Ranperda Atraksi Budaya Diloloskan
Upaya DPRD Bali menggulirkan Rancangan Peraturan Daerah (Ranerda) Atraksi Budaya termasuk Tajen (sabungan ayam), akhirnya lolos dalam pembahasan anggaran APBD Induk 2017.
Budaya Tajen Masuk di Dalamnya
DENPASAR, NusaBali
Ranperda Atraksi Budaya yang digulirkan sejak 2009 dan sudah sempat dua kali masuk program legislasi daerah (Prolegda) ini dipastikan akan dibahas Pansus DPRD Bali, awal tahun 2017 mendatang.
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPRD Bali, I Gusti Putu Budiarta, mengatakan rencana pembahasan Raperda Atrakis Budaya di awal tahun 2017 ini sudah final, karena telah diputuskan oleh Pimpinan Dewan. "Tanya Ketua DPRD Bali (Nyoman Adi Wiryatama), sudah pasti dibahas 2017," ujar IGP Budiarta di Gedung DPRD Bali, Niti Mandala Denpasar, Senin (21/11).
Menurut Budiarta, DPRD Bali segera anak membentuk Pansus Ranperda Atraksi Budaya ini. Leading sector-nya adalah Komisi I DPRD Bali yang membidangi hukum, perundang-undangan, ketertiban, dan keamanan. "Komisi I DPRD Bali yang nanti menjadi leading sector. Anggotanya gabungan dengan komisi lain seperti Komisi II DPRD Bali (membidangi pariwisata) dan Komisi IV DPRD Bali (membidangi budaya)," jelas politisi PDIP asal Desa Pedungan, Kecamatan Denpasar Selatan ini.
Dikonfirmasi NusaBali secara terpisah, Senin kemarin, Ketua Komisi I DPRD Bali Ketut Tama Tenaya mengatakan, Raperda Atraksi Budaya bukan hanya memasukkan budaya dan tradisi unik tajen saja. Namun, banyak atraksi lain masuk di dalamnya. "Ingat, namanya Perda Atraksi Budaya, bukan Perda Tajen. Kalau Perda Tajen, konotasinya jelek. Tajen selalu dikaitkan dengan taruhan (judi), padahal tidak," tegas Tama Tenaya.
Menurut mantan Ketua Fraksi PDIP DPRD Bali 2009-2014 ini, atraksi budaya yang akan masuk dalam Perda Atraksi Budaya adalah tradisi Siat Pandan di Desa Tenganan Pagringsingan (Kecamatan Manggis, Karangasem), tradisi Makotek di Desa Munggu (Kecamatan Mengwi, Badung), Omed-omedan di Desa Sesetan (Kecamatan Denpasar Selatan), tradisi Siat Tipat-Bantal di Desa Adat Kapal (Kecamatan Mengwi, Badung), Makepung di Jembrana, dan tajen di Bali. "Ada puluhan atraksi budaya yang bisa dimasukkan dalam Perda Atraksi Budaya," tandas politisi PDIP asal Keluahan Tanjung Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Badung ini.
Perda Atraksi Budaya terutama soal atraksi tajen, kata Tama Tenaya, akan diatur sedemikian rupa supaya peraturan yang dibuat tidak terkesan sembarangan. "Kan tajen (tabuh rah) itu sebenarnya tradisi dan budaya Bali. Cuma, ketika ada taruhan uang, bagaimana? Ini persoalan. Nanti kita mau carikan solusi. Tajen masuk Perda, namun tidak sampai ada judinya," kata Tama Tenaya yang juga mantan Wakil Ketua DPRD Badung.
Sementara itu, Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatama mengatakan pihaknya akan mengundang tim ahli untuk wujudkan Perda Atraksi Budaya. Para ahli yang dilibatkan, termasuk ahli hukum pidana, ahli hukum perdata, ahli hukum adat, dan budayawan. “Kita libatkan para ahli untuk mencari format pembentukan Raperda Atraksi Budaya," tandas Adi Wiryatama saat dikonfirmasi NusaBali secara terpisah, Senin kemarin.
Adi Wiryatama menyebutkan, proses pembentukan Perda Atraksi Budaya yang me-masukkan tajen di dalamnya, harus disertai kajian komprehensif. Karena ada juga aturan perundang-undangan KUHP. "Raperda ini harus dikaitkan dengan produk hukum di atasnya, supaya tidak bertentangan, supaya tidak ada persoalan saat verifikasi di pusat," tegas politisi senior asal Dedsa Angseri, Kecamatan Baturiti, Tabanan yang kini menjabat Sekretaris Dewan Pertimbangan Daerah (Deperda) PDIP Bali ini.
Menurut Adi Wiryatama, dari sisi budaya Bali, tajen memang tidak boleh hilang. Berdasarkan Lontar Pengayaman-ayaman untuk panduan tajen, faktanya memang ada. "Itu tradisi dan budaya. Cuma, unsur judinya memang jadi masalah dalam penyusunan Perda nanti. Tapi, semuanya bisa diupayakan agar tidak bertentangan secara hukum dan produk hukum di atasnya. Kita fokus dengan tajen itu atraksi budaya, sama dengan atraksi budaya lainnya," katanya.
Adi Wiryatama menegaskan, Perda Atraksi Budaya ini diharapkan bisa melindungi kesenian lainnya. "Ini untuk melindungi kesenian dan budaya kita supaya tidak punah. Nah di samping melestarikan, bagaimana mengkemasnya supaya atraksi-atraksi budaya ini bisa mendatangkan PAD (Penmdapatan Asli Daerah, Red). Kami punya konsep, atraksi budaya bisa dikemas dan menjadi destinasi pariwisata yang dipasarkan dengan maksimal oleh kalangan pariwisata. Kalau komponen pariwisata maksimal diajak kerjasama, ini bisa mendatangkan PAD," ujar mantan Bupati Tabanan dua kali periode (2000-2005, 2005-2010) yang notabene ayah dari Bupati Tabanan (2010-2015, 2016-2021) Ni Putu Eka Wiryastuti ini. * nat
Komentar