Gerakan Bangga Buatan Indonesia Diharapkan Meningkatkan Daya Beli Masyarakat
DENPASAR, NusaBali.com
Gerakan Bangga Buatan Indonesia (BBI) diresmikan langsung oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo pada 14 Mei 2020 lalu.
Dirilis di tengah pandemi, pemerintah berharap masyarakat khususnya generasi muda bisa lebih mencintai dan bangga memakai produk lokal, mulai dari produk kecantikan, pertanian, dan produk asli Indonesia lainnya.
Di Bali sendiri, Gerakan BBI ini dilaunching pertama kali di Bandara I Gusti Ngurah Rai pada 11 Januari 2021 lalu. Anak Agung Raka Sunestri selaku Kepala Bidang (Kabid) Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah (UKM) Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Bali duduk bersama Nyoman Sudira pelaku usaha dari Pertenunan Astiti Gianyar dan Dayu Indah sebagai moderator dalam Dialog Lintas Denpasar Sore yang diadakan oleh Radio Republik Indonesia (RRI) Bali, Jumat (29/1/2021) pada pukul 16.00 Wita, membahas tentang implementasi Gerakan BBI di Bali.
Dalam dialog yang juga disiarkan secara langsung melalui akun YouTube LPP RRI Denpasar, Gung Sunestri menyatakan pemerintah telah melakukan sosialisasi on boarding dengan mengundang beberapa pelaku usaha untuk melatih para pelaku UKM tersebut. “Sekaligus mengenalkan juga pada para pelaku digital untuk pemasaran produk mereka terutama dengan sosial media,” ujarnya.
Lebih jauh, Gung Sunestri memaparkan jumlah UKM yang ada di Bali. “Jumlahnya kurang lebih 327.310 UKM yang tersebar di sembilan kota dan kabupaten seluruh Bali. Konsen tertinggi ada di Kabupaten Gianyar,” ungkapnya.
Gung Sunestri mengungkapkan pada saat pandemi UKM yang bergerak di bidang kuliner lebih eksis dan berkembang dan juga sektor industri rumah tangga. “Tumbuh sampai 22% dan juga muncul banyaknya tenaga kerja perhotelan yang terkena PHK saat pandemi,” imbuhnya lagi.
Peluncuran Gerakan BBI saat pandemi untuk dijelaskan Gung Sunestri untuk mengambil hikmah dan kesempatan karena kegiatan ekspor impor sangat terbatas. Selain itu juga untuk mengenalkan produk sendiri terutama kuliner dan buah-buahan lokal juga yang lebih aman dan sehat dikonsumsi.
Di sisi lain, Nyoman Sudira, selaku pelaku UKM dari Pertenunan Astiti, Gianyar, menyatakan awal pandemi usahanya tersebut masih bisa bertahan. Namun akhir-akhir ini cukup berubah drastis karena daya beli masyarakat sangat berkurang. “Akhirnya kami sampai mengurangi tenaga kerja dari 25 orang sampai 5 orang saja,” ungkapnya.
Meskipun demikian, Nyoman mengapresiasi usaha pemerintah yang banyak membantu seperti diadakannya Pameran Bali Bangkit dan mengajak UKM secara bergilir meletakkan barangnya di bandara. “Sebelum pandemi, jujur saja adanya Pergub cukup membantu. Seperti misalnya Pergub Nomor 79 tentang peraturan pemakaian busana adat Bali di lingkungan kerja, salah satu pemesannya juga dari RRI. Kemudian Pergub nomor 99 tentang pemasaran pemanfaatan produk lokal dengan mengisi produk lokal 30% di swalayan,” ujarnya lagi.
Nyoman menyadari program ini mendukung UKM pada penggunaan produk lokal apalagi persaingan yang ketat dari daerah luar, seperti China. “Program ini mengangkat produk lokal sehingga bisa bersaing dengan produk luar,” jelasnya.
Produksi tenun milik Nyoman sendiri masih harus dilakukan agar perusahaan tidak mati dan ada alat yang perlu digunakan. Nyoman juga mengungkapkan bahwa bahan baku justru mudah didapatkan karena lebih murah selama pandemi. “Yang mencari juga sedikit kan. Namun kita tidak produksi lebih banyak juga karena kita akan bingung memasarkannya dimana,” ungkapnya lagi.
Dalam kesempatan ini Gung Sunestri juga mengungkapkan bahwa pemerintah tidak tinggal diam dan terus membuat kajaian strategi. “Sosialisasi on boarding akan terus dilaksanakan untuk melatih para pelaku UKM, akan banyak ke industri fashion,” jelasnya singkat. Pemasaran digital yang dilakukan pemerintah sendiri menggunakan Bali Mal sebagai marketplace bagi para pelaku UKM yang ada di Bali.*
Di Bali sendiri, Gerakan BBI ini dilaunching pertama kali di Bandara I Gusti Ngurah Rai pada 11 Januari 2021 lalu. Anak Agung Raka Sunestri selaku Kepala Bidang (Kabid) Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah (UKM) Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Bali duduk bersama Nyoman Sudira pelaku usaha dari Pertenunan Astiti Gianyar dan Dayu Indah sebagai moderator dalam Dialog Lintas Denpasar Sore yang diadakan oleh Radio Republik Indonesia (RRI) Bali, Jumat (29/1/2021) pada pukul 16.00 Wita, membahas tentang implementasi Gerakan BBI di Bali.
Dalam dialog yang juga disiarkan secara langsung melalui akun YouTube LPP RRI Denpasar, Gung Sunestri menyatakan pemerintah telah melakukan sosialisasi on boarding dengan mengundang beberapa pelaku usaha untuk melatih para pelaku UKM tersebut. “Sekaligus mengenalkan juga pada para pelaku digital untuk pemasaran produk mereka terutama dengan sosial media,” ujarnya.
Lebih jauh, Gung Sunestri memaparkan jumlah UKM yang ada di Bali. “Jumlahnya kurang lebih 327.310 UKM yang tersebar di sembilan kota dan kabupaten seluruh Bali. Konsen tertinggi ada di Kabupaten Gianyar,” ungkapnya.
Gung Sunestri mengungkapkan pada saat pandemi UKM yang bergerak di bidang kuliner lebih eksis dan berkembang dan juga sektor industri rumah tangga. “Tumbuh sampai 22% dan juga muncul banyaknya tenaga kerja perhotelan yang terkena PHK saat pandemi,” imbuhnya lagi.
Peluncuran Gerakan BBI saat pandemi untuk dijelaskan Gung Sunestri untuk mengambil hikmah dan kesempatan karena kegiatan ekspor impor sangat terbatas. Selain itu juga untuk mengenalkan produk sendiri terutama kuliner dan buah-buahan lokal juga yang lebih aman dan sehat dikonsumsi.
Di sisi lain, Nyoman Sudira, selaku pelaku UKM dari Pertenunan Astiti, Gianyar, menyatakan awal pandemi usahanya tersebut masih bisa bertahan. Namun akhir-akhir ini cukup berubah drastis karena daya beli masyarakat sangat berkurang. “Akhirnya kami sampai mengurangi tenaga kerja dari 25 orang sampai 5 orang saja,” ungkapnya.
Meskipun demikian, Nyoman mengapresiasi usaha pemerintah yang banyak membantu seperti diadakannya Pameran Bali Bangkit dan mengajak UKM secara bergilir meletakkan barangnya di bandara. “Sebelum pandemi, jujur saja adanya Pergub cukup membantu. Seperti misalnya Pergub Nomor 79 tentang peraturan pemakaian busana adat Bali di lingkungan kerja, salah satu pemesannya juga dari RRI. Kemudian Pergub nomor 99 tentang pemasaran pemanfaatan produk lokal dengan mengisi produk lokal 30% di swalayan,” ujarnya lagi.
Nyoman menyadari program ini mendukung UKM pada penggunaan produk lokal apalagi persaingan yang ketat dari daerah luar, seperti China. “Program ini mengangkat produk lokal sehingga bisa bersaing dengan produk luar,” jelasnya.
Produksi tenun milik Nyoman sendiri masih harus dilakukan agar perusahaan tidak mati dan ada alat yang perlu digunakan. Nyoman juga mengungkapkan bahwa bahan baku justru mudah didapatkan karena lebih murah selama pandemi. “Yang mencari juga sedikit kan. Namun kita tidak produksi lebih banyak juga karena kita akan bingung memasarkannya dimana,” ungkapnya lagi.
Dalam kesempatan ini Gung Sunestri juga mengungkapkan bahwa pemerintah tidak tinggal diam dan terus membuat kajaian strategi. “Sosialisasi on boarding akan terus dilaksanakan untuk melatih para pelaku UKM, akan banyak ke industri fashion,” jelasnya singkat. Pemasaran digital yang dilakukan pemerintah sendiri menggunakan Bali Mal sebagai marketplace bagi para pelaku UKM yang ada di Bali.*
Komentar