Reinkarnasi
Salah satu yang membuat Putu Sukrini sangat mencintai agama Hindu yang dipeluknya adalah, karena umat yakin akan kehadiran punarbhawa, kelahiran yang berulang-ulang.
Aryantha Soethama
Pengarang
Dalam abad modern kemudian lebih dikenal sebagai reinkarnasi atau samsara. Sejak di SMP Sukrini senang sekali jika guru agama menjelaskan tentang panca sradha, lima keyakinan untuk mencapai tujuan hidup abadi: tentang keberadaan Tuhan, karmaphala, atman, punarbhawa, dan moksa. Sukrini sangat yakin, hukum karma bertalian erat dengan kelahiran berulang. Karmaphala menjadi tonggak penentu dan arah ke mana seseorang menuju ketika menerima kenyataan reinkarnasi.
Guru agama yang mendidik Sukrini selalu mengajak dia untuk menghayati makna reinkarnasi dan punarbhawa. Guru lanang separo baya, dengan rambut lebat yang selalu disisir rapi ke samping kanan itu, menyarankan agar Sukrini tidak berduka jika hidup tidak semakmur teman lain. “Itu karena karmamu, Rin, perbuatanmu dalam kehidupan lalu yang buruk dan harus ditebus dalam kehidupan kini. Teruslah berbuat baik, agar kamu menerima karmaphala baik pula dalam kelahiran mendatang,” saran guru kurus itu.
Jika ayah-ibu mengajak Sukrini pulang kampung mengunjungi kakek-nenek, malam-malam ia ke luar rumah, menatap bulan-bintang lama-lama. Ia membayangkan di benda-benda angkasa itu berdiam roh-roh yang akan bersamsara ke bumi suatu waktu. Mereka menunggu perintah Tuhan untuk melaksanakan punarbhawa. Jika ada meteor melesat membelah gelap angkasa – yang dikenal sebagai bintang jatuh – Sukrini yakin itu salah satu roh yang sedang melesat ke bumi berreinkarnasi.
Sukrini membayangkan alangkah senang lahir berulang-ulang, dalam rentang ratusan tahun. Ia sangat mencintai bumi. “Jika aku lahir berulangkali, aku akan tahu perubahan bumi dan peradabannya,” kata hati Sukrini. Guru agamanya mengajarkan lahir kembali harus disyukuri, karena memberi peluang memperbaiki tabiat, membersihkan diri, menuju kesempurnaan untuk moksa. Karena itu, jika Sukrini mabakti di pura, doa yang sering ia sampaikan adalah agar ia diberi kesempatan berreinkarnasi.
Menyelesaikan studi di universitas, ia menjalin asmara dengan laki-laki tidak seiman. Sang kekasih memeluk agama yang justru menolak keyakinan reinkarnasi. “Umatku yakin, jika seseorang mati, rohnya menuju ke suatu tempat sesuai amal dan ibadahnya. Tak bakalan pernah ia lahir kembali ke bumi. Jika aku mati, ya mati, beres,” jelas si kekasih.
Sukrini mulai bimbang. Jika ia menikah tentu ia akan mengikuti agama suaminya. Ia bertanya-tanya, “Jika aku beralih agama, berpindah keyakinan, masih bolehkah aku juga berkeyakinan pada punarbhawa? Masihkah aku akan berreinkarnasi? Apa yang harus aku tempuh, jika tidak lagi memeluk Hindu, namun tetap ingin berreinkarnasi?”
Pertanyaan ini ia sampaikan ke banyak teman, ke banyak pemuka agama, namun jawaban mereka berbeda-beda. Ada yang berpendapat, jika pindah agama, Sukrini tak mungkin berreinkarnasi. “Kamu tak akan mengalami punarbhawa, kamu tak akan moksa,” ujar sebagian orang. Ada yang berpendapat, ia akan lahir kembali, jika ia tetap yakin pada panca sradha, kendati dinikahi laki-laki tidak seiman. “Itu berarti cuma ragamu beralih keyakinan, hatimu tidak,” komentar orang-orang itu.
Sukrini bingung. Ia ingin menikah dengan laki-laki tidak seiman, namun ia tetap berreinkarnasi. Agar tak bimbang ia datangi kekasihnya, mengajaknya kencan ke pantai Sanur ketika purnama. Di situ, disaksikan air laut yang berkecupak dan berkilat, ia memohon kepada lelakinya, jika menikah ia diperkenankan tidak meninggalkan agamanya.
Si kekasih tentu terkejut. “Jika kita memeluk keyakinan berbeda, lalu bagaimana anak-anak kita?” tanya si kekasih. “Kalau ke pura kuajak dia, kamu juga bisa mengajaknya ke tempat ibadahmu. Setelah dewasa, silakan anak-anak memilih salah satu agama yang kita anut. Atau memilih agama lain juga tidak apa-apa.”
“Kuterima usulmu, semata karena aku sangat mencintaimu,” sambut si kekasih. “Sekarang peluk aku, karena kita membangun keluarga berlatar multi-budaya. Pasti berat Rin, karena besar tantangannya. Tapi, tak ada salahnya kita bertekad memulai.” Di pantai Sanur mereka mewujudkan ikrar yang sangat membahagiakan Sukrini, karena ia yakin akan bisa berreinkarnasi berkali-kali, lahir kembali ke bumi berulang-ulang menyempurnakan diri menuju moksa.
Sebuah meteor melesat di angkasa. Sukrini melepas pelukan, menuding langit. “Itu roh yang sedang meluncur ke bumi menjalankan perintah reinkarnasi,” jelas Sukrini. Si kekasih mengangguk-angguk, entah dia tahu atau bingung mendengar komentar Sukrini. Mereka berciuman ditatap bulan dan disaksikan taburan bintang. *
Pengarang
Dalam abad modern kemudian lebih dikenal sebagai reinkarnasi atau samsara. Sejak di SMP Sukrini senang sekali jika guru agama menjelaskan tentang panca sradha, lima keyakinan untuk mencapai tujuan hidup abadi: tentang keberadaan Tuhan, karmaphala, atman, punarbhawa, dan moksa. Sukrini sangat yakin, hukum karma bertalian erat dengan kelahiran berulang. Karmaphala menjadi tonggak penentu dan arah ke mana seseorang menuju ketika menerima kenyataan reinkarnasi.
Guru agama yang mendidik Sukrini selalu mengajak dia untuk menghayati makna reinkarnasi dan punarbhawa. Guru lanang separo baya, dengan rambut lebat yang selalu disisir rapi ke samping kanan itu, menyarankan agar Sukrini tidak berduka jika hidup tidak semakmur teman lain. “Itu karena karmamu, Rin, perbuatanmu dalam kehidupan lalu yang buruk dan harus ditebus dalam kehidupan kini. Teruslah berbuat baik, agar kamu menerima karmaphala baik pula dalam kelahiran mendatang,” saran guru kurus itu.
Jika ayah-ibu mengajak Sukrini pulang kampung mengunjungi kakek-nenek, malam-malam ia ke luar rumah, menatap bulan-bintang lama-lama. Ia membayangkan di benda-benda angkasa itu berdiam roh-roh yang akan bersamsara ke bumi suatu waktu. Mereka menunggu perintah Tuhan untuk melaksanakan punarbhawa. Jika ada meteor melesat membelah gelap angkasa – yang dikenal sebagai bintang jatuh – Sukrini yakin itu salah satu roh yang sedang melesat ke bumi berreinkarnasi.
Sukrini membayangkan alangkah senang lahir berulang-ulang, dalam rentang ratusan tahun. Ia sangat mencintai bumi. “Jika aku lahir berulangkali, aku akan tahu perubahan bumi dan peradabannya,” kata hati Sukrini. Guru agamanya mengajarkan lahir kembali harus disyukuri, karena memberi peluang memperbaiki tabiat, membersihkan diri, menuju kesempurnaan untuk moksa. Karena itu, jika Sukrini mabakti di pura, doa yang sering ia sampaikan adalah agar ia diberi kesempatan berreinkarnasi.
Menyelesaikan studi di universitas, ia menjalin asmara dengan laki-laki tidak seiman. Sang kekasih memeluk agama yang justru menolak keyakinan reinkarnasi. “Umatku yakin, jika seseorang mati, rohnya menuju ke suatu tempat sesuai amal dan ibadahnya. Tak bakalan pernah ia lahir kembali ke bumi. Jika aku mati, ya mati, beres,” jelas si kekasih.
Sukrini mulai bimbang. Jika ia menikah tentu ia akan mengikuti agama suaminya. Ia bertanya-tanya, “Jika aku beralih agama, berpindah keyakinan, masih bolehkah aku juga berkeyakinan pada punarbhawa? Masihkah aku akan berreinkarnasi? Apa yang harus aku tempuh, jika tidak lagi memeluk Hindu, namun tetap ingin berreinkarnasi?”
Pertanyaan ini ia sampaikan ke banyak teman, ke banyak pemuka agama, namun jawaban mereka berbeda-beda. Ada yang berpendapat, jika pindah agama, Sukrini tak mungkin berreinkarnasi. “Kamu tak akan mengalami punarbhawa, kamu tak akan moksa,” ujar sebagian orang. Ada yang berpendapat, ia akan lahir kembali, jika ia tetap yakin pada panca sradha, kendati dinikahi laki-laki tidak seiman. “Itu berarti cuma ragamu beralih keyakinan, hatimu tidak,” komentar orang-orang itu.
Sukrini bingung. Ia ingin menikah dengan laki-laki tidak seiman, namun ia tetap berreinkarnasi. Agar tak bimbang ia datangi kekasihnya, mengajaknya kencan ke pantai Sanur ketika purnama. Di situ, disaksikan air laut yang berkecupak dan berkilat, ia memohon kepada lelakinya, jika menikah ia diperkenankan tidak meninggalkan agamanya.
Si kekasih tentu terkejut. “Jika kita memeluk keyakinan berbeda, lalu bagaimana anak-anak kita?” tanya si kekasih. “Kalau ke pura kuajak dia, kamu juga bisa mengajaknya ke tempat ibadahmu. Setelah dewasa, silakan anak-anak memilih salah satu agama yang kita anut. Atau memilih agama lain juga tidak apa-apa.”
“Kuterima usulmu, semata karena aku sangat mencintaimu,” sambut si kekasih. “Sekarang peluk aku, karena kita membangun keluarga berlatar multi-budaya. Pasti berat Rin, karena besar tantangannya. Tapi, tak ada salahnya kita bertekad memulai.” Di pantai Sanur mereka mewujudkan ikrar yang sangat membahagiakan Sukrini, karena ia yakin akan bisa berreinkarnasi berkali-kali, lahir kembali ke bumi berulang-ulang menyempurnakan diri menuju moksa.
Sebuah meteor melesat di angkasa. Sukrini melepas pelukan, menuding langit. “Itu roh yang sedang meluncur ke bumi menjalankan perintah reinkarnasi,” jelas Sukrini. Si kekasih mengangguk-angguk, entah dia tahu atau bingung mendengar komentar Sukrini. Mereka berciuman ditatap bulan dan disaksikan taburan bintang. *
Komentar