Dalam Lontar Budha Kecapi, Balian Pantang Bebani Tarif ke Pasien
Mengenal Pengobatan Tradisional Berdasarkan Sastra Usadha Bali
DENPASAR, NusaBali
Seorang balian usadha atau dukun tidak diperkenankan memasang tarif pengobatan yang justru membebani pasien.
Aturan soal sesari bagi seorang balian usadha itu tercantum dalam lontar Budha Kecapi yang merupakan salah satu teks rujukan dalam dunia usadha di Bali. “Kalau ada diberi sesari (uang) Rp 10.000, balian hanya dibenarkan mengambil Rp 7.000, jika sesari-nya Rp 7.000 ambil Rp 2.000, jika sesarinya Rp 1.700 ambil Rp 500. Logikanya, pasien sudah susah, sehingga dengan mengembalikan sesari itu akan dapat membantu kembali pasien,” ujar Akademisi dari Prodi Sastra Jawa Kuno Universitas Udayana, Dr Drs I Ketut Jirnaya MS dalam Seminar atau Widyatula ‘Kalimosada: Usadha Bali pinaka Panepas Pangradban Kaliyuga’ secara daring dalam rangka Bulan Bahasa Bali 2021, Jumat (5/2).
Dr Ketut Jirnaya dalam makalahnya yang berjudul ‘Lontar Usada Budha Kacapi pinaka Dasar Miwah Tuntunan Para Balian ring Bali’ menjelaskan bahwa teks Budha Kecapi merupakan salah satu teks rujukan dalam dunia usadha di Bali. Teks ini ditemukan dalam berbagai varian seperti Budha Kecapi Putih, Budha Kecapi Cemeng, Budha Kecapi Sastrasangha, dan sebagainya.
“Budha Kecapi memberikan penjelasan tentang hakikat pengobatan usadha, mulai dari proses diagnosa hingga pengobatan. Juga tentang disiplin seorang balian atau dukun usadha,” katanya. Teks tersebut menyebut jika suatu penyakit dalam diri manusia disebabkan oleh sejumlah hal. Dalam proses mengobati, seorang balian diarahkan untuk melakukan diagnosa-diagnosa tertentu, sehingga diketahui apakah penyakit itu bisa disembuhkan atau tidak.
Lanjutnya, pada penyakit-penyakit yang diderita seorang pasien yang memang tidak bisa disembuhkan, bisa jadi telah menjadi jalan bagi penderita untuk meninggalkan dunia. “Jika telah diketahui seperti itu, seorang balian tidak dibenarkan untuk mengobati, karena melanggar hukum karma. Jika memaksakan kehendak, balian itu bisa kena dosanya. Mungkin hanya memberikan penawar rasa sakit atau sebagainya,” jelasnya.
Selain Dr I Ketut Jirnaya, dalam seminar atau widyatula ini juga hadir memberikan materi, yakni Dr Drs Ida Bagus Suatama MSi (Prodi Ayur Weda Universitas Hindu Indonesia), dan I Ketut Sandika SPdH MFilH (UHN IGB Sugriwa) dengan moderator I Ketut Eriadi Ariana SS (Jero Penyarikan Duuran Batur), seorang peneliti sastra yang juga seorang jurnalis. *cr74
Dr Ketut Jirnaya dalam makalahnya yang berjudul ‘Lontar Usada Budha Kacapi pinaka Dasar Miwah Tuntunan Para Balian ring Bali’ menjelaskan bahwa teks Budha Kecapi merupakan salah satu teks rujukan dalam dunia usadha di Bali. Teks ini ditemukan dalam berbagai varian seperti Budha Kecapi Putih, Budha Kecapi Cemeng, Budha Kecapi Sastrasangha, dan sebagainya.
“Budha Kecapi memberikan penjelasan tentang hakikat pengobatan usadha, mulai dari proses diagnosa hingga pengobatan. Juga tentang disiplin seorang balian atau dukun usadha,” katanya. Teks tersebut menyebut jika suatu penyakit dalam diri manusia disebabkan oleh sejumlah hal. Dalam proses mengobati, seorang balian diarahkan untuk melakukan diagnosa-diagnosa tertentu, sehingga diketahui apakah penyakit itu bisa disembuhkan atau tidak.
Lanjutnya, pada penyakit-penyakit yang diderita seorang pasien yang memang tidak bisa disembuhkan, bisa jadi telah menjadi jalan bagi penderita untuk meninggalkan dunia. “Jika telah diketahui seperti itu, seorang balian tidak dibenarkan untuk mengobati, karena melanggar hukum karma. Jika memaksakan kehendak, balian itu bisa kena dosanya. Mungkin hanya memberikan penawar rasa sakit atau sebagainya,” jelasnya.
Selain Dr I Ketut Jirnaya, dalam seminar atau widyatula ini juga hadir memberikan materi, yakni Dr Drs Ida Bagus Suatama MSi (Prodi Ayur Weda Universitas Hindu Indonesia), dan I Ketut Sandika SPdH MFilH (UHN IGB Sugriwa) dengan moderator I Ketut Eriadi Ariana SS (Jero Penyarikan Duuran Batur), seorang peneliti sastra yang juga seorang jurnalis. *cr74
Komentar