'Bukan Masalah Kehilangan Kursi, tapi Ini Soal Arogansi'
Anggi Nida Soal Pemberhentiannya dari Jabatan Tenaga Ahli DPRD Bali
DENPASAR, NusaBali
Dewa Ayu Anggya Savitri Putri Nida, 22, buka suara soal pemberhentian dirinya sebagai tenaga ahli DPRD Bali, yang diduga dipicu perseteruan sang ayah Dewa Made Widiasa Nida vs Ketua DPD I Golkar Bali I Nyoman Sugawa Korry.
Srikandi Golkar yang akrab dipanggil Anggi Nida ini mengaku tak masalah diberhentikan dari posisi tenaga ahli DPRD Bali, namun cara dan arogansinya itu yang sulit diterima. Hal ini disampaikan Anggi Nida melalui testimoni yang dikirimkan kepada NusaBali di Denpasar, Rabu (14/1). Anggi Nida mengaku tidak ada masalah sama sekali dengan pemberhentiannya sebagai tenaga ahli DPRD Bali. Sebab, posisi itu adalah jabatan politis yang sejak awal sudah disadari memiliki konsekuensi, bisa diberhentikan kapan saja, tergantung ke mana angin politik berhembus.
"Yang sangat disayangkan adalah cara pemberhentian itu sangat tidak dewasa, dilakukan secara tiba-tiba, tanpa ada komunikasi atau pemanggilan terlebih dulu. Jika Sugawa Korry sebagai Ketua DPD I Golkar Bali ingin memberikan contoh berpolitik yang baik, terutama kepada generasi muda, harusnya dia mengedepankan transparansi dan komunikasi bersama kader,” sesal Anggi Nida.
“Apa sulitnya memanggil saya terlebih dulu terkait pemberhentian? Jika sudah ada komunikasi, sebagai kader muda, saya juga pasti akan mendukung hal-hal yang menjadi kebijakan partai. Masa selaku Ketua DPD I Golkar Bali takut untuk bertemu dan komunikasi dengan kader mudanya?" lanjut Srikandi berusia 22 tahun yang kini anggota Kesatuan Perempuan Partai Golkar (KPPG) Bali ini.
Terkait dengan kualifikasi, menurut Anggi Nida, rasanya sangat plin-plan jika Sugawa Korry baru membahas hal itu sekarang. "Harusnya tahun lalu, sejak awal lamaran saya masuk, jika memang tidak memenuhi kualifikasi, langsung ditolak saja tanpa perlu banyak drama,” terang alumni Fakultas Ekonomi Universitas Warmadewa (Unwar) tahun 2019 ini.
Anggi Nida menceritakan kronologis sampai dirinya duduk sebagai tenaga ahli DPRD Bali. Disebutkan, awalnya kakak kandung Anggi Nida yang lulusan S2 mau diajukan untuk mengisi posisi tenaga ahli DPRD Bali. Namun, kakaknya itu menolak karena pilih fokus mengelola bisnisnya dan karier profesi psikolog.
“Oleh karena itu, saya yang diplot untuk mengisi posisi tersebut, agar jumlah kuota 4 kursi tenaga ahli dari Golkar yang sah disepakati oleh semua fraksi tidak sampai hilang seperti sekarang. Secara logika, harusnya Sugawa Korry selaku ketua partai yang punya tanggung jawab moral paling besar mempertahankan kursi itu. Lha, ini kok malah sengaja membuang yang sudah diberikan? Kuota Golkar itu bukan 3 orang, tapi 3,34 orang. Nah, untuk bisa menjadi 4 orang, di sanalah kemampuan ketua partai diadu dan diuji dalam melobi fraksi lain," sindir Anggi Nida.
Selain itu, kata Anggi Nida, sangat aneh jika Sugawa Korry baru sekarang mengaku tidak mengetahui mengenai lamaran yang dimasukkan Anggi Nida dengan kualifikasi lulusan S1. “Hal itu justru menunjukkan Sugawa Korry sebagai Ketua DPD 1 Golkar Bali tidak bekerja dengan cermat. Lagi-lagi menunjukkan koordinasi yang lemah di internal Golkar," kilah putri dari fungsionaris DPP Golkar Dewa Made Widiasa Nida alias Dewa Nida ini.
Masih dalam testimoninya, Anggi Nida menyebutkan pernyataan Sugawa Korry selaku pucuk pimpinan partai, yang memandang dirinya sebelah mata karena hanya lulusan S1 dan tidak memiliki pengalaman, juga cermin bahwa Ketua DPD I Golkar Bali itu adalah sosok pemimpin yang arogan. Sugawa Korry juga tidak mempertimbangkan bagaimana kinerja Anggi Nida selama mengisi posisi tenaga ahli DPRD Bali.
"Jika memang mau mengevaluasi, untuk apa Sugawa Korry merekrut tenaga ahli kualifikasi lulusan S3, namun jarang hadir bekerja? Saya setahun belakangan ada di dalam sana, jadi saya melihat sendiri hal itu terjadi. Apakah Sugawa Korry tidak malu mengirim tenaga ahli perwakilan Golkar yang memberi contoh dan citra buruk seperti itu? Rakyat menggaji mereka tidak sedikit lho untuk mengisi posisi itu. Jangan sampai seorang pemimpin partai mengelola partai hanya atas dasar kepentingan dan kedekatan pribadi, tapi tidak mempertimbangan kinerja kadernya," singkap Anggi Nida.
Menurut Anggi Nida, meskipun hanya lulusan S1, dirinya mampu menunjukkan kinerja yang baik selama setahun menjadi tenaga ahli DPRD Bali. Buktinya, kendati masih muda dan tergolong baru di jajaran tenaga ahli DPRD Bali, Anggi Nida langsung terpilih menjadi Sekretaris Penyusunan Pokok-pokok Pikiran Dewan. “Mana mungkin saya dipilih, jika rekan-rekan saya tidak melihat kinerja saya dan percaya dengan kemampuan saya?" terang penyandang ‘Finalis Jegeg Klungkung tahun 2015’ ini.
Anggi Nida mengaku tidak mengemis agar jabatannya kembali. Tapi, dia berharap kejadian seperti ini tidak sampai terulang lagi ke depannya. “Kalau pengelolaan partai masih seperti ini, wajar generasi milenial yang unggul dan memiliki potensi jadi enggan berkecimpung masuk partai, karena menganggap partai tidak bisa mewadahi potensi mereka," katanya.
"Saya tumbuh dan besar di Partai Golkar. Kritik dan masukan ini saya berikan sebagai bentuk kecintaan saya kepada Golkar, agar pengelolaan partai menjadi lebih baik dan bisa memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat. Yang dibutuhkan masyarakat adalah kerja nyata, bukan kualifikasi semata," tandas Anggi Nida.
Anggi Nida juga mengucapkan terima kasih kepada Fraksi Golkar DPRD Bali, karena sudah memberikan kesempatan dan kepercayaan kepadanya untuk membantu mereka di posisi tenaga ahli selama setahun belakangan. "Ini adalah pengalaman yang sangat luar biasa untuk saya. Sekarang saya memilih fokus menempuh pendidikan S2 dan melanjutkan bisnis yang sudah saya tekuni sebelumnya," tegas owner Brand Fashion Gyaa Label dan Alinie Official ini.
Satu hal lagi, Anggi Nida menegaskan dirinya tidak akan meninggalkan Partai Golkar hanya karena kejadian ini. Dia akan terus menjadi bagian Partai Golkar. "Justru karena pengalaman ini, saya sebagai generasi muda akan semakin semangat untuk mengisi diri, agar nantinya bisa memberikan keteladanan yang lebih baik dalam berorganisasi dan mengelola partai," jelas Anggi Nida yang sedang melanjutkan kuliah S2 di Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas) Denpasar. *nat
Komentar