa Suamba Negara koordinasi dengan Ketua Fraksi Golkar I Wayan Rawan Atmaja," terang Sugawa Korry.
Laporan yang diterimanya dari Dewa Suamba Negara setelah berkoordinasi dengan Ketua Fraksi Golkar Wayan Rawan Atmaja, menurut Sugawa Korry, terungkap bahwa Rawan Atmaja minta agar tandatangannya discan saja, karena masih ada acara di luar. Rawan Atmaja kirimkan contoh tandatangannya via WA dan persetujuan scan via telepon. “Jadi, tidak ada pemalsuan dan tipu menipu di sini. Rawan Atmaja sendiri yang mengirimkan tandatangan dan menyetujui untuk di-scan," tegas Sugawa Korry.
Menurut Sugawa Korry, DPD I Golkar Bali berusaha untuk menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang sesuai dengan kapasitas, kemampuan, dan persyaratan jenjang pendidikan untuk pengisian kursi tenaga ahli PRD Bali, mengingat permasalahan pembagunan Bali ke depan semakin rumit dan kompleks. Jadi, tidak ada tendensi pribadi dan sebagainya di sini. Pihaknya mengikuti aturan.
"Dewa Nida sempat mengatakan fraksi-fraksi lain di DPRD Bali juga menggunakan SDM bersumber dari kualifikasi pendidikan S1, itu memang benar. Tetapi, saya sebagai pimpinan Golkar Bali tegas mengatakan bahwa kita tidak mengikuti kebijakan partai lain," tandas Sugawa Korry.
Sementara itu, Sekwan DPRD Bali, I Gede Suralaga, mengatakan formasi tenaga ahli DPRD Bali yang lebih dikenal dengan sebutan Kelompok Ahli (Pokli), sepenuhnya merupakan keputusan dari Pimpinan Dewan. "Itu sepenuhnya keputusan Pimpinan Dewan, mulai Ketua DPRD Bali, Wakil Ketua DPRD Bali, hingga ketua fraksi. Kami di Sekretariat Dewan menindaklanjutinya dengan SK DPRD Bali," ujar Gede Suralaga saat dikonfirmasi NusaBali secara terpisah di Denpasar, Selasa kemarin.
Menurut Suralaga, terkait kursi yang kosong tenaga ahli DPRD Bali pasca ditinggalkan Anggi Nida, sudah terisi oleh I Gede Bina, yang merupakan rekomendasi dari Fraksi PDIP. Gede Bina sendiri akan menempati tugas di Kelompok Ahli Badan Kehormatan DPRD Bali. *nat
Komentar