Digelar di Awal Musim Tanam Padi, Berharap Penen Berlimpah
Empat pasang sapi nampak didandani dengan sangat apik oleh pemiliknya di Lapangan Desa Bebetin, Kecamatan Sawan, Buleleng, Sabtu (19/11) pagi.
Tradisi Sampi Gerumbungan di Desa Bebetin, Sawan, Buleleng
SINGARAJA, NusaBali
Sapi-sapi tersebut selanjutnya siap dipertontonkan dalam tradisi Sampi Gerumbungan, yang merupakan tradisi khas Desa Bebetin. Tradisi ini digelar saat akan memulai masa tanam padi. Selain itu juga kerap dipentaskan saat Hari Raya Galungan untuk memperingati kemenangan Dharma melawan Adharma.
Tradisi Sampi Gerumbungan seperti diungkapkan Ketua Kelompok Ternak Sampi Gerumbungan Baga Sebali Buleleng Timur, Bau Gede Subandi sudah dilaksanakan secara turun temurun dari leluhurnya. Hingga kini sudah keturunan yang kesepuluh menjalankan tradisi tersebut. “Setahu saya sekarang sudah keturunan yang kesepuluh,” ujar Subandi ditemui di sela gelar tradisi Sampi Gerumbungan, kemarin.
Menurutnya tradisi Sampi Gerumbungan merupakan kesenian dan kebudayaan khas asal Buleleng yang mempertontonkan keelokan sapi baik dari tampilan berbagai riasan, juga gerak dan cara berjalan serentak yang sangat anggun. Tradisi Sampi Gerumbungan di Desa Bebetin, berawal saat ada seorang warga ‘naur sangi’, membayar janji kepada Dewa memohon agar hasil panennya melimpah. Mereka lalu menyelenggarakan Sampi Gerumbungan untuk dipertontonkan di alun-alun desa.
Benar saja Sampi Gerumbungan digelar, hasil panen petani setempat melimpah. Sejak saat itulah tradisi Sampi Gerumbungan digelar hingga sekarang di setiap awal masa tanam yang dipercaya untuk mendapatkan hasil panen yang maksimal. Sebelum dilangsungkan tradisi itu, akan dilakukan rapat besar mengundang pejabat desa, prajuru adat dan paranormal, apakah masa tanam ini baik dilakukan. “Jika paranormal mengatakan baik, maka kami baru turun dan langsung mengawalinya dengan tradisi sampi gerumbungan,” imbuhnya.
Sebelum dipentaskan, dua ekor sapi yang disiapkan kelompok ternak dihias sedemikian rupa dengan sejumlah pernak-pernik, sehingga nampak sangat tangguh. Selanjutnya sapi-sapi tersebut diperciki tirta wangsupada dari Jero Mangku setelah matur piuning di Pura Dalem Desa Pakraman Bebetin. Untuk kelancaran atraksi, pemilik sapi juga diperciki tirta amerta.
Subandi mengatakan untuk menghasilkan sepasang Sampi Gerumbungan, harus dilatih sejak masih usia dua tahun. Butuh waktu dua tahun untuk dapat melihat sepasang sapi tersebut dapat berjalan berirama, dengan tampilan ekor tegak ke atas, dan kepala setengah tengadah. Dalam masa pendidikan sapi-sapi tersebut dirawat dengan sangat telaten oleh para petani, hingga menjaga kesehatan dan kebersihannya. Namun Subandi mengaku tidak ada pemberian makanan atau vitamin spesial, mereka hanya diajarkan perlahan untuk berjalan serempak dan bergaya sesuai dengan pakem sampi gerumbungan yang sudah ada.
Saat ini kelompok Sampi Gerumbungan yang ada di Desa Bebetin berjumlah 20 anggota terus mempertahankan sapi-sapinya untuk tidak dijual. Apalagi di tingkat kabupaten sejak beberapa tahun yang lalu Sampi Gerumbungan dilombakan, sehingga para petani memiliki semangat lebih untuk melatih sapi-sapinya.
Khusus kelompok Sampi Gerumbungan Baga Sebali Buleleng Timur, terdiri dari lima desa, yakni Desa Bebetin, Menyali, Sawan, Lemukih dan Galungan yang ada di Kecamatan Sawan Buleleng. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Buleleng, Nyoman Sutrisna yang hadir dalam acara kemarin mengapresiasi upaya Desa Bebetin yang masih mempertahankan tradisi unik dan khas tersebut. Pihaknya pun berharap, semua kelompok Sampi Gerumbungan yang ada di Buleleng terus melakukan latihan kepada sapi-sapinya. Sehingga kedepannya dapat menjadi ikon kebudayaan khas Buleleng yang dapat dipromosikan untuk mendatangkan wisatawan domestik dan mancanegara. * k23
SINGARAJA, NusaBali
Sapi-sapi tersebut selanjutnya siap dipertontonkan dalam tradisi Sampi Gerumbungan, yang merupakan tradisi khas Desa Bebetin. Tradisi ini digelar saat akan memulai masa tanam padi. Selain itu juga kerap dipentaskan saat Hari Raya Galungan untuk memperingati kemenangan Dharma melawan Adharma.
Tradisi Sampi Gerumbungan seperti diungkapkan Ketua Kelompok Ternak Sampi Gerumbungan Baga Sebali Buleleng Timur, Bau Gede Subandi sudah dilaksanakan secara turun temurun dari leluhurnya. Hingga kini sudah keturunan yang kesepuluh menjalankan tradisi tersebut. “Setahu saya sekarang sudah keturunan yang kesepuluh,” ujar Subandi ditemui di sela gelar tradisi Sampi Gerumbungan, kemarin.
Menurutnya tradisi Sampi Gerumbungan merupakan kesenian dan kebudayaan khas asal Buleleng yang mempertontonkan keelokan sapi baik dari tampilan berbagai riasan, juga gerak dan cara berjalan serentak yang sangat anggun. Tradisi Sampi Gerumbungan di Desa Bebetin, berawal saat ada seorang warga ‘naur sangi’, membayar janji kepada Dewa memohon agar hasil panennya melimpah. Mereka lalu menyelenggarakan Sampi Gerumbungan untuk dipertontonkan di alun-alun desa.
Benar saja Sampi Gerumbungan digelar, hasil panen petani setempat melimpah. Sejak saat itulah tradisi Sampi Gerumbungan digelar hingga sekarang di setiap awal masa tanam yang dipercaya untuk mendapatkan hasil panen yang maksimal. Sebelum dilangsungkan tradisi itu, akan dilakukan rapat besar mengundang pejabat desa, prajuru adat dan paranormal, apakah masa tanam ini baik dilakukan. “Jika paranormal mengatakan baik, maka kami baru turun dan langsung mengawalinya dengan tradisi sampi gerumbungan,” imbuhnya.
Sebelum dipentaskan, dua ekor sapi yang disiapkan kelompok ternak dihias sedemikian rupa dengan sejumlah pernak-pernik, sehingga nampak sangat tangguh. Selanjutnya sapi-sapi tersebut diperciki tirta wangsupada dari Jero Mangku setelah matur piuning di Pura Dalem Desa Pakraman Bebetin. Untuk kelancaran atraksi, pemilik sapi juga diperciki tirta amerta.
Subandi mengatakan untuk menghasilkan sepasang Sampi Gerumbungan, harus dilatih sejak masih usia dua tahun. Butuh waktu dua tahun untuk dapat melihat sepasang sapi tersebut dapat berjalan berirama, dengan tampilan ekor tegak ke atas, dan kepala setengah tengadah. Dalam masa pendidikan sapi-sapi tersebut dirawat dengan sangat telaten oleh para petani, hingga menjaga kesehatan dan kebersihannya. Namun Subandi mengaku tidak ada pemberian makanan atau vitamin spesial, mereka hanya diajarkan perlahan untuk berjalan serempak dan bergaya sesuai dengan pakem sampi gerumbungan yang sudah ada.
Saat ini kelompok Sampi Gerumbungan yang ada di Desa Bebetin berjumlah 20 anggota terus mempertahankan sapi-sapinya untuk tidak dijual. Apalagi di tingkat kabupaten sejak beberapa tahun yang lalu Sampi Gerumbungan dilombakan, sehingga para petani memiliki semangat lebih untuk melatih sapi-sapinya.
Khusus kelompok Sampi Gerumbungan Baga Sebali Buleleng Timur, terdiri dari lima desa, yakni Desa Bebetin, Menyali, Sawan, Lemukih dan Galungan yang ada di Kecamatan Sawan Buleleng. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Buleleng, Nyoman Sutrisna yang hadir dalam acara kemarin mengapresiasi upaya Desa Bebetin yang masih mempertahankan tradisi unik dan khas tersebut. Pihaknya pun berharap, semua kelompok Sampi Gerumbungan yang ada di Buleleng terus melakukan latihan kepada sapi-sapinya. Sehingga kedepannya dapat menjadi ikon kebudayaan khas Buleleng yang dapat dipromosikan untuk mendatangkan wisatawan domestik dan mancanegara. * k23
Komentar