NTT Potensi Jadi Kawasan Food Estate
JAKARTA, NusaBali
Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengatakan, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi untuk menjadi kawasan lumbung pangan atau food estate.
Oleh sebab itu, pemerintah saat ini tengah menyiapkan pengembangan program Food Estate Rotiklot yang terletak di Kecamatan Kakuluk Mesak, Kabupaten Belu, NTT.
Menurutnya, manfaat membangun kawasan food estate dalam skala luas di kawasan tersebut merupakan pengintegrasian proses laju pertanian dari hulu sampai dengan ke hilir.
Provinsi NTT dinilai memiliki potensi alam yang luar biasa dan peluang tersebut harus dikembangkan dalam membangun sektor pertanian.
"Kabupaten Belu diharapkan dapat menjadi daerah model percontohan di Indonesia dalam upaya pengembangan ketahanan pangan berskala besar di wilayah Timur," ujar Syahrul saat meninjau kawasan Food Estate Rotiklot seperti dikutip kompas.com dalam keterangannya, Kamis (11/2).
Syahrul mengungkapkan, pihaknya mendorong pengembangan pola food estate dengan memberikan bantuan sarana produksi, serta alat pra panen dan pasca panen guna meningkatkan produktivitas.
Selain itu, juga mendorong para petani untuk menggunakan fasilitas kredit usaha rakyat (KUR), serta pengembangan pertanian berbasis korporasi dan klaster.
"Kita perbaiki varietas benih dan tata kelola irigasinya, sampai dengan bagaimana pasca panennya juga tertangani dengan baik," kata dia.
Ia bilang, pengembangan food estate tersebut sedang dalam pembahasan pihak Kementerian Pertanian dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT. Sehingga kedepannya NTT diharapkan bisa memperkuat pembangunan pertanian nasional.
Wakil Bupati Belu, Ose Luan menambahkan, luas Desa Fatuketi yang berlokasi di Kecamatan Kakuluk Mesak mencapai 5.080 hektar dengan potensi lahan food estate seluas 380 hektar.
Rencananya pada musim tanam I (MT I) komoditi yang akan yang dikembangkan adalah padi dengan luas tanam 350 hektar, sedangkan pada MT II adalah komoditas palawija dengan luas tanam 200 hektar. Selain pengembangan komoditas tanaman pangan, direncanakan juga pengembangan komoditas hortikultura seluas 25 hektar dan perkebunan sebanyak 50 hektar.
Ia menambahkan, saat ini Kabupaten Belu memiliki bendungan Rotiklot. Namun untuk pengembangan kawasan lumbung pangan baru, maka perlu dibangun sistem irigasi sekunder dan tersier untuk mengairi lahan tersebut.
"Mata pencarian masyarakat Belu utamanya pertanian. Belu memiliki musim kering lebih lama dari pada musim hujan, sehingga kabupaten Belu harus membendung semua sungai disini sebagai sumber air untuk sawah petani," jelas Ose. *
Menurutnya, manfaat membangun kawasan food estate dalam skala luas di kawasan tersebut merupakan pengintegrasian proses laju pertanian dari hulu sampai dengan ke hilir.
Provinsi NTT dinilai memiliki potensi alam yang luar biasa dan peluang tersebut harus dikembangkan dalam membangun sektor pertanian.
"Kabupaten Belu diharapkan dapat menjadi daerah model percontohan di Indonesia dalam upaya pengembangan ketahanan pangan berskala besar di wilayah Timur," ujar Syahrul saat meninjau kawasan Food Estate Rotiklot seperti dikutip kompas.com dalam keterangannya, Kamis (11/2).
Syahrul mengungkapkan, pihaknya mendorong pengembangan pola food estate dengan memberikan bantuan sarana produksi, serta alat pra panen dan pasca panen guna meningkatkan produktivitas.
Selain itu, juga mendorong para petani untuk menggunakan fasilitas kredit usaha rakyat (KUR), serta pengembangan pertanian berbasis korporasi dan klaster.
"Kita perbaiki varietas benih dan tata kelola irigasinya, sampai dengan bagaimana pasca panennya juga tertangani dengan baik," kata dia.
Ia bilang, pengembangan food estate tersebut sedang dalam pembahasan pihak Kementerian Pertanian dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT. Sehingga kedepannya NTT diharapkan bisa memperkuat pembangunan pertanian nasional.
Wakil Bupati Belu, Ose Luan menambahkan, luas Desa Fatuketi yang berlokasi di Kecamatan Kakuluk Mesak mencapai 5.080 hektar dengan potensi lahan food estate seluas 380 hektar.
Rencananya pada musim tanam I (MT I) komoditi yang akan yang dikembangkan adalah padi dengan luas tanam 350 hektar, sedangkan pada MT II adalah komoditas palawija dengan luas tanam 200 hektar. Selain pengembangan komoditas tanaman pangan, direncanakan juga pengembangan komoditas hortikultura seluas 25 hektar dan perkebunan sebanyak 50 hektar.
Ia menambahkan, saat ini Kabupaten Belu memiliki bendungan Rotiklot. Namun untuk pengembangan kawasan lumbung pangan baru, maka perlu dibangun sistem irigasi sekunder dan tersier untuk mengairi lahan tersebut.
"Mata pencarian masyarakat Belu utamanya pertanian. Belu memiliki musim kering lebih lama dari pada musim hujan, sehingga kabupaten Belu harus membendung semua sungai disini sebagai sumber air untuk sawah petani," jelas Ose. *
1
Komentar