Tak Ada Biaya Ambulans, Jenazah Dipulangkan Pakai Pick Up
Almarhum Tak Punya Jaminan Kesehatan Pasca Dirumahkan Akibat Pandemi
SINGARAJA, NusaBali
Postingan jenazah warga Banjar Dinas Pasek, Desa/Kecamatan Kubutambahan, Buleleng terpaksa dipulangkan ke rumah duka dari RSUD Buleleng menggunakan mobil pick up bantuan relawan sosial, bikin heboh jagat maya, Sabtu (23/1).
Terungkap, jenazah Gede Seni, 30, dipulangkan dengan cara seperti itu karena keluarganya tidak bisa membayar biaya ambulans. Selain itu, keluarganya yang dari kalangan tidak mampu juga masih nunggak biaya perawatan almarhum di dua rumah sakit berbeda.
Almarhum Gede Seni merupakan salah satu korban keterpurukan pariwisata akibat pandemi Covid-19. Pria berusia 30 tahun ini sudah hampir setahun dirumahkan sebagai pegawai restoran di kawasan wisata Kuta, Badung. Sejak dirumahkan, anak sulung dari tiga bersaudara pasangan Nyoman Artawan, 60, dan Cening Kawit, 55, ini terpaksa pulang kampung ke Banjar Pasek, Desa Kubutambahan.
Belakangan, Gede Seni mengalami sakit batuk yang tak kunjung sedmbuh sejak anak pertamanya lahir, 7 bulan lalu. Menurut istri almarhum, Ni Ketut Suriani, 35, sakit batuk yang mendera suaminya itu semula dianggap sepele. Apalagi, pasca dirumahkan dan tidak lagi bekerja, Gede Seni berhenti merokok.
Ketut Suriani mengisahkan, almarhum suaminya sempat beberapa kali diantar ke dokter, namun tak kunjung sembuh. Akhirnya, Gede Seni dilarikan ke RS BaliMed Singaraja, 10 Januari 2021 lalu, karena tubuhnya lemas. “Setelah diperiksa tim medis, disebutkan ada cairan dan infeksi di paru-parunya, sehingga suami saya langsung di-opname,” tutur Ketut Suriani sambil menangis saat ditemui NusaBali di rumah duka, Banjar Pasek, Desa Kubutambahan, Minggu (24/1) siang.
Setelah 5 hari menjalani perawatan di RS BaliMed Singaraja, Gede Seni kemudian dirujuk ke RSUD Buleleng, 15 Januari 2021, karena memerlukan perawatan lebih intensif. Gede Seni langsung dirawat di Ruang ICU RSUD Buleleng. Sempat pula dilakukan penyedotan cairan yang ada di paru-parunya.
Namun, semua upaya medis tidak mampu menyebutkan Gede Sani. Akhirnya, almarhum dinyatakan meninggal dunia dalam perawatan di RSUD Buleleng, Sabtu, 23 Januari 2021 pagi pukul 09.00 Wita. “Dua hari sebelum meninggal, almarhum sempat cium-cium tangan saya seraya bilang semangat dan pasti akan sembuh. Jika sudah sembuh nanti, dia pengin ngajak anak melancong ke Denpasar. Tapi, firasat saya sudah tidak enak waktu itu,” kenang perempuan berusia 35 tahun ini.
Saat Gede Seni dinyatakan meninggal dunia, Sabtu pagi, kedua orangtua almarhum, Nyoman Artawan dan Cening Kawit, yang setia menungguinya selama di rumah sakit, merasa kebingungan. Pasalnya, Gede Seni yang merupakan anak laki-laki satu-satunya di keluarga, selama dirawat di rumah sakit masuk sebagai pasien umum. Almarhum belum memiliki jaminan kesehatan pasca dirumahkan oleh perusahaan tempatnya bekerja.
Menurut Ketut Suriani, tagihan biaya perawatan almarhum di dua rumah sakit berbeda itu mencapai total Rp 17 juta. Pihak keluarga tak mampu bayar biaya ambulans untuk memulangkan jenazah almarhum. Pihak keluarga hanya sanggup memulangkan jenazah Gede Seni dengan naik mobil pick up, setelah mendapatkan tawaran dari salah satu relawan sosial di Buleleng.
“Saya tidak tahu medsos-medosan, karena saya orang bodoh, sudah tua. Saat itu, pikiran saya sedang kalut, bagaimana jenazah anak saya biar bisa sampai ke rumah. Terus terang, untuk biaya ambulans, kami tidak punya uang. Biaya perawatan juga belum bayar semua,” ungkap ayah almarhum, Nyoman Artawan, di rumah duka, Minggu kemarin.
“Kemudian, ada yang menawari bantuan mobil pick up saat itu, ya kami bersyukur dan terima kasih. Kami berharap kematian dapat uluran tangan dari sejumlah pihak, agar bisa melunasi biaya perawatan anak saya di dua rumah sakit,” lanjut pria berusia 60 tahun yang keseharian-nya hanya bekerja sebagai buruh serabutan ini.
Almarhum Gede Seni sendiri berpulang buat selamanya dengan meninggalkan istri tercinta Ketut Suriani dan satu anak laki-laki berusia 7 bulan. Hingga saat ini, jenazah almarhum masih disemayamkan di rumah duka. Rencananya, jenazah akan dimakamkan di Setra Desa Adat Kubutambahan pada Anggara Paing Watugunung, Selasa (26/1) besok.
Sementara, Perbekel Kubutambahan, Gede Pariadnyana, mengatakan kasus Gede Seni yang jenazahnya dipulangkan dari rymah sakit menggunakan mobil pick up menjadi viral, karena keburu diunggah di media sosial tanpa dikonfirmasikan terlebih dulu. Padahal, sejak awal pemerintah desa yang bertanggung jawab atas warganya ini. Menurut Gede Pariadnyana, aparat desa juga sempat mendampingi dan mem-fasilitasi untuk pengurusan jaminan kesehatan almarhum.
Pariadnyana menyebutkan, sebenarnya keluarga besar almarhum Gede Seni termasuk ayahnya, Nyoamn Artawan, sudah mendapatkan bnatuan sosial, muali dari Program Keluraga Harapan (PKH) hingga Kartu Indonesia Sehat Penerima Bantuan Iuran (KIS-PBI).
Bahkan, sebelum menikah dengan Ketut Suriani dan memutuskan untuk memecah kartu keluarga (KK) dari KK ayahnya, Gede Seni juga memegang KIS-PBI dari APBN. Namun, setelah bekerja sebagai pegawai restoran di kawasan Kuta dan jaminan kesehatannya ditanggung perusahaan, Gede Seni mengundurkan diri sebagai penerima KIS-PBI.
“Nah, setelah dirumahkan ini, kemungkinan jaminan kesehatannya juga sudah tidak aktif dan belum diurus kembali. Karenanya, saat masuk rumah sakit, baru dilaporkan. Itu kami sudah fasilitasi lewat koodinasi dengan Dinas Sosial Buleleng dan RSUD Buleleng. KIS-nya sudah diurus, awal Februari 2021 nanti harusnya terbit, tapi keburu terjadi hal yang tidak diinginkan,” papar Pariadnyana.
Terkait pemulangan jenazah menggunakan mobil pick up, menurut Pariadnyana, itu hal yang biasa. Dari pihak keluarga memang tidak mempermasalahkan, karena kondisi ekonominya kurang mampu. Selaku aparat desa, Pariadnyana saat itu berpikir positif, sebelum mengetahui dirinya ikut dihujat oleh nitizen, karena pemulangan jenazah menggunakan mobil pick up usang dinilai tak layak.
Sementara itu, Direktur Utama RSUD Buleleng, dr Putu Arya Nugraha, mengakui pihak rumah sakit memberikan persetujuan pemulangan jenazah menggunakan mobil pribadi, karena kelurga mengatakan akan pakai mobil Carry. “Saya tidak tahu kalau Carry yang dimaksud itu adalah pick up yang terbuka. Mungkin keluarga biasa saja, masyarakat yang melihatnya menilai tidak pantas,” jelas dr Arya Nugraha saat dikonfirmasi NusaBali secara terpisah di Singaraja, Minggu kemarin.
Menurut Arya Nugraha, hal itu sebenarnya tak jadi masalah juga, karena keluarga yang mengkehendaki dan tidak ada unsur pemaksaan dari pihak rumah sakit. Selama ini, pemulangan jenazah menggunakan mobil pirbadi juga banyak dilakukan pasien rumah sakit, mulai dari mobil APV hingga Bemo. “Tetapi, memang belum pernah ditemukan pemulangan jenazah dengan mobil pick up,” tandas dokter spesialis penyakit dalam ini.
Namun, yang disayangkan, postingan menyebar dan seolah menyalahkan pemerintah dan rumah sakit yang dianggap tak peduli dengan kondisi pasien. “Sebenarnya, ada beberapa solusi untuk pemulangan jenazah jika tidak keluarganya tidak punya biaya. Pakai PMI bisa, pakai ambulans jenazah RSUD juga bisa, asalkan sudah bayar panjar, itu nanti jadi piutang. Kalau tidak bisa dibayar, lama-lama bisa dihapuskan. Selain itu, kami selama ini bekerjasama dengan Yayasan Sesama, banyak warga yang tidak mampu tak bisa bayar ambulans jenazah dari sesama yang menangani,” katanya.
Terkait dengan tagihan biaya perawatan yang belum dibayar almarhum Gede Seni, kata Arya Nugraha, tetap menjadi catatan piutang RSUD Buleleng. Jika benar-benar tidak mampu melunasi, keluarga almarhum dapat mencari surat keterangan dari Perbekel Kubutambahan untuk proses pemutihan di RSUD Buleleng.
“Banyak kasus begini, masyarakat miskin yang tidak memiliki jaminan kesehatan dan tak mampu membayar akan dicatatkan sebagai piutang RSUD Buleleng. Selanjutnya, kalau memang tidak mampu sama sekali untuk melunasi, lama-lama diputihkan,” tegas dokter asal Desa Kayuputih, Kecamatan Banjar, Buleleng ini. *k23
Almarhum Gede Seni merupakan salah satu korban keterpurukan pariwisata akibat pandemi Covid-19. Pria berusia 30 tahun ini sudah hampir setahun dirumahkan sebagai pegawai restoran di kawasan wisata Kuta, Badung. Sejak dirumahkan, anak sulung dari tiga bersaudara pasangan Nyoman Artawan, 60, dan Cening Kawit, 55, ini terpaksa pulang kampung ke Banjar Pasek, Desa Kubutambahan.
Belakangan, Gede Seni mengalami sakit batuk yang tak kunjung sedmbuh sejak anak pertamanya lahir, 7 bulan lalu. Menurut istri almarhum, Ni Ketut Suriani, 35, sakit batuk yang mendera suaminya itu semula dianggap sepele. Apalagi, pasca dirumahkan dan tidak lagi bekerja, Gede Seni berhenti merokok.
Ketut Suriani mengisahkan, almarhum suaminya sempat beberapa kali diantar ke dokter, namun tak kunjung sembuh. Akhirnya, Gede Seni dilarikan ke RS BaliMed Singaraja, 10 Januari 2021 lalu, karena tubuhnya lemas. “Setelah diperiksa tim medis, disebutkan ada cairan dan infeksi di paru-parunya, sehingga suami saya langsung di-opname,” tutur Ketut Suriani sambil menangis saat ditemui NusaBali di rumah duka, Banjar Pasek, Desa Kubutambahan, Minggu (24/1) siang.
Setelah 5 hari menjalani perawatan di RS BaliMed Singaraja, Gede Seni kemudian dirujuk ke RSUD Buleleng, 15 Januari 2021, karena memerlukan perawatan lebih intensif. Gede Seni langsung dirawat di Ruang ICU RSUD Buleleng. Sempat pula dilakukan penyedotan cairan yang ada di paru-parunya.
Namun, semua upaya medis tidak mampu menyebutkan Gede Sani. Akhirnya, almarhum dinyatakan meninggal dunia dalam perawatan di RSUD Buleleng, Sabtu, 23 Januari 2021 pagi pukul 09.00 Wita. “Dua hari sebelum meninggal, almarhum sempat cium-cium tangan saya seraya bilang semangat dan pasti akan sembuh. Jika sudah sembuh nanti, dia pengin ngajak anak melancong ke Denpasar. Tapi, firasat saya sudah tidak enak waktu itu,” kenang perempuan berusia 35 tahun ini.
Saat Gede Seni dinyatakan meninggal dunia, Sabtu pagi, kedua orangtua almarhum, Nyoman Artawan dan Cening Kawit, yang setia menungguinya selama di rumah sakit, merasa kebingungan. Pasalnya, Gede Seni yang merupakan anak laki-laki satu-satunya di keluarga, selama dirawat di rumah sakit masuk sebagai pasien umum. Almarhum belum memiliki jaminan kesehatan pasca dirumahkan oleh perusahaan tempatnya bekerja.
Menurut Ketut Suriani, tagihan biaya perawatan almarhum di dua rumah sakit berbeda itu mencapai total Rp 17 juta. Pihak keluarga tak mampu bayar biaya ambulans untuk memulangkan jenazah almarhum. Pihak keluarga hanya sanggup memulangkan jenazah Gede Seni dengan naik mobil pick up, setelah mendapatkan tawaran dari salah satu relawan sosial di Buleleng.
“Saya tidak tahu medsos-medosan, karena saya orang bodoh, sudah tua. Saat itu, pikiran saya sedang kalut, bagaimana jenazah anak saya biar bisa sampai ke rumah. Terus terang, untuk biaya ambulans, kami tidak punya uang. Biaya perawatan juga belum bayar semua,” ungkap ayah almarhum, Nyoman Artawan, di rumah duka, Minggu kemarin.
“Kemudian, ada yang menawari bantuan mobil pick up saat itu, ya kami bersyukur dan terima kasih. Kami berharap kematian dapat uluran tangan dari sejumlah pihak, agar bisa melunasi biaya perawatan anak saya di dua rumah sakit,” lanjut pria berusia 60 tahun yang keseharian-nya hanya bekerja sebagai buruh serabutan ini.
Almarhum Gede Seni sendiri berpulang buat selamanya dengan meninggalkan istri tercinta Ketut Suriani dan satu anak laki-laki berusia 7 bulan. Hingga saat ini, jenazah almarhum masih disemayamkan di rumah duka. Rencananya, jenazah akan dimakamkan di Setra Desa Adat Kubutambahan pada Anggara Paing Watugunung, Selasa (26/1) besok.
Sementara, Perbekel Kubutambahan, Gede Pariadnyana, mengatakan kasus Gede Seni yang jenazahnya dipulangkan dari rymah sakit menggunakan mobil pick up menjadi viral, karena keburu diunggah di media sosial tanpa dikonfirmasikan terlebih dulu. Padahal, sejak awal pemerintah desa yang bertanggung jawab atas warganya ini. Menurut Gede Pariadnyana, aparat desa juga sempat mendampingi dan mem-fasilitasi untuk pengurusan jaminan kesehatan almarhum.
Pariadnyana menyebutkan, sebenarnya keluarga besar almarhum Gede Seni termasuk ayahnya, Nyoamn Artawan, sudah mendapatkan bnatuan sosial, muali dari Program Keluraga Harapan (PKH) hingga Kartu Indonesia Sehat Penerima Bantuan Iuran (KIS-PBI).
Bahkan, sebelum menikah dengan Ketut Suriani dan memutuskan untuk memecah kartu keluarga (KK) dari KK ayahnya, Gede Seni juga memegang KIS-PBI dari APBN. Namun, setelah bekerja sebagai pegawai restoran di kawasan Kuta dan jaminan kesehatannya ditanggung perusahaan, Gede Seni mengundurkan diri sebagai penerima KIS-PBI.
“Nah, setelah dirumahkan ini, kemungkinan jaminan kesehatannya juga sudah tidak aktif dan belum diurus kembali. Karenanya, saat masuk rumah sakit, baru dilaporkan. Itu kami sudah fasilitasi lewat koodinasi dengan Dinas Sosial Buleleng dan RSUD Buleleng. KIS-nya sudah diurus, awal Februari 2021 nanti harusnya terbit, tapi keburu terjadi hal yang tidak diinginkan,” papar Pariadnyana.
Terkait pemulangan jenazah menggunakan mobil pick up, menurut Pariadnyana, itu hal yang biasa. Dari pihak keluarga memang tidak mempermasalahkan, karena kondisi ekonominya kurang mampu. Selaku aparat desa, Pariadnyana saat itu berpikir positif, sebelum mengetahui dirinya ikut dihujat oleh nitizen, karena pemulangan jenazah menggunakan mobil pick up usang dinilai tak layak.
Sementara itu, Direktur Utama RSUD Buleleng, dr Putu Arya Nugraha, mengakui pihak rumah sakit memberikan persetujuan pemulangan jenazah menggunakan mobil pribadi, karena kelurga mengatakan akan pakai mobil Carry. “Saya tidak tahu kalau Carry yang dimaksud itu adalah pick up yang terbuka. Mungkin keluarga biasa saja, masyarakat yang melihatnya menilai tidak pantas,” jelas dr Arya Nugraha saat dikonfirmasi NusaBali secara terpisah di Singaraja, Minggu kemarin.
Menurut Arya Nugraha, hal itu sebenarnya tak jadi masalah juga, karena keluarga yang mengkehendaki dan tidak ada unsur pemaksaan dari pihak rumah sakit. Selama ini, pemulangan jenazah menggunakan mobil pirbadi juga banyak dilakukan pasien rumah sakit, mulai dari mobil APV hingga Bemo. “Tetapi, memang belum pernah ditemukan pemulangan jenazah dengan mobil pick up,” tandas dokter spesialis penyakit dalam ini.
Namun, yang disayangkan, postingan menyebar dan seolah menyalahkan pemerintah dan rumah sakit yang dianggap tak peduli dengan kondisi pasien. “Sebenarnya, ada beberapa solusi untuk pemulangan jenazah jika tidak keluarganya tidak punya biaya. Pakai PMI bisa, pakai ambulans jenazah RSUD juga bisa, asalkan sudah bayar panjar, itu nanti jadi piutang. Kalau tidak bisa dibayar, lama-lama bisa dihapuskan. Selain itu, kami selama ini bekerjasama dengan Yayasan Sesama, banyak warga yang tidak mampu tak bisa bayar ambulans jenazah dari sesama yang menangani,” katanya.
Terkait dengan tagihan biaya perawatan yang belum dibayar almarhum Gede Seni, kata Arya Nugraha, tetap menjadi catatan piutang RSUD Buleleng. Jika benar-benar tidak mampu melunasi, keluarga almarhum dapat mencari surat keterangan dari Perbekel Kubutambahan untuk proses pemutihan di RSUD Buleleng.
“Banyak kasus begini, masyarakat miskin yang tidak memiliki jaminan kesehatan dan tak mampu membayar akan dicatatkan sebagai piutang RSUD Buleleng. Selanjutnya, kalau memang tidak mampu sama sekali untuk melunasi, lama-lama diputihkan,” tegas dokter asal Desa Kayuputih, Kecamatan Banjar, Buleleng ini. *k23
1
Komentar