Penghormatan kepada Keharmonisan Hidup
Nyepi Lanang di Desa Adat Ababi, Karangasem
AMLAPURA, NusaBali
Krama Bali punya cara beragam dan unik untuk memuliakan ciptaan Ida Sanghyang Widhi Wasa.
Krama Desa Adat Ababi, Desa Ababi, Kecamatan Abang, Karangasem, misalnya, dengan tradisi ritual Nyepi Lanang. Nyepi ini khusus berlaku bagi krama lanang (lak-laki). Mereka tak boleh keluar rumah selama sembilan jam, dari pukul 07.00 Wita - 16.00 Wita.
Nyepi Lanang dilaksanakan oleh krama setempat pada Sukra Wage Landep, Jumat (12/2), atau sehari setelah Tilem Kawulu. Tradisi ini dilaksanakan rutin setiap setahun sekali. Bendesa Adat Ababi I Gede Pasek Ariana menjelaskan, Nyepi Lanang dilaksanakan krama setelah menggelar upacara Usaba di Pura Dalem Ababi, Wraspati Pon Landep, Kamis (11/2). Pada puncak Usaba tersebut krama dari 13 banjar adat khusyuk menggelar ritual pacaruan diakhiri persembahyangan bersama. Ciri khas ritual ini yakni mempersembahkan Ajengan Kalesan (nasi takepan) 45 takepan (rangkaian). Nasi ini dibagi-bagi menjadi beberapa Banten Caru yakni Caru Banteng Pagerwesi, Caru Bawi Butuan, dan Caru Ayam Kumulanjar. Tiap Nasi Takepan dibungkus daun aren. Persembahan Banten Caru dipuput pemangku pura. Setelah nasi ini dipersembahkan, maka krama lanang bersiap-siap berebut mendapatkan Nasi Takepan. Krama Lanang membawa pulang Nasi Takepan untuk ditaburkan di halaman rumah, sawah, dan tegalan. Penaburaan ini dengan harapan kembali diberkati kasuburan.
Dalam konteks Bhuta Yadnya, penaburan Nasi Takepan ini menyuburkan Kembali alam dan isinya. ‘’Makna dari ritual ini, segala yang pernah diambil manusia dari alam, dikembalikan kepada alam dalam bentuk yadnya. Sehingga alam tidak pernah kehilangan unsur-unsur pembentuk alam itu sendiri,’’ jelas Pasek.
Menurut Pasek Ariana, alam yang selama ini tampak di mata manusia itu sesungguhnya disusun oleh lima unsur, dikenal dengan nama Panca Maha Bhuta. Kelima unsur itu yakni pertiwi (zat padat), apah (zat cair), teja (cahaya), bayu (angin), dan akasa (ether). Lima unsur ini dibentuk oleh lima unsur yang lebih halus atau Panca Tanmatra, yakni gandha (unsur bau), rasa (unsur rasa), sparsa (unsur sinar), rupa (unsur rupa), dan sabda (unsur suara). Sehingga agama Hindu memberikan perhatian penting terhadap lima unsur pembentuk semesta ini. ‘’Lima unsur itu lah sebagai sumber energi pembentuk alam, yang selalu terjaga keseimbangannya,’’ ujarnya.
Oleh sebab itu, Desa Adat Ababi menggelar upacara Usaba di Pura Dalem secara berkala yang ditandai dengan mempersembahkan Nasi Takepan. Fungsi dan maknanya yakni untuk menjaga keharmonisan alam sehingga terwujudi karahayuan hidup bagi umat manusia dan makhluk lain. Hal ini sesuai pula dengan konsep Tri Hita Karana, yaitu terjaganya keharmonisan antara manusia dan alam yang salah satunya terjalin melalui ritual.
Usai krama lanang mohon nasi takepan saat puncak Usaba di Pura Dalem dan nasi ditaburkan di halaman rumah, sawah dan tegalan. Selanjutnya, digelar Nyepi Lanang. Nyepi ini juga bermakna sebagai bentuk penghormatan kepada krama lanang dengan menenangkan fisik dan pikiran selama 9 jam, dari pukul 07.00 Wita -16.00 Wita. Selama Sembilan jam itu krama lanang tidak beraktivitas. Semua pekerjaan harian yang biasa dilakukan krama lanang diambil alih oleh krama istri. Pekerjaan itu, misalnya mencangkul di sawah/ladang, menyabit rumput, memberikan pakan ternak sapi, dan sebagainya.
Pasek Ariana mengatakan, selama Nyepi Lanang, krama lanang dilarang keluar rumah, dilarang bertamu, dan dilarang menerima tamu. Hanya saja, jika ada warga lanang melanggar larangan ini, Desa Adat Ababi belum memberlakukan sanksi. "Belum ada sanksi, hanya diingatkan agar warga mematuhi ketentuan awig-awig dan dresta. Jangan sampai ada yang melanggar. Lebih diingatkan dari segi kesadaran krama lanang," ungkapnya.
Sebenarnya, beber Pasek Ariana, di Desa Adat Ababi selama setahun merayakan tiga kali Nyepi. Sebelum Nyepi Lanang, ada Nyepi Luh (istri), dilaksanakan pdaa Wraspati Kliwon Kelawu, Kamis (14/1) atau sehari setelah menggelar upacara piodalan di Pura Kedaton, Desa Adat Ababi. Piodalan di Pura Kedaton, setiap Tilem Kapitu untuk kali ini dilaksanakan, Buda Wage Kelawu, Rabu (13/1). Satu lagi, Nyepi umum, sebagaimana dilaksanakan oleh umat Hindu Bali umumnya sekitar Maret setiap tahun.
Seperti halnya Nyepi Lanang, Nyepi Luh, juga memiliki pelaksanaan yang sama. Saat Nyepi Luh, sebagai bentuk penghormatan kepada kaum perempuan. Maka selama 9 jam itu pula mereka tanpa aktivitas. Seluruh pekerjaan perempuan diambil alih oleh krama lanang.
Anggota Kerta Desa, Desa Adat Ababi, I Nyoman Kuta mengatakan, tradisi Nyepi Lanang dan Nyepi Luh telah berlangsung turun temurun. Desa Adat Ababi mewilayahi 13 banjar adat yakni Banjar Ababi, Tanah Lengis, Besang, Pikat, Umanyar, Gunaksa, Bias, Sadimara, Kuhum, Abianjero, Tumpek, Tukad Bungbung, dan Banjar Pande. *nant
Komentar