Tanaman Porang, Komoditas Menjanjikan Ditengah Pandemi
Lumpuhnya pariwisata Bali akibat pandemi Covid-19 berimbas pada perekonomian masyarakat Pulau Dewata. Industri yang selama ini menjadi tumpuan para pekerja dan pelaku usaha, mengalami penurunan yang signifikan sejak dibatasinya wisatawan untuk berlibur ke Bali. Oleh sebab itu, tidak sedikit masyarakat terdampak yang akhirnya beralih profesi ke bidang yang dianggap lebih potensial, salah satunya bidang pertanian.
Penulis : Ni Kadek Wulaningsih
Mahasiswi London School of Public Relations Bali (LSPR)
Dipilihnya bidang pertanian tentu bukan tanpa alasan, sebab hasil tani khususnya untuk keperluan pangan akan selalu dibutuhkan. Inilah celah yang berusaha dimanfaatkan oleh I Wayan Balik dan Gede Adi Antara, warga asal Tegallalang Gianyar yang dulunya bekerja di bidang pariwisata dan kini telah beralih menjadi petani tanaman Porang.
Tanaman porang atau yang dikenal dengan nama iles-iles merupakan tanaman liar jenis umbi. Tanaman yang umbinya dapat dikonsumsi ini masih serumpun dengan tanaman Suweg dan Walur. Penampilan serta manfaatnya pun memiliki kesamaan diantaranya sebagai bahan baku tepung, untuk pembuatan kosmetik, digunakan sebagai penjernih air, digunakan sebagai bahan pembuatan lem ramah lingkungan dan juga digunakan sebagai bahan pembuatan komponen pesawat terbang. Dengan berbagai manfaatnya, tanaman yang tumbuh liar dan sempat diabaikan ini memiliki nilai ekspor yang cukup tinggi bahkan bisa mencapai miliaran rupiah. Maka tidak heran tanaman Porang mulai dibudidayakan oleh sejumlah petani.
I Wayan Balik dan Gede Adi Antara sendiri memperoleh bibit tanaman dari Jawa serta Kalimantan. Proses penanamannya mengikuti musim jahe selama 6- 7 bulan hingga bisa di panen dan. Lahan 1 are bisa ditanami sekitar 300-320 bibit dengan jarak antar pohon 50cm. Satu pohonnya dapat menghasilkan umbi sebanyak 300 gram sampai 1 kilogram dengan harga Rp 15 ribu per kilogram.
Menurut perhitungan kedua petani ini, tanaman Porang dapat menghasilkan Rp 4 juta pada 1 are lahan pembudidayaan. Bahkan untuk luasan 1 hektare dapat menghasilkan Rp 480.000.000 dalam 1 musim. Dan jika ditanam 2 musim dalam 1 are dapat menghasilkan 4 – 6 kg / pohon dengan menghasilkan kisaran Rp 20 juta dan untuk lahan 1 hektar kurang lebih bisa menghasilkan Rp.1 Miliar. “Karena tumbuhan porang semakin lama ditanam maka daya jualnya semakin tinggi” ujar I Wayan Balik.
Hasil panen yang mereka peroleh dari lahan pembudidayaan seluas 3 hektar di Tegallalang ini kemudian dikirimkan ke Jawa, barulah kemudian diekspor ke berbagai negara seperti Jepang, China, Tiongkok, Vietnam dan juga Australia.*
*. Tulisan dalam kategori OPINI adalah tulisan warga Net. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
Komentar