DPRD Bali Minta Kembali ke New Normal
Selain Tidak Efektif Cegah Kasus Covid-19, PPKM Juga Dianggap Matikan Ekonomi
Ketua Komisi I DPRD Bali, Nyoman Adnyana, sarankan ruang lingkup penanganan difokuskan untuk wilayah zona merah Covid-19
DENPASAR, NusaBali
Diberlakukannya Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Bali sejak 11 Januari 2021 lalu, dinilai kurang efektif menekan kasus Covid-19, selain juga mematikan ekonomi. Faktanya, pandemi Covid-19 di Bali terus berkecamuk dengan jumlah kasus baru harian cukup signifikan. DPRD Bali pun minta kembali ke pola new normal, dengan protokol kesehatan yang ketat.
Adalah Fraksi Gerindra DPRD Bali yang mendesak Pemprov Bali untuk kembalikan kondisi new normal dengan pemberlakuan protokol kesehatan yang ketat. Ketua Fraksi Gerindra DPRD Bali, I Ketut Juliarta, mengatakan kebijakan PPKM untuk mencegah penularan Covid-19 bukan solusi tepat. Sebab, pelanggaran protokol kesehatan justru semakin parah. Menurut Juliarta, selama diberlakukan PPKM, ka-sus Covid-19 malah semakin meningkat.
“Harus ada formula lain. PPKM itu kesannya hanya memindahkan aktivitas masyarakat saja. Larangan aktivitas malam dibatasi, tetapi aktivitas siang hari malah tidak terkendali. Masih banyak terjadi pelanggaran Prokes (protokol kesehatan)," jelas Juliarta seusai rapat Fraksi Gerindra DPRD Bali di Gedung Dewan, Niti Mandala Denpasar, Selasa (2/2) siang.
Paparan senada juga disampaikan Wakil Ketua Komisi IV DPRD Bali (yang membidangi kesehatan), I Wayan Disel Astawa. Menurut anggota Fraksi Gerindra DPRD Bali Dapil Badung ini, PPKM sebaiknya diubah ke pola new normal, dengan pengawasan Prokes diperketat dan penindakan yang lebih tegas.
"Jangan aktivitas masyarakat yang dibatasi, tapi penjagaan, pengawasan, pelaksanaan Prokes yang diperketat dan ditindak tegas pelanggarnya. PPKM yang diberlakukan dengan larangan aktivitas masyarakat sampai pukul 20.00 Wita, tidaklah tepat. Selain mematikan ekonomi masyarakat, juga tidak efektif," tegas Disel Astawa.
"Mending biarkan saja new normal yang pernah diberlakukan di awal-awal pandemi Covid-19. Saat itu, Satgas Gotong Royong Desa Adat sangat tegas dan ketat menegakkan Prokes. Setiap kegiatan diawasi, pesertanya pun dibatasi. Jadi, orangnya yang dibatasi, bukan kegiatan masyarakat yang dibloking," lanjut politisi asal Desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Badung yang juga menjabat sebagai Bendesa Adat Ungasan ini.
Sementara, Ketua Komisi I DPRD Bali (yang membidangi masalah keamanan dan ketertiban), I Nyoman Adnyana, juga soroti pemberlaku-an PPKM yang tidak efektif ini. Menurut Adnyana, PPKM adalah kebijakan semi PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar).
"PPKM itu masih longgar sekali. Kalau hemat kami, pemerintah gempur saja wilayah yang kasus positif Corona-nya tinggi, dengan penanganan maksimal. Ruang lingkup penanganan difokuskan untuk wilayah zona merah (risiko tinggi penularan Covid-19, Red)," ujar Adnyana secara terpisah, Selasa kemarin.
Menurut politisi senior PDIP asal Desa Sekaan, Kecamatan Kintamani, Bangli ini,
pencegahan dan penegakan Prokes sejauh ini belum maksimal. "Ya, kan hanya sepintas lalu. Ada kesan hanya normatif saja penegakan Prokes-nya. Banyak terjadi pelanggaran, mungkin masyarakat juga jenuh. Sekarang ditindak, besoknya melanggar," tegas mantan anggota DPRD Bangli yang sudah dua kali periode duduk di DPRD Bali dari PDIP Dapil Bangli ini.
Sedangkan Wakil Ketua DPRD Bali dari Fraksi Golkar, Nyoman Sugawa Korry, mengatakan kasus Covid-19 selama masa PPKM masih masih tinggi. Karenanya, perlu ada evaluasi, terutama konsistensi dalam penegakan aturan yang telah ditetapkan.
Menurut Sugawa Korry, karena kasus Covid-19 terus meningkat, maka penanganan kasusnya harus lebih diefektifkan. "Ketersediaan ruang rawat inap bagi pasien Covid-19 harus memadai. Jangan sampai ada pasien dan warga tidak dapat atau terlambat penanganan," papar Ketua DPD I Golkar Bali ini.
Sekadar diketahui, berdasarkan catatan NusaBali, selama 23 hari diberlakukannya PPKM swejak 11 Januari 2021, jumlah kasus Covid-19 di Bali mencapai total 7.482 kasus. Setiap hari muncul lebih dari 251 kasus, kecuali 19 Januari 2021 dengan 247 kasus Corona dan 25 Januari 2021 dengan 186 kasus Corona. Ledakan kasus tertinggi terjadi secara beruntun pada 26 Januari dan 27 Januari 2021, ketika masing-masing muncul 542 kasus dan 540 kasus Corona.
Sementara itu, Sekretaris Satgas Penanganan Covid-19 Provinsi Bali, I Made Rentin, mengatakan tingginya kasus Corona di tengah berlakunya kebijakan PPKM ini terjadi karena rendahnya ketaatan dan kepatuhan terhadap protokol kesehatan. “Ke depan, semua pihak diimbau untuk mendukung, mulai dari kesadaran pribadi dan keluarga untuk menjadi kesadaran kolektif dalam mematuhi dan taat protokol kesehatan," ujar Made Rentin yang dikonfirmasi NusaBali secara terpisah terkait desakan evaluasi PPKM dari kalangan DPRD Bali, Selasa kemarin.
Menurut Rentin, saat ini ada multisektor dan berbagai kegiatan masyarakat yang menghadirkan banyak orang yang cenderung abai protokol kesehatan. Hal inilah yang menjadi pemicu penyebaran Covid-19. Satgas Penanganan Covid-19 Provinsi Bali sendiri sudah berupaya maksimal menanganinya.
"Jika usai upacara adat, misalnya, ada 1-2 orang mengalami demam atau keluhan lainnya dan setelah dites ternyata positif Covid-19, maka yang lain tentu wajib di-tracing dan testing. Dari situ, ditemukan banyak yang terkonfirmasi positif Covid-19. Kami berusaha maksimal di sini," terang birokrat asal Desa Werdi Bhuana, Kecamatan Mengwi, Badung yang juga Kepala BPBD Bali ini.
Rentin menegaskan, pemerintah mempersilakan kegiatan tetap dilakukan, tapi jumlah orang yang terlibat dibatasi. Bahkan, untuk lebih aman, setiap peserta yang hadir terlebih dulu harus di-rapid test antigen. “Ini berlaku di wilayah yang akan melaksanakan kegiatan adat dan keagamaan. Sudah ada kok itu yang melaksanakan di beberapa tempat di desa adat, ini perlu dicontoh," tegas mantan Kabag Umum Sekretariat Dewan (Setwan) DPRD Bali ini. *nat
Adalah Fraksi Gerindra DPRD Bali yang mendesak Pemprov Bali untuk kembalikan kondisi new normal dengan pemberlakuan protokol kesehatan yang ketat. Ketua Fraksi Gerindra DPRD Bali, I Ketut Juliarta, mengatakan kebijakan PPKM untuk mencegah penularan Covid-19 bukan solusi tepat. Sebab, pelanggaran protokol kesehatan justru semakin parah. Menurut Juliarta, selama diberlakukan PPKM, ka-sus Covid-19 malah semakin meningkat.
“Harus ada formula lain. PPKM itu kesannya hanya memindahkan aktivitas masyarakat saja. Larangan aktivitas malam dibatasi, tetapi aktivitas siang hari malah tidak terkendali. Masih banyak terjadi pelanggaran Prokes (protokol kesehatan)," jelas Juliarta seusai rapat Fraksi Gerindra DPRD Bali di Gedung Dewan, Niti Mandala Denpasar, Selasa (2/2) siang.
Paparan senada juga disampaikan Wakil Ketua Komisi IV DPRD Bali (yang membidangi kesehatan), I Wayan Disel Astawa. Menurut anggota Fraksi Gerindra DPRD Bali Dapil Badung ini, PPKM sebaiknya diubah ke pola new normal, dengan pengawasan Prokes diperketat dan penindakan yang lebih tegas.
"Jangan aktivitas masyarakat yang dibatasi, tapi penjagaan, pengawasan, pelaksanaan Prokes yang diperketat dan ditindak tegas pelanggarnya. PPKM yang diberlakukan dengan larangan aktivitas masyarakat sampai pukul 20.00 Wita, tidaklah tepat. Selain mematikan ekonomi masyarakat, juga tidak efektif," tegas Disel Astawa.
"Mending biarkan saja new normal yang pernah diberlakukan di awal-awal pandemi Covid-19. Saat itu, Satgas Gotong Royong Desa Adat sangat tegas dan ketat menegakkan Prokes. Setiap kegiatan diawasi, pesertanya pun dibatasi. Jadi, orangnya yang dibatasi, bukan kegiatan masyarakat yang dibloking," lanjut politisi asal Desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Badung yang juga menjabat sebagai Bendesa Adat Ungasan ini.
Sementara, Ketua Komisi I DPRD Bali (yang membidangi masalah keamanan dan ketertiban), I Nyoman Adnyana, juga soroti pemberlaku-an PPKM yang tidak efektif ini. Menurut Adnyana, PPKM adalah kebijakan semi PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar).
"PPKM itu masih longgar sekali. Kalau hemat kami, pemerintah gempur saja wilayah yang kasus positif Corona-nya tinggi, dengan penanganan maksimal. Ruang lingkup penanganan difokuskan untuk wilayah zona merah (risiko tinggi penularan Covid-19, Red)," ujar Adnyana secara terpisah, Selasa kemarin.
Menurut politisi senior PDIP asal Desa Sekaan, Kecamatan Kintamani, Bangli ini,
pencegahan dan penegakan Prokes sejauh ini belum maksimal. "Ya, kan hanya sepintas lalu. Ada kesan hanya normatif saja penegakan Prokes-nya. Banyak terjadi pelanggaran, mungkin masyarakat juga jenuh. Sekarang ditindak, besoknya melanggar," tegas mantan anggota DPRD Bangli yang sudah dua kali periode duduk di DPRD Bali dari PDIP Dapil Bangli ini.
Sedangkan Wakil Ketua DPRD Bali dari Fraksi Golkar, Nyoman Sugawa Korry, mengatakan kasus Covid-19 selama masa PPKM masih masih tinggi. Karenanya, perlu ada evaluasi, terutama konsistensi dalam penegakan aturan yang telah ditetapkan.
Menurut Sugawa Korry, karena kasus Covid-19 terus meningkat, maka penanganan kasusnya harus lebih diefektifkan. "Ketersediaan ruang rawat inap bagi pasien Covid-19 harus memadai. Jangan sampai ada pasien dan warga tidak dapat atau terlambat penanganan," papar Ketua DPD I Golkar Bali ini.
Sekadar diketahui, berdasarkan catatan NusaBali, selama 23 hari diberlakukannya PPKM swejak 11 Januari 2021, jumlah kasus Covid-19 di Bali mencapai total 7.482 kasus. Setiap hari muncul lebih dari 251 kasus, kecuali 19 Januari 2021 dengan 247 kasus Corona dan 25 Januari 2021 dengan 186 kasus Corona. Ledakan kasus tertinggi terjadi secara beruntun pada 26 Januari dan 27 Januari 2021, ketika masing-masing muncul 542 kasus dan 540 kasus Corona.
Sementara itu, Sekretaris Satgas Penanganan Covid-19 Provinsi Bali, I Made Rentin, mengatakan tingginya kasus Corona di tengah berlakunya kebijakan PPKM ini terjadi karena rendahnya ketaatan dan kepatuhan terhadap protokol kesehatan. “Ke depan, semua pihak diimbau untuk mendukung, mulai dari kesadaran pribadi dan keluarga untuk menjadi kesadaran kolektif dalam mematuhi dan taat protokol kesehatan," ujar Made Rentin yang dikonfirmasi NusaBali secara terpisah terkait desakan evaluasi PPKM dari kalangan DPRD Bali, Selasa kemarin.
Menurut Rentin, saat ini ada multisektor dan berbagai kegiatan masyarakat yang menghadirkan banyak orang yang cenderung abai protokol kesehatan. Hal inilah yang menjadi pemicu penyebaran Covid-19. Satgas Penanganan Covid-19 Provinsi Bali sendiri sudah berupaya maksimal menanganinya.
"Jika usai upacara adat, misalnya, ada 1-2 orang mengalami demam atau keluhan lainnya dan setelah dites ternyata positif Covid-19, maka yang lain tentu wajib di-tracing dan testing. Dari situ, ditemukan banyak yang terkonfirmasi positif Covid-19. Kami berusaha maksimal di sini," terang birokrat asal Desa Werdi Bhuana, Kecamatan Mengwi, Badung yang juga Kepala BPBD Bali ini.
Rentin menegaskan, pemerintah mempersilakan kegiatan tetap dilakukan, tapi jumlah orang yang terlibat dibatasi. Bahkan, untuk lebih aman, setiap peserta yang hadir terlebih dulu harus di-rapid test antigen. “Ini berlaku di wilayah yang akan melaksanakan kegiatan adat dan keagamaan. Sudah ada kok itu yang melaksanakan di beberapa tempat di desa adat, ini perlu dicontoh," tegas mantan Kabag Umum Sekretariat Dewan (Setwan) DPRD Bali ini. *nat
1
Komentar