Penolakan Krematorium YPUH Kembali Memanas
SINGARAJA, NusaBali
Desa Adat Buleleng kembali meminta Yayasan Pengayom Umat Hindu (YPUH) Buleleng untuk merelokasi krematorium yang di Jalan Pulau Kalimantan, Kelurahan Kampung Baru, Kecamatan/Kabupaten Buleleng.
Disebutkan, selama beroperasi YPUH dinilai telah melanggar awig-awig desa adat Buleleng. Pelaksanaan upacara kremasi atau pengabenan di luar areal setra disebut membuat leteh wewidangan desa adat.
Polemik ini senpat mencuat di tahun 2016 silam dan sempat dimediasi oleh Pemkab Buleleng serta Senator RI Arya Wedakarna. Hasil mediasi itu memberikan solusi Desa Adat Buleleng memberikan sebagian lahan di Setra Kayubuntil, wewidangan Banjar Adat Kampung Anyar untuk tempat kremasi YPUH. Sedangkan pembangunannya saat itu dijanjikan akan difasilitasi Pemkab Buleleng. Namun kesepakatan saat itu tak kunjung terealisasi hingga saat ini.
Kelian Desa Adat Buleleng Nyoman Sutrisna Selasa (19/1) kemarin mengatakan, tudingan atas YPUH melanggar awig-awig desa adat Buleleng bukan tanpa dasar. Menurut Sutrisna pelanggaran itu jelas diatur dalam awig-awig Desa Adat Buleleng Bab 3 pasal 71-75.
Awig-awig itu mengatur pelaksanaan pengabeban atau penguburan, wajib dilakukan di setra untuk menghindari leteh wewidangan. Selain itu ada aturan padewasan untuk melaksanakan upacara pitra yadnya, yang disebut Sutrisna kerap dilanggar YPUH. Seperti tidak boleh melakukan penguburan atau pengabenan pada hari tertentu, yakni Purnama, Tilem, hari besar keagaaman, semut sadulur, kala gotongan dan piodalan kahyangan tiga.
“Sederhana sekali permintaan kami, mari kembali pada keputusan 2016 lalu dan diterapkan sesuai awig-awig Desa Adat Buleleng, karena berada di wewidangan kami. Wajar ini dipertanyakan kembali oleh prajuru adat, karena sudah beberapa tahun tidak ada penyelesaian,” imbuh dia.
Desa Adat diakui Sutrisna sempat merasa senang ketika YPUH melangsungkan pembakaran jenazah Covid-19 di petunon Setra Adat Buleleng pada Agustus 2020 lalu. Namun hal itu hanya tak dilakukan sepenuhnya, hanya untuk jenazah Coivd-19 saja. Sedangkan kremasi jenazah umum tetap dilakukan di kreamtorium YPUH.
Sementara itu Pendiri YPUH Buleleng Jro Mangku Nyoman Sedana Wijaya dikonfirmasi terpisah Selasa kemarin menjelaskan, kesepakatan 2016 lalu belum ditindaklanjuti karena masih menunggu keputusan pemerintah. Namun Jro Sedana mengaku risih jika keberadaan yayasan yang didirikannya, untuk membantu meringankan beban umat dalam melangsungkan upacara terus diusak-usik.
“Ini agar paham semua. Tidak habis pikir juga yayasan terus dipakai permasalahan. Padahal kami sudah sesuai prosedur dan mendapat rekomendasi dari Pemda. Kenapa kondisi yang sudah nyaman ini diusak-asik lagi. Mari saling hargai untuk kemudahan masyarakat dengan menyampingkan kepentingan individu dan politik,” kata Jro Sedana.
Menurutnya pembangunan krematorium YPUH di tengah permukiman warga Kelurahan Kampung Baru setelah mendapatkan rekomendasi dari pemerintah daerah. Hal itu disebut jro Sedana menjadi landasan hukum yang kuat bagi yayasan. Menurutnya permintaan desa adat menjadi janggal tiba-tiba di munculkan kembali setelah YPUH beroperasi bertahun-tahun di lingkungan permukiman ini.
YPUH pun tak hanya memberikan pelayanan kepada umat, tetapi banyak berkontribusi pada lingkungan sekitar, dari kebersihan, keindahan hingga membuka lapangan kerja untuk 60 orang. “Kalau sekarang juga ada di desa adat harusnya bersyukur bersama, ada banyak pilihan masyarakat. Jangan saling sikut mari saling hargai,” ungkapnya melalui saluran telepon. *k23
Polemik ini senpat mencuat di tahun 2016 silam dan sempat dimediasi oleh Pemkab Buleleng serta Senator RI Arya Wedakarna. Hasil mediasi itu memberikan solusi Desa Adat Buleleng memberikan sebagian lahan di Setra Kayubuntil, wewidangan Banjar Adat Kampung Anyar untuk tempat kremasi YPUH. Sedangkan pembangunannya saat itu dijanjikan akan difasilitasi Pemkab Buleleng. Namun kesepakatan saat itu tak kunjung terealisasi hingga saat ini.
Kelian Desa Adat Buleleng Nyoman Sutrisna Selasa (19/1) kemarin mengatakan, tudingan atas YPUH melanggar awig-awig desa adat Buleleng bukan tanpa dasar. Menurut Sutrisna pelanggaran itu jelas diatur dalam awig-awig Desa Adat Buleleng Bab 3 pasal 71-75.
Awig-awig itu mengatur pelaksanaan pengabeban atau penguburan, wajib dilakukan di setra untuk menghindari leteh wewidangan. Selain itu ada aturan padewasan untuk melaksanakan upacara pitra yadnya, yang disebut Sutrisna kerap dilanggar YPUH. Seperti tidak boleh melakukan penguburan atau pengabenan pada hari tertentu, yakni Purnama, Tilem, hari besar keagaaman, semut sadulur, kala gotongan dan piodalan kahyangan tiga.
“Sederhana sekali permintaan kami, mari kembali pada keputusan 2016 lalu dan diterapkan sesuai awig-awig Desa Adat Buleleng, karena berada di wewidangan kami. Wajar ini dipertanyakan kembali oleh prajuru adat, karena sudah beberapa tahun tidak ada penyelesaian,” imbuh dia.
Desa Adat diakui Sutrisna sempat merasa senang ketika YPUH melangsungkan pembakaran jenazah Covid-19 di petunon Setra Adat Buleleng pada Agustus 2020 lalu. Namun hal itu hanya tak dilakukan sepenuhnya, hanya untuk jenazah Coivd-19 saja. Sedangkan kremasi jenazah umum tetap dilakukan di kreamtorium YPUH.
Sementara itu Pendiri YPUH Buleleng Jro Mangku Nyoman Sedana Wijaya dikonfirmasi terpisah Selasa kemarin menjelaskan, kesepakatan 2016 lalu belum ditindaklanjuti karena masih menunggu keputusan pemerintah. Namun Jro Sedana mengaku risih jika keberadaan yayasan yang didirikannya, untuk membantu meringankan beban umat dalam melangsungkan upacara terus diusak-usik.
“Ini agar paham semua. Tidak habis pikir juga yayasan terus dipakai permasalahan. Padahal kami sudah sesuai prosedur dan mendapat rekomendasi dari Pemda. Kenapa kondisi yang sudah nyaman ini diusak-asik lagi. Mari saling hargai untuk kemudahan masyarakat dengan menyampingkan kepentingan individu dan politik,” kata Jro Sedana.
Menurutnya pembangunan krematorium YPUH di tengah permukiman warga Kelurahan Kampung Baru setelah mendapatkan rekomendasi dari pemerintah daerah. Hal itu disebut jro Sedana menjadi landasan hukum yang kuat bagi yayasan. Menurutnya permintaan desa adat menjadi janggal tiba-tiba di munculkan kembali setelah YPUH beroperasi bertahun-tahun di lingkungan permukiman ini.
YPUH pun tak hanya memberikan pelayanan kepada umat, tetapi banyak berkontribusi pada lingkungan sekitar, dari kebersihan, keindahan hingga membuka lapangan kerja untuk 60 orang. “Kalau sekarang juga ada di desa adat harusnya bersyukur bersama, ada banyak pilihan masyarakat. Jangan saling sikut mari saling hargai,” ungkapnya melalui saluran telepon. *k23
Komentar