Asephi Bali Waswas ‘Ditelikung’ Kompetitor
Buntut kelangkaan container menyebabkan biaya angkut ekspor naik 3-5 kali lipat
DENPASAR,NusaBali
Eksportir Bali dihantui kekhawatiran produsen handicraft pesaing Bali, bakal menyalip dan mencaplok pasar Bali di luar negeri. Kekhawatiran tersebut dipicu kenaikkan biaya angkut ekspor karena kelangkaan container. Padahal sektor kerajinan merupakan salah satu sektor penopang ekonomi Bali.
Sektor kerainan selama ini banyak menyerap tenaga kerja dan tentu saja sebagai penyumbang devisa. Serta pendukung industri pariwisata yang merupakan sektor andalan perekonomian Bali.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah Asosiasi Produsen dan Eksportir Handicraft Indonesia (Asephi) Bali I Ketut Dharma Siadja menyatakan masalah tersebut menyebabkan pelaku bisnis handicraft pusing. Pelaku mulai perajin sendiri, sampai dengan eksportir.
“Biaya transportasi yang tinggi menyebabkan harga produk kita ( handicraft Bali) menjadi mahal,” ujar pengusaha asal Desa Mas, Kecamatan Ubud-Gianyar, Senin (25/1).
Untuk diketahui kata Dharma Siadja, biaya angkut atau transportasi mengalami kenaikkan 3 sampai 5 kali lipat.
Penyebab kenaikan biaya transportasi tersebut lanjutnya, karena kelangkaan container yang merupakan buntut susulan pandemi Covid-19.
“Jika harga produk mahal, tentu mengurangi daya saing,” kata Dharma Siadja.
Jika daya saing turun, tentu merupakan peluang bagi pesaing dari negara- negara lain merebut pasar Bali.
Pemerintah, baik Pusat maupun daerah yakin sudah mengetahui persoalan tersebut. “Yakin juga Pemerintah, terutama Pusat sudah tahu juga,” ucapnya.
Walau demikian, tetap saja persoalan itu disampaikan. Karena sampai saat ini, kata Dharma Siadja fakta menunjukkan container masih langka.
Langkah pemerintah pun ditunggu untuk membantu mencari solusi. Jika tidak ada solusi, kondisi sektor kerajinan diperkirakan akan semakin parah. Bahkan bisa mandeg sama sekali.
“Sekarang sesungguhnya ekspor sudah mandeg juga,” tunjuknya. Data dari Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagprin) Provinsi Bali, realisasi ekspor Bali Januari- Desember masih menempatkan ekspor kerajinan berjaya terhadap sektor lainnya yakni sektor industri, perkebunan dan pertanian.
Dari total 256 juta dollar AS (Rp 3,6 triliun) nilai ekspor Bali, periode Januari-Desember 2020, sebanyak 54,26 persen atau 139 juta dollar AS (Rp 1,9 triliun) disumbang ekspor kerajinan.
Setelah itu di posisi kedua ekspor produk industri 40,78 persen atau 104 juta dollar, ekspor komoditas pertanian 2,40 persen atau hanya 6,1 juta dollar disusul sektor perkebunan dan lainnya.
Sementara negara- negara di kawasan Asia – Pasifik, menjadi tujuan utama sekaligus pangsa pasar terbesar ekspor Bali. Produk kerajinan tentu saja termasuk yang dominan. Setelah negara-negara kawasan Asia- Pasifik yang kedua adalah Uni Eropa, Timur Tengah, Eropa Timur, Amerika Tengah, Afrika dan Asia Selatan dan negara-negara lainnya. *K17
Sektor kerainan selama ini banyak menyerap tenaga kerja dan tentu saja sebagai penyumbang devisa. Serta pendukung industri pariwisata yang merupakan sektor andalan perekonomian Bali.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah Asosiasi Produsen dan Eksportir Handicraft Indonesia (Asephi) Bali I Ketut Dharma Siadja menyatakan masalah tersebut menyebabkan pelaku bisnis handicraft pusing. Pelaku mulai perajin sendiri, sampai dengan eksportir.
“Biaya transportasi yang tinggi menyebabkan harga produk kita ( handicraft Bali) menjadi mahal,” ujar pengusaha asal Desa Mas, Kecamatan Ubud-Gianyar, Senin (25/1).
Untuk diketahui kata Dharma Siadja, biaya angkut atau transportasi mengalami kenaikkan 3 sampai 5 kali lipat.
Penyebab kenaikan biaya transportasi tersebut lanjutnya, karena kelangkaan container yang merupakan buntut susulan pandemi Covid-19.
“Jika harga produk mahal, tentu mengurangi daya saing,” kata Dharma Siadja.
Jika daya saing turun, tentu merupakan peluang bagi pesaing dari negara- negara lain merebut pasar Bali.
Pemerintah, baik Pusat maupun daerah yakin sudah mengetahui persoalan tersebut. “Yakin juga Pemerintah, terutama Pusat sudah tahu juga,” ucapnya.
Walau demikian, tetap saja persoalan itu disampaikan. Karena sampai saat ini, kata Dharma Siadja fakta menunjukkan container masih langka.
Langkah pemerintah pun ditunggu untuk membantu mencari solusi. Jika tidak ada solusi, kondisi sektor kerajinan diperkirakan akan semakin parah. Bahkan bisa mandeg sama sekali.
“Sekarang sesungguhnya ekspor sudah mandeg juga,” tunjuknya. Data dari Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagprin) Provinsi Bali, realisasi ekspor Bali Januari- Desember masih menempatkan ekspor kerajinan berjaya terhadap sektor lainnya yakni sektor industri, perkebunan dan pertanian.
Dari total 256 juta dollar AS (Rp 3,6 triliun) nilai ekspor Bali, periode Januari-Desember 2020, sebanyak 54,26 persen atau 139 juta dollar AS (Rp 1,9 triliun) disumbang ekspor kerajinan.
Setelah itu di posisi kedua ekspor produk industri 40,78 persen atau 104 juta dollar, ekspor komoditas pertanian 2,40 persen atau hanya 6,1 juta dollar disusul sektor perkebunan dan lainnya.
Sementara negara- negara di kawasan Asia – Pasifik, menjadi tujuan utama sekaligus pangsa pasar terbesar ekspor Bali. Produk kerajinan tentu saja termasuk yang dominan. Setelah negara-negara kawasan Asia- Pasifik yang kedua adalah Uni Eropa, Timur Tengah, Eropa Timur, Amerika Tengah, Afrika dan Asia Selatan dan negara-negara lainnya. *K17
1
Komentar