Nyurat Aksara Bali Awali Bulan Bahasa Bali
AMLAPURA, NusaBali
Majelis Desa Adat (MDA) Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, menggelar Wimbakara (lomba) Nyurat Aksara Bali, di Aula Kantor Koordinator Wilayah Dinas Pertanian, Kecamatan Rendang, Banjar Singarata, Desa/Kecamatan Rendang, Karangasem, Sabtu (6/2).
Lomba ini mengawali rangkaian kegiatan Bulan Bahasa Bali III tahun 2021 di kecamatan setempat. Lomba melibatkan 26 peserta siswa SD, masing-masing sebagai wakil desa adat se-Kecamatan Rendang. Dalam lomba, aksara Bali ditulis pada , kertas. Setiap siswa wajib membawa perlengkapan sendiri, berupa dulang, alat tulis dan kertas. Lomba itu tidak dikelompokkan, karena peserta putra dan putri berbaur bersaing. Tak ada batasan usia atau kelas peserta.
Dalam lomba nyurat aksara Bali pada hari pertama itu, setiap peserta nyurat aksara Bali sederhana. Penyuratan menyangkut teknis penggunaan pangangge suara, cara menulis aksara yang benar, cara menulis kata, dan kalimat sederhana dengan aksara Bali.
Ketua Panitia Lomba I Gusti Agung Made Keresni mengatakan, lomba nyurat aksara Bali merupakan salah satu cara pelestarian budaya. Tujuannya, agar anak-anak dapat belajar dan makin mengenal dan memahami aksara Bali. ‘’Anak-anak juga agar mampu menulis kalimat sederhana menggunakan aksara Bali,’’ ujarnya.
Gusti Keresni menambahkan, aksara Bali selama ini juga dikenal sebagai hanacaraka. Aksara Bali merupakan salah satu aksara tradisional Indonesia yang telah berkembang di Bali. "Makanya budaya aksara Bali in mesti dilestarikan, yang merupakan salah satu kearifan lokal," kata I Gusti Agung Made Keresni, salah seorang dewan juri dari unsur Widya Sabha dan PHDI Kecamatan Rendang ini.
Disebutkan, guna menghindari terjadi kerumunan, dalam pelaksanaan Bulan Bahasa Bali III itu, dari tiga nomor lomba dilaksanakan, dibagi tiga hari. Hari pertama Sabtu (6/2) melombakan nyurat aksara Bali, hari kedua Minggu (7/2), masatwa (bercerita) Bali melibatkan ibu-ibu PKK. Dala lomba ini, setiap desa adat mengutus satu peserta lomba. Sehingga jumlah peserta 26 orang. Hari ketiga, ngaewacen (membaca) bahasa Bali dilakukan teruni-teruni.
"Semua pemenang disediakan trofi, piagam dan uang pembinaan, sebagai bentuk motivasi untuk para pemenang agar terus berlatih," jelasnya.
Bertindak sebagai dewan juri dari unsur MDA Kecamatan Rendang I Komang Warsa. Dewan juri juga melibatkan 6 orang dari penyuluh bahasa Bali yakni I Wayan Wardiasa, Ni Nengah Widiani, Ni Wayan Pusparini, Ni Luh Sri Ekayani, Desak Gede Satriasih dan Ni Putu Erry Gentari.
Selama pelaksana lomba tetap mengedepankan protokol kesehatan (prokes) pencegahan penularan Covid-19. Setiap peserta dan panitia wajib menggunakan masker. Sebelum kegiatan dimulai wajib mencuci tangan dan menjaga jarak.
Peserta yang mengikuti lomba nyurat aksara Bali, juga telah diatur, sehingga masing-masing wajib menjaga jarak.
I Komang Warsa mengatakan, walau di tengah pandemi Covid-19, Bulan Bahasa Bali III wajib dilaksanakan dengan mengedepankan pembatasan-pembatasan, tanpa menghadirkan penonton. "Karena itu lombanya digelar tiga hari, berturut-turut, satu hari satu nomor lomba, agar tidak terjadi kerumunan," jelas Bendesa Alit MDA Kecamatan Rendang, yang juga Bendesa Adat Alasngandang, Desa Pempatan, Kecamatan Rendang ini. *k16
Dalam lomba nyurat aksara Bali pada hari pertama itu, setiap peserta nyurat aksara Bali sederhana. Penyuratan menyangkut teknis penggunaan pangangge suara, cara menulis aksara yang benar, cara menulis kata, dan kalimat sederhana dengan aksara Bali.
Ketua Panitia Lomba I Gusti Agung Made Keresni mengatakan, lomba nyurat aksara Bali merupakan salah satu cara pelestarian budaya. Tujuannya, agar anak-anak dapat belajar dan makin mengenal dan memahami aksara Bali. ‘’Anak-anak juga agar mampu menulis kalimat sederhana menggunakan aksara Bali,’’ ujarnya.
Gusti Keresni menambahkan, aksara Bali selama ini juga dikenal sebagai hanacaraka. Aksara Bali merupakan salah satu aksara tradisional Indonesia yang telah berkembang di Bali. "Makanya budaya aksara Bali in mesti dilestarikan, yang merupakan salah satu kearifan lokal," kata I Gusti Agung Made Keresni, salah seorang dewan juri dari unsur Widya Sabha dan PHDI Kecamatan Rendang ini.
Disebutkan, guna menghindari terjadi kerumunan, dalam pelaksanaan Bulan Bahasa Bali III itu, dari tiga nomor lomba dilaksanakan, dibagi tiga hari. Hari pertama Sabtu (6/2) melombakan nyurat aksara Bali, hari kedua Minggu (7/2), masatwa (bercerita) Bali melibatkan ibu-ibu PKK. Dala lomba ini, setiap desa adat mengutus satu peserta lomba. Sehingga jumlah peserta 26 orang. Hari ketiga, ngaewacen (membaca) bahasa Bali dilakukan teruni-teruni.
"Semua pemenang disediakan trofi, piagam dan uang pembinaan, sebagai bentuk motivasi untuk para pemenang agar terus berlatih," jelasnya.
Bertindak sebagai dewan juri dari unsur MDA Kecamatan Rendang I Komang Warsa. Dewan juri juga melibatkan 6 orang dari penyuluh bahasa Bali yakni I Wayan Wardiasa, Ni Nengah Widiani, Ni Wayan Pusparini, Ni Luh Sri Ekayani, Desak Gede Satriasih dan Ni Putu Erry Gentari.
Selama pelaksana lomba tetap mengedepankan protokol kesehatan (prokes) pencegahan penularan Covid-19. Setiap peserta dan panitia wajib menggunakan masker. Sebelum kegiatan dimulai wajib mencuci tangan dan menjaga jarak.
Peserta yang mengikuti lomba nyurat aksara Bali, juga telah diatur, sehingga masing-masing wajib menjaga jarak.
I Komang Warsa mengatakan, walau di tengah pandemi Covid-19, Bulan Bahasa Bali III wajib dilaksanakan dengan mengedepankan pembatasan-pembatasan, tanpa menghadirkan penonton. "Karena itu lombanya digelar tiga hari, berturut-turut, satu hari satu nomor lomba, agar tidak terjadi kerumunan," jelas Bendesa Alit MDA Kecamatan Rendang, yang juga Bendesa Adat Alasngandang, Desa Pempatan, Kecamatan Rendang ini. *k16
Komentar